Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 52 - INSIDEN

Chapter 52 - INSIDEN

Raave calling...

"Halo"

"Kamu dimana?"

"DI BookShop, kenapa??"

Call end.

"Kumat anehnya"celetuk Aira. Ia masuk ke ruangan usai menyapa Staffnya. Pagi itu. Cerah, tapi hanya dengan sedikit sinar matahari. Selebihnya, hanya awan putih.

Beberapa Staff khawatir, memintanya pulang saja, kala mereka berpapasan dengan gadis itu. Tak ingin kesehatan sang pimpinan memburuk lagi. Namun gadis itu berkata, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Dan myakinkan mereka semua, termasuk Mr Suri, Ia akan baik baik saja.

Aira masuk perlahan ke ruangan, membuka notebook, melihat laporan bulanan dan kegiatan operasional yang berjalan. Ia amati dengan cermat, teliti. Memastikan tak ada yang terlewat.

Ia begitu fokus. Hingga kacamata bacanya yang makin lama makin melorotpun, Ia biarkan saja. Aira tak ingin ada kesalahan sedikitpun. Atau kekeliruan yang terlewat. Pemasukan , pengeluaran. Juga Kegiatan operasional harian. Sesekali Ia teguk air mineral dingin dari tumblernya. Lalu kembali memandangi notebook.

Hingga akhirnya, suara teriakan kecil seseorang, mengalihkan perhatiannya. Jendelanya terbuka, jadi ia bisa mendengarnya lumayan jelas. Seketika, mata coklatnya beralih, fokusnya ambyar begitu saja. Terganti dengan debaran jantung yang kencang. Karena teriakan kecil tadi, memanggil nama lelaki yang sudah menguasai hatinya.

Aira melirik jendela, nafasnya tertahan, Gio memangku sang Tuan besar. Dan...

Gadis itu berlari secepat kilat, keluar ruangan dengan membanting pintu, turun, berlari lagi menghampiri sang lelaki.

"Raave..!!"panggilnya panik. "Kamu kenapa?Raave, buka matamu!!" Aira mengambil alih Raave dari Gio. Sang lelaki memejamkan mata, keringatnya mulai berjatuhan. Tangannya menekan perut dengan kencang, dan.... Darah merembes dari sana. Banyak. Membuat kemeja putihnya, tak lagi putih.

Raave membuka mata. "Ai, kamu baik saja kan?"ujarnya, terengah. Gio sibuk menghubungi ambulans. Ia belai pipi Aira. Sang gadis mengangguk cepat. Diusapnya airmata yang turun perlahan.

Semakin banyak darah yang keluar, hingga lantai jalan masuk BookShop, sedikit tergenang. Raave mulai pucat.

Ambulans datang. Aira membantu Gio mengangkat sang lelaki ke Ambulans.

Ia genggam tangan Raave. Lelaki itu bernafas cepat, sambil sedikit meringis. Beruntungnya tetap sadar. Ia tatap Aira, tersenyum samar.

"Raave, bertahanlah.!!"ujar gadis itu, gemetaran. Sembari terisak pelan. Melihat Raave yang hampir saja memejamkan mata.

Raave mengulas senyum tipis. Memandangi Aira. Menganggukan kepala.

Hitungan menit, Ambulans tiba di rumah sakit. Raave segera mendapat perawatan intensif di IGD. Wajah sang lelaki yang tersenyum pada Aira, sesaat sebelum masuk ke ruangan gawat darurat itu, menghangatkan hati sang gadis.

"Mr Gio, apa yang terjdi sebenarnya?"tanya Aira pada asisten Pribadi lelaki itu. Kala mereka duduk menunggu di depan ruang IGD.

Gio menghela nafas dalam. Menatap Aira,

"Dia ditikam tiba-tiba, Nona Ai. Pura-pura lewat dan langsung ditikam"

"Siapa, Tuan Gio?"

"Saya tak tahu , Nona. Sekarang sedang diselidiki oleh anak buah kami. Saat itu, dia memakai penutup kepala dan muka."jelas Mr Gio, handsfreenya tak pernah lepas dari telinga. Terus bergumam, bicara dengan para Staff khusus. Melacak keberadaan dan siapa sebenarnya si pelaku, yang dengan berani melukai sang Tuan besar.

Beberapa jam menunggu, Dokter keluar. Menyunggingkan senyum. "Dia baik-baik saja. Hanya luka luar. Selebihnya tak ada masalah, Nona."jelasnya.

Aira berterima kasih. Dokter langsung pamit pergi. Para petugas medis segera memindahkan Raave ke kamar inap. Gio dan Aira mengekori dari belakang.

VVIP Room di lantai tiga. Kamar inap dengan segala kemewahannya, tentu saja. Tak mungkin seorang Raave Pranaja, mau dirawat bersama orang lain dalam satu ruangan.

