Gio sedikit menunduk, disertai garukan di kepala. "Maaf, Mr Raave.." gumamnya, sungkan.
Sang Tuan hanya berdehem pelan. "Maukah kamu menemaniku hingga besok, Ai?"tanya Raave. Ekspresinya memohon, sambil memegangi kedua tangan gadis itu.
Gio keluar dari ruangan, membiarkan Tuan mudanya, bersama gadis yang membuatnya ingin pulang, hanya setelah beberapa jam di Rumah Sakit.
Aira menjawabnya dengan anggukan plus senyum manis. "Baiklah, istirahatlah dulu, aku hubungi Mr Suri sebentar." Ia berjalan menjauh dari ranjang. Duduk di sofa, menanti panggilannya dijawab.
"Mba Aira. Bagaimana kondisi Mr Raave? Dia baik saja kan? Siapa yang berani melukainya?" sang Head Manager memberondongnya dengan pertanyaan.
Aira mengulas senyum tipis. "Dia baik saja, Sir. Rival bisnisnya yang melakukannya. Sudah dilaporkan Pihak yang Berwajib."jawabnya.
"Oke. Mba Aira temani saja Mr Raave. Seperti biasa, saya akan handle semuanya." Mr Suri lebih dulu bicara sebelum Aira sempat mengutarakan niatnya. Seolah paham, bahwa sang gadis akan pamit tak bisa ke BookShop. Untuk menemani sang CEO.
"Ya, Mr Suri. Terima kasih banyak." Balas Aira senyum senyum sendiri. Mengakhiri panggilan. Ia kembali menghampiri sang lelaki.
"Kenapa Ai?"tanya Raave bingung.
"Mr Suri. Seolah dia paham, aku tak akan bisa ke BookShop karena menemanimu, namun dia sudah bicara duluan." Aira terkekeh.
"Dia berpikiran aku benar-benar ada hubungan denganmu, Raave?"
"Kamu masih saja menganggap kita tak ada hubungan apa-apa, Hm?" Raave menggenggam tangan Aira. Menatapnya lekat.
Aira tersenyum. "Aku juga bingung, Raave... Aku... "
"Sshhh.. Baiklah, kutegaskan padamu, You're my girl, and I am your man. Mengerti?" Raave membelai pipi sang gadis mesra.
Gadis itu mengangguk, membalas senyuman Raave yang begitu mencuri seluruh dunianya. Fikirannya... Hatinya. Sayangnya Ia tak tahu, bagaimana dirinya di mata sang lelaki. Ia berusaha tak peduli. Semua perlakuannya sudah cukup menjelaskan, setidaknya. Bahwa nampaknya, mungkin saja, perasaannya tak bertepuk sebelah tangan begitu saja. Aira terlalu takut menebak dan berspekulasi. Mengenai isi hati lelaki di hadapannya ini.
Ia dekap Raave. Erat sekali. Lalu menjauh pelan. Tapi sang lelaki menariknya lagi. Memeluknya lebih rapat dan hangat.
"Kamu harus banyak istirahat."ujar Aira. Mengingatkan.
"Bagaimana bisa istirahat, jika kamu ada di sini?"
"Apa sebaiknya aku pulang saja!" Aira melepaskan pelukan lelakinya, yang segera dibalas dengan muka tak senang Raave.
"NO..!!!"ketusnya, menggelengkan kepala.
"Ya, aku di sana saja. Di sofa. Agar kamu bisa tidur, sebentar." Aira berdiri, mengecup sekilas pipi Raave dan menghampiri sofa. Duduk, menyamankan diri. Ia lepas heelsnya. Juga blazer. Menyisakan blouse chiffon yang memperlihatkan sedikit, sport bra putihnya.
Raave mengumpat lirih. "Damn!!" Menyaksikan pemandangan, yang membuat darahnya menghangat. Ia berbaring. Dengan pandangan tetap pada sang gadis.
Aira menggerai rambut. Kemudian mengikatnya lagi keatas. Memamerkan lehernya yang kuning mulus.
'Apa yang dia lakukan sebenarnya? Apa dia tak paham, itu sama saja dengan menggoda...?'rutuk Raave dalam hati. Frustasi. Ia pejamkan mata. Agar tak melihat lagi, gadis yang sukses membuat darahnya berdesir sedemikian rupa, hanya dengan memandang sport bra yang sebenarnya tak terlihat jelas, dan leher mulusnya.
Sang gadis menyilangkan kaki. Santai. Membaca beberapa majalah dan tabloid yang ada di bawah meja.
Raave iseng melirik. Bernafas lega. Aira membaca tabloid. Tampak serius. Sesekali meneguk air oksigen yang dibawanya. Namun...
"Waaahhhhh.. Segernya..!"gumamnya lirih. Usai menghabiskan air di botol. Sekilas terdengar seperti desahan.
Raave mematung. Masih berbaring. Geleng geleng kepala. "Ini tidak benar!!"lirihnya. Ia sambar obat di nakas, lalu menelannya sekaligus bersama segelas air. Ia berpikir, pasti ada obat tidurnya. Jadi lebih baik tidur saja, daripada berpikiran terlalu jauh dan tidak tidak.
Next day, 16.00
Gio mengetuk pintu. "Sir!!"
"Ya."
"Anda boleh pulang. Namun harus bedrest!"ujar Gio, sudah bicara sambil berjalan masuk.
Raave beranjak segera, melompat dari ranjang. Lalu berganti pakaian, di toilet. Semangat sekali. Gio dan Aira hanya geleng-geleng kepala.
Dalam waktu singkat, Raave sudah siap. Begitu menawan, dengan celana selutut, dan sweater rajut turtleneck warna navynya. Rambutnya yang sudah agak panjang, dibiarkan berantakan.
Aira kembali terpana. Namun berhasil ia tutupi. Ia membantu Raave berkemas, merapikan ranjang dan sofa juga meja yang penuh botol air.
Setelah siap, Dokter sudah menunggunya di depan pintu, rupanya. Raave berterima kasih, lalu pamit pulang. Gio pergi lebih dulu, karena menebus obat di bagian Pharmacy.
Sepanjang perjalanan pulang, Raave tak melepaskan tangan gadisnya. Juga sesekali menatapnya dalam. Sementara sang gadis terpaku pada ketampanan lelaki di sebelahnya, juga takjub dengan begitu cepatnya ia pulih, dari luka yang sempat hampir membuatnya lemah. Hanya sehari semalam, di Rumah sakit.
Sampai di Kediaman Pranaja, Raave disambut asisten, yang Segera memberesi barang Raave di mobil. Ia berjalan santai menuju kamar, masih dengan menggandeng tangan Aira.
Sekilas, Aira melihat Nona Sera, tersenyum manis padanya. Menunduk hormat, lalu Melambai. Gadis itu membalas lambaian Sera yang sepertinya sedang sibuk mondar-mandir. Membersihkan rumah.
Ia membayangkan, betapa merepotkannya membersihkan rumah sebesar ini. Dengan banyak kamar dan ruangan, belum halaman. Perabot, halaman belakang. Tentu saja sudah ada bagian masing-masing yang bertugas. Belum belum, malah Aira yang merasa lelah.
"Kamu harus istirahat. Aku boleh pulang kan?"tanya Aira setelah mereka sampai di kamar sang lelaki. Raave duduk di tepi ranjang, gadisnya berdiri di hadapannya.
Raave mengangguk. Membelai wajah Aira dengan mesra, mendekatkan dan menyatukan bibir mereka. "Terima kasih, Ai. Istirahatlah."
Aira tersenyum. Meletakkan minuman dan makanan kecil Raave di meja, yang sebenarnya ia yakin, tak akan disentuh lagi oleh lelaki itu. Namun tetap ia bawa. Juga meninggalkan sebuah kotak kecil berwarna hitam, di meja nakas Raave tanpa lelaki itu ketahui.
Gadis itu keluar dari kamar, diiringi tatapan dalam sang lelaki. Gio sudah menunggunya di mobil. Akan Mengantarnya pulang.
Dalam perjalanan, Aira tersenyum. Kotak yang sudah dipersiapkannya jauh hari, sudah sampai tujuannya. Tinggal mengamati reaksi. Ia sengaja mengambilnya di rumah, saat Luke mengantarnya pulang sebentar. Mandi dan ganti baju. Sore sebelumnya.
Gio melaju lumayan kencang. Ia ada keperluan lain yang lumayan penting, jadi harus cepat.
Beruntungnya perjalanan lancar, jadi Gio lega.
Aira berterima kasih, dan Gio langsung melaju kencang lagi. Aira masuk ke rumah, Disambut Bu Wina yang khawatir. "Mba, Gimana mas Raave?"
"Udah baik, Bu. Makasih. Aduh saya ngantuk!"keluh Aira. Yang langsung pamit untuk naik ke kamarnya.
Aira membersihkan diri, kemudian melemparkan tubuh lelahnya ke tempat tidur. "Ohh.. Sungguh nyaman!!"gumamnya, meregangkan tubuh. 'Menunggui Raave lumayan lelah juga ternyata' batinnya geli.
Ia memejamkan mata. Tertidur begitu saja di hari yang masih sore. Matahari baru saja hilang dari peredaran. Udara hangat perlahan berubah sejuk. Angin yang berhembus lembut dari jendela, membelai Kepala dan wajahnya perlahan. Membuatnya semakin terbuai ke alam mimpi.
Esoknya...
Aira melaju kencang siang menjelang sore itu. Cuacanya sedikit panas. Ia ingin sesekali jalan-jalan di Mall, sambil menikmati ice cream, atau Gelato. Jadi Ia pulang, sedikit lebih awal dari BookShop. Kemudian membelokkan kemudi, ke arah Mall besar terdekat, parkir di bawah pohon, tempat favoritnya, lalu keluar dari mobil dengan hati riang.
Aira menyusuri Mall yang bisa dibilang baru berdiri itu, dengan berbagai Official Shop Brand ternama. Sambil menyesap Ice cream lemon yang segar. Ia beli di pintu masuk Mall. Naik hingga ke lantai tiga, kemudian turun lagi. Berkeliling dengan tatapan menyelidik, jikalau saja, ada promo menarik. Ia juga gemar memborong barang promo.
Gadis itu berhenti di Gerai Makanan cepat saji, Karena lapar. Membeli Crispy Burger, kentang goreng, soda. Menambah seporsi Cream Soup dan Ice cream Sundae, lalu ia nikmati di kursi yang disediakan di gerai.
Aira mengingat isi kulkas yang habis. Ah hampir semuanya habis. Telur, jus, susu, dan sayuran Bu Wina. Gadis itu mempercepat makannya. Berusaha cepat, tapi tidak terburu-buru. Dinikmati juga. Ups..!
Selesai menandaskan makanan, ia beresi sampah, dijadikan satu, lalu Ia masukkan ke tabung sampah.
Melangkah keluar gerai dengan perut kenyang, hati senang. Akhirnya gadis itu mampir juga di swalayan. Terletak satu lantai di bawah gerai tadi.
Namun, Aira menepuk dahi. Ia ingat, "Hei kan habis dibelanjain Raave. Cuma telur aja yang habis!"gumamnya. Dan snack kesukaannya, jus. Sayur dan susu masih lengkap.
Aira berbelanja, begitu tiba di swalayan besar itu. Ia membeli cemilan, selain bumbu dapur yang habis. Gadis itu memilah lagi, cemilan yang tak terlalu disukainya. Lalu asal mengembalikannya di rak bahan makanan.
Didorongnya troli kecil yang tak terlalu penuh ke kasir, mengantri di belakang seorang lelaki. Ia amati si lelaki ini. Lalu menutup mulut. Kaget. "Ben"lirihnya sangat lirih.
Tiba gilirannya, Si lelaki melirik Ke belakang. Tersenyum sangat cerah. "Aira! Kebetulan ketemu di sini!"sapa Ben. Terlihat sangat gembira.
Aira tersenyum. "Iya, Ben. Kebetulan sekali." belanjaannya selesai ditotal oleh kasir. Lalu segera ia keluarkan Black Cardnya. Karena Ben juga mengeluarkan kartu, seolah ingin membayar belanjaannya. Dan Aira tak akan membiarkan itu terjadi.
Kasir menyerahkan lagi kartunya. Aira mengeluarkan tas khusus belanjanya. Memasukkan dengan cepat barang-barang. Ben masih menungguinya dengan sabar, hingga ia selesai dengan belanjaan.
Aira berjalan cepat, namun Ben menyusul. Mengekorinya kemanapun ia pergi, sambil mengajaknya mengobrol ringan. Sang gadis menanggapinya dengan biasa saja. Sejujurnya Ia ingin lekas pulang. Berharap Ben bosan lalu pergi. Tapi harapan tinggalah harapan. Ben malah akan mengajaknya makan, di kedai mie favoritnya. Aira berkata kalau baru saja makan, namun agaknya si lelaki setengah memaksanya.
Dengan menjelaskan bahwa mie di kedai itu sangat enak, dan lezat dan bla... Bla..bla... Aira tak mendengarkan. Moodnya berantakan.
Raave calling...
Oh kebetulan sekali. "Halo, Raave."
"Hai, Dear. Kamu dimana?"
"Raave, bisa kamu kesini sebentar. Please!!"ujar Aira lirih. Dia berpura-pura ke toilet. Ben menungguinya di luar.
"Ada apa Ai??" suara Raave berat, khawatir.
"Please, Dear, datang saja! Aku di Mall. Ehm, Marvell City . Cepat ya Raave!"jawab Aira tergesa. Suaranya sedikit panik.
Stay tune..