Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 44 - JANGAN MENYERAH, Ai..!

Chapter 44 - JANGAN MENYERAH, Ai..!

Aira tersentak. Ia bangun. Matahari telah begitu tinggi. Dengkuran halus dan suara nafas Raave yang teratur, mengalihkannya. Ia hampiri lelaki itu. Duduk di bawah, di sisi sofa tempat Raave tidur.

"Terima kasih sudah mau menungguiku, Raave. Perasaanku tak akan berubah. Padamu. Boleh kan aku menyerah? Masih banyak sekali gadis di luar sana, yang akan selalu menghiasi hari-harimu."gumam gadis itu. Tersenyum, mengusap mata yang tergenang.

Ia beresi jas dan dasi sang lelaki. Menggantungnya. Sepatu dan kaos kaki ia rapikan dan menaruhnya di dekat sofa. Gadis itu mengambil selimut dari lemari. Lalu menghamparkannya di atas tubuh sang CEO. Aira berlutut, memegang tangan Raave, menggenggamnya.

"Ijinkan aku menggenggam tanganmu, Raave. Ya, terakhir kali mungkin, kamu tak akan menemuiku lagi. Ya, kan?"lirihnya. Aira menunduk, airmatanya berjatuhan lagi.

"Jangan bilang begitu.." Suara merdu Raave terdengar semakin merdu. Menyahut. Disusul dekapan hangat dan ciuman bertubi-tubi, di pipi dan kepala Aira.

Aira sudah akan menjauh, namun Raave menggeleng sedih. Tangannya menahan dengan cengkeraman yang semakin kuat, "Jangan menolakku, Ai"lirih sang lelaki, yang beranjak dan duduk di sofa, mengangkat Aira, agar duduk di sisinya. Lalu membenamkan kepala sang gadis di dadanya. Bersamaan dengan pelukan yang semakin dieratkan.

"Raave..?" Aira bicara.

"Ya?"

"Boleh kan aku menyerah?"

Pelukan refleks terlepas. "Kenapa? Aku sudah pernah bilang kan, seseorang yang sudah memasuki wilayah pribadiku, tak akan kubiarkan keluar begitu saja." Ia raup wajah Aira.

"Memangnya, aku memasuki wilayah pribadimu yang mana. Kan cuma kamarmu, Raave?" Aira pura pura bodoh.

Senyum miring terulas di wajah sang lelaki. "Kamu pura-pura bodoh, Hm?"

"Apa??"

Raave mencubit dagu Aira gemas. Gemas, karena kata-katanya sebelum Aira tidur, ternyata tak didengar sang gadis. Gemas juga, karena sekarang pura-pura bodoh.

"Aira. Bisakah aku memintamu jangan menyerah?"

"Apa jaminannya?"

"Jaminan apa?"

"Jaminan aku tak merasa kecewa lagi? Atau memang ini resiko yang kamu bilang itu?"

Mata hitam pekat Raave, bertemu mata cokelat Aira, dalam tatapan penuh makna.

"Maaf, kurasa aku tak lagi sanggup menanggung resikonya. Akan ada siapa lagi nanti?" Aira mendesahkan nafas panjang.

Wajah sendu sang gadis, jadi satu satunya tempat favorit Raave untuk membelai. Ia peluk gadis itu erat. Kemudian ia kecup bibir Aira dengan mesra.

Aira menjauh lagi, Sang lelaki menarik tengkuknya. Menyatukan lagi bibir mereka. Menenggelamkan diri dalam kecupan yang semakin dalam, Aira membalas perlahan ciuman lelaki yang sudah berhasil mencuri hatinya itu. Namun, menjauh perlahan beberapa saat kemudian.

"Sebenarnya apa maumu, Raave?" Ia mengatur nafas. Sedikit kewalahan.

Sementara Raave menghadiahkan senyum mautnya untuk Aira. "Aku ingin kamu jangan menyerah, tetap bersamaku, Ai."

"Bersamamu? Dan kamu bebas bersama wanita lain, begitu, maumu?"

"Tidak begitu, Ai. Maaf..."

"Apa kamu seperti ini padaku, karena merasa kasihan padaku Raave, atau merasa bersalah?"

"Tidak, Dear.. Tidak sama sekali..."

Aira berbinar.."Kamu bilang apa, Raave?"

"Hm? Yang mana?"

"Terakhir..? Kata kata terakhir..bisa kamu ulangi?"

Raave mendelik gemas. "Tak ada berita ulang!!!"ketusnya.

*

"Kenapa kamu minum vitamin itu lagi, Ai?"tanya Raave, mengorek informasi, kala mereka menuggu makanan datang. Raave menjemput sang gadis untuk makan siang.

"Aku tak bisa tidur, beberapa waktu belakangan ini"jawab Aira, enteng.

"Benarkah itu, karena apa, kamu tak bisa tidur?"

"Entahlah. Mungkin memikirkanmu" Aira memainkan rambutnya.

Senyum lelaki itu mengembang. "Maaf, jika seperti itu"

"Kata maaf saja cukup?"

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Tak perlu. Aku sudah cukup lelah bicara. Mana makan siangnya?" Aira berulang kali melirik arah pintu, tempat Ia dan Raave pertama kali masuk.

"Sabar. Kamu sudah kelaparan rupanya. Bagaimana rasanya, Dinner bersama Mr Lou?" tanya Raave, kepo. Cemburu juga sebenarnya.

"Menyenangkan sekali. Dia memintaku menjadi kekasihnya waktu itu"jawab Aira, jujur.

Ekspresi kekagetan Raave nampak kentara, wajahnya muram. "Hm. Lalu?"

"Ya. Kami baru bertemu beberapa kali. Apakah secepat itu, lagipula dia juga baru putus."jelas Aira. Ia Menyesap air mineral yang dibawanya.

Raave tak bicara lagi. Ia nikmati Potato wedgesnya dengan wajah masih muram. Hanya menganggukkan kepala. Tanda ia merespon kata-kata sang gadis.

"Kenapa?"

"Tak apa-apa"

Makanan mereka akhirnya diantarkan juga.

Aira memandangi makanannya dengan sedikit enggan. Sebenarnya ingin makan nasi. Namun Raave memesan Salmon grill dengan asparagus, saus lemon. Terpaksa Ia santap juga, karena sudah lapar.

Ia juga menyambar sisa Potato wedges Raave. Sang lelaki setengah kaget. Cukup membuatnya menghentikan acara memotong Wagyu Beefnya.

Ia menengok kanan dan kiri. Lalu melambai pada Waitress. Sang waitress menghampiri Raave, menunduk hormat.

"Saya pesan lagi Potato Baked saus pedas juga Potato wedges. Cepat! tidak pakai lama!!"

"Baik, Sir"jawab sang waitress takzim, lalu segera berlalu.

Aira menikmati makanannya, santai. Dalam waktu sekejap, tandas tak tersisa. Bersamaan dengan Potato baked datang.

Waitress menata makanan di meja. Kemudian undur diri.

"Aira, makanlah, aku memesankannya untukmu. Kamu masih lapar kan?" Raave mendorong seporsi Kentang Panggang, dengan warna yang menggugah selera. Merah, kuning keemasan juga bertaburan warna hijau cantik.

Aira berbinar. "Bener, Raave?"

Sang lelaki mengangguk. Tersenyum. Memandangi sang gadis dengan senang. Sambil menikmati Wagyunya.

Gadis itu mulai menyendok Kentang seukuran gigitan, dengan porsi lumayan banyak. Senyumnya terulas lebar. "Enak!!"pekiknya tertahan. Riang. Lalu menyendok lagi dengan semangat, sesekali memcomot potato wedges.

Ia juga heran sendiri. Sering kelaparan belakangan ini. Apakah efek si vitamin itu? Selain membuat tidur, juga membuat lapar?? Berarti intinya menggemukkan badan. Ia terkekeh sendiri. Yang benar saja!

"Kenapa,Ai? Kurang? Kupesankan apa lagi, maumu?" Raave membelai pipinya.

Aira menggeleng. "Cukup, terima kasih, Raave. Masih ada dessert juga kan?"

"Hm. Siapa tahu, masih kurang."

Gadis itu tersipu malu. Kentangnya sudah berpindah ke dalam perutnya, tanpa ada sisa sedikitpun di piring. "Maaf, jika merepotkanmu, aku sering lapar."

"Heii.. Jangan begitu, Ai. Tak masalah buatku. Bahkan jika kamu mau, kubeli Resto ini untukmu, agar kamu bisa makan kapan saja, semaumu." Raave mengerling lucu, membuat Aira tergelak. Diiringi sendawa kecil.

"Ups." gadis itu menutup mulut , malu. "Tak perlu begitu juga, Raave" Ia mengeluarkan obat dari tas. Mengambilnya beberapa butir, meneguknya bersama segelas air.

Raave sudah selesai dengan wagyunya. Menunggu dessert, sambil sekilas melirik ponsel. Beberapa notif pesan dari Gio dan rekannya. Juga email dari beberapa kolega.

"Ai, bagaimana sakitmu?"tanya Raave, menatap dalam sang gadis.

"Ya beginilah. Aku masih minum obat. Sudah beberapa minggu juga aku tak periksa lagi."

"Kenapa tak periksa lagi?"

"Aku tak merasakan keluhan apa-apa." Aira menyeruput jus nya. Dan menyuap Sorbet Lemon jahe yang baru diantarkan waitress, dengan riang.

"Perlu disuapi lagi, Mr Raave yang tampan?"tanya Aira, dengan nada suara yang dibuat buat. Karena memperhatikan si lelaki, yang hanya bengong saja mendengarkannya mengoceh.

Sang lelaki mengusap tengkuknya, disertai senyum malu.

Aira terkekeh, 'Bisa juga orang ini malu begini'gumamnya dalam hati. Gerakan Raave sudah cukup memberitahu Aira. Apa yang seharusnya dilakukan. Ia sendok sorbet mangga jeruk Raave, kemudian Ia suapkan ke mulut sang lelaki.

Hanya sesuap. Aira melipat satu tangan, sementara tangan lainnya kembali menikmati sorbetnya sendiri.

Sang lelaki sepertinya menunggu suapan berikutnya. Ia menopang dagu, matanya tak beralih, dari gadis yang diajaknya makan siang itu. Dinaikkannya alis tebalnya. Menunggu suapan Aira.

Sang gadis tahu, gelagat sang lelaki yang ingin disuapi olehnya lagi. Aira menyendok s

Sorbet Raave lagi, menyuapkannya. Hingga tandas. "Manja sekali, CEO Pranaja Tech hari ini, inginnya disuapi, tak mau makan sendiri"celetuk Aira. Meringis, menertawakan Raave yang merah padam wjahnya, karena malu.

Sorbet habis, Jelly dengan aneka buah datang. Satu piring besar. Ditata sedemikian rupa agar terlihat menarik selera.

Aira mengambilnya sepotong, menikmatinya dengan senang hati. Ia menyuapi Raave lagi. Beberapa potong. Sisanya dihabiskan oleh sang gadis yang kelaparan.

"Pulang yuk, Raave. Aku udah kenyang nih!" Aira bersandar, menepuk pelan perutnya.

Raave mengangguk, dengan senyum manis tersungging di bibir seksinya. Ia beranjak berdiri, mengulurkan tangan, menggandeng tangan Aira.

Mereka berjalan santai keluar dari Resto lumayan luas itu. Membukakan pintu untuk sang gadis ketika telah tiba di depan mobil.

Aira agak sungkan. Masuk dengan muka yang sedikit memerah.

"Raave, bersikaplah biasa saja padaku!" pintanya, kala sang lelaki sudah duduk di sisinya.

"Hm, aku ingin membuatmu senang."jawab Raave, tersenyum manis. Ia buka kancing kemejanya. Dasinya sudah sedari tadi lepas dan ia masukkan ke saku jas.

"Sudah bisa bersamamu saja, aku senang. Terima kasih."balas Aira. Senyumnya begitu penuh arti. Tertuju untuk sang lelaki.

Raave seolah kehabisan kata-kata. Luke yang bertindak sebagai sopir, melirik sang Tuan dari spion. Terkekeh.

Menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, Raave tersipu malu sekaligus kehilangan kekuatannya yang bak Raja Hutan. Hanya dengan dehemannya saja, semua Staff, Direksi akan tunduk. Apalagi jika dia sudah bicara panjang lebar. Tak ada yang berani menginterupsi. Tak seorangpun berani menatap mata hitamnya saat berbicara. Terlebih lagi menyela. Bisa tamat riwayatnya.

Sekarang, seolah seperti anak kucing yang senang, karena dibelai dan dielus pemiliknya. Betapa menggelikan. Luke geli memikirkan kenyataan ini.

'Dimana taringmu, Mr Raave?'batinnya heran, geli, tak percaya. Tapi sekaligus senang. Sang Tuan akhirnya bertemu dengan seorang gadis, yang bisa membuatnya bahkan tak akan berani, menampakkan taring di hadapan sang gadis.

Aira bisa sedikit melirik dada sang CEO yang bidang