Aira menunggui Raave yang tidur. Sementara Gio sibuk memerintahkan Staffnya, terus mencari dalang penikaman sang Tuan. Kondisi Raave sudah membaik. Tubuhnya yang kuat dan terjaga, membuatnya pulih dengan cepat. Wajah tampan bak lelaki blasterannya tak lagi pucat. Sebenarnya Raave bukan lelaki blasteran. Tuan dan Nyonya Pranaja asli Indonesia.

Ya, memang dari sananya wajah rupawan itu dimilikinya. Sekilas seperti paras lelaki Kawasan Turki dan sekitarnya. Namun setelah diamati, Indonesianya mendominasi. Karena mata hitam legamnya, menurut Aira.

Aira begitu larut dengan ketampanan Raave. Rasanya seperti mimpi, leLaki ini bisa bersamanya. Dia menawan, tentu dengan amat sangat mudah, bisa mendapatKan gadis manapun, secantik apapun. Sesuai seleranya.

'Kenapa dia mau jalan bersamaku?, aku bahkan tidak cantik. Yah biasa. Kata Zii, Adnan dan Re, juga beberapa mantan kekasih, Aku adalah gadis manis. Ah manis darimananya. Alis tak terlalu tebal, hidung, yaa.. Lumayan lah. Kulit kuning langsat. Mata biasa saja. Cokelat tua,Sesuai idealnya. Bukan mirip Ras khusus. Asli Indonesia. Rambut mulai panjang, lurus. Poni samping.' Aira bergumam sendiri, menilai bentuk fisiknya.

Aira tersenyum. Masih memandangi tanpa bosan, wajah tidur Raave. Lengannya tampak kuat, berotot. Tangannya besar dan hangat. Dengan rambut-rambut halus di sana.' Refleks, tangannya mengusap pelan lengan kuat itu.

'Rahang tegas, namun tak terlalu lebar. Proporsional. Jambang tipisnya yang seksi. Hidung, tidak mancung tapi tidak kecil, pas. 'Oh GOD, help me! Rasanya ingin pingsan saja aku di sini! Dia ini Manusia atau Dewa cinta?!' Aira terkikik geli.

Gadis itu masih tersenyum sendiri, saat Raave mulai membuka mata. Bulu matanya tak terlalu panjang, namun lentik. Sungguh menarik.

'Huh.. kenapa baru sekarang aku begitu terpesona, dengan ketampanan lelaki ini? Kemarin apa kabar?? Apa aku secuek itu pada Raave? Ehmm... mungkin karena aku tak berpikir terlalu jauh. Tak mungkin juga Raave tampan ini, mau jalan bersamaku, perhatian padaku. Yah mungkin begitu. Jadi aku tak peduli seberapa mempesonanya dia. Dasar gadis bodoh!'umpatnya dalam hati. Bermonolog sendiri. Ia mengulas senyum lagi. Semakin lebar.

Benar-benar tak menyadari, sang lelaki sudah membuka mata di depannya dan memandanginya heran. 'Aira kenapa? Senyum sendiri. Tadi aku sempat merasa, dia mengelus wajah dan lenganku'batin Raave linglung.

"Ai..?"panggilnya hati-hati. Takut merusak kesenangan entah apa itu, yang membuat sang gadis seperti orang...

Aira kaget, "Raave.. Kamu sudah bangun?"jawabnya sedikit gemetar.

"Ada apa?"tanya Raave, menggenggam tangan gadisnya yang gemetaran.

"Ga apa-apa."balasnya, membelai wajah sang lelaki. Tersenyum misterius. Ia kecup sekilas bibir Raave. 'Oh, satu lagi, bibir ini begitu seksi. Kissable.'tambahnya dalam hati.

Raave bangun. Penasaran. "Kamu kenapa sebenarnya?"tanyanya. Ia hanya melihat senyum Aira yang terulas berulang kali, ditambah sambil menatap lekat dirinya. Iseng Ia raba kening sang gadis. "Tak panas!"

"Boleh aku jujur?" Aira mulai serius.

"Tentu!" Raave menunggu. Ekspresinya sungguh penasaran.

"Aku terpesona olehmu, Raave"jawab Aira polos.

"Heiii..! What???!" sang lelaki yang belum sadar sepenuhnya, berteriak kecil.

"Ssshhh.. Stop cukup. Biasa aja reaksinya. Aku jadi malu nih!" Aira tersipu.

"Whatt??!" Raave masih linglung.

"Ah males ah! Ga bisa diajak serius, ga bisa diajak bercanda! Dataaaarrr aja gitu!"komentar Aira. Berdiri. Namun tangannya ditahan sang lelaki.

"You.. Whatt??!"

"Ga da berita ulang!!"ketus gadis itu.

"Please.. Ai" Raave menatapnya dalam.

Aira mendekat, memeluk erat Raave yang duduk bersila. "You are charming, Mr Raave"bisiknya. "Your face, your lips, and..." Aira menggantungnya.

"My body, right?"jawab Rave dengan suara selembut mungkin. Senyumnya miring.

Aira menggeleng. "The way you look at me, you treat me, your attention. Thank you so much, Mr Raave"lanjutnya. Setengah berbisik.

Raave tersenyum penuh arti. Semakin erat mendekap Aira. Mengecup kepalanya. "Tiba-tiba saja, nyeri di perutku lenyap, Ai. Apa yang kamu lakukan padaku, Hm? Kamu mau mencoba merayu dan menggodaku?"bisiknya.

"Your body."

"Whatt??"

"The last. Your body" Aira mengerling nakal. Melepaskan diri dari dekapan lelakinya. Duduk di kursi tepi ranjang. Menyelesaikan kalimat yang menggantung tadi.

"My body is the last that charmed you?? Oh GOD unbelieveable!!"pekik Raave.

Gio masuk dengan tergesa. "Ada apa, Mr Raave?" Ia berdiri di ambang pintu, wajahnya khawatir.

Aira dan Raave menatap Gio heran. "Tak ada apa-apa Tuan Gio. Hanya sedikit salah paham."jwab Aira. Membuat Gio mengangguk, kembali menutup pintu.

"Anything wrong, Mr Charming?"tanya Aira.

"Absolutely wrong, Miss Aira. My body is the first point that could charmed every girls. And second is.. my lips, third is.. my good looks. Are you understand?" sikap angkuhnya muncul.

'NO! For me, that's the last. No debate!!"bantah Aira. Berdiri, mengambil botol dari meja. Meneguknya di depan Raave dengan sedikit ekspresi menggoda.

"Drink?"tawar Aira. Menyodorkan botol.

Raave tersenyum, menyambut botol dengan tangan yang mengelus tangan Aira. Seketika bulu kuduknya meremang.

Ia teguk air hingga tak bersisa. "Kamu sungguh lihai dalam menghibur orang sakit, Ai"puji Raave. "Gio!!"

Gio masuk dengan tertatih. "Ya..?"

"Aku mau pulang, saat ini juga!"ujarnya tegas, masih menatap Aira.

"Heii, anda ini masih harus pemulihan, Sir! Baru berapa jam Anda di sini?? Apakah..."

"Aku sudah dipulihkan, G. Oleh gadis di depanku ini. Lagipula perutku sudah tidak nyeri. Bagaimana pelakunya?"potongnya.

"Baiklah, akan saya konsulkan dulu dengan Dokter. Sudah ketemu, Sir."

"Hm, siapa?" Raave menggenggam tangan Aira.

"Ashley Simpsons. Direktur Perusahaan Otomotif yang baru saja menjabat , Sir."jelas Gio, mendengarkan lewat handsfree.

Raave mengangguk. "Beri dia pelajaran karena sudah berani melukaiku. Biar dia juga merasakan yang kurasakan. Lalu laporkan dia ke polisi!"perintah Raave. Gio segera mengangguk patuh. Keluar dari kamar. Meninggalkan suara debaman cukup keras.

Raave menarik tengkuk Aira, menghadiahinya ciuman yang dalam. Dan intens. Semakin lama semakin kuat. Aira membalasnya, lembut dan perlahan.

Aira mengatur nafas. Sedikit kewalahan dengan kecupan Raave.

Raave Tersenyum. Menatap sang gadis dalam.

"Raave..??!"panggil Aira lantang. Sang lelaki merengkuhnya erat.

"Hm? Aku tergoda olehmu, Aira"

Aira menatap Raave datar. "So?"

Raave tergelak. Lalu terbahak-bahak. "Wajahmu lucu kalo gitu tadi ,Ai!"

"Kamu bisa ketawa juga rupanya?"celetuk gadis itu. Membuat Raave berwajah serius lagi.

"Tentu saja aku bisa ketawa, Miss Aira. Kau pikir aku patung, Hm? Kau ini sungguh menggemaskan ya!!" Raave mencubit pipi gadisnya.

"Biasanya kan memang jadi patung. Patung hidup. Kadang zom..." belum selesai kalimatnya, bibir sang lelaki tampan sudah mencecap bibirnya lembut.

Aira menjauh perlahan. "Kamu harus banyak istirahat, Raave!"ujarnya.

" Dokter tak mengijinkan, Sir. paling tidak besok, Anda baru boleh pulang. Itupun kalau kondisi Anda tetap stabil." Gio masuk tanpa mengetuk dulu, langsung bicara tanpa titik koma.

Raave mendelik gemas. "Bisa tidak ketuk pintu dulu?!"ketusnya.

To be continued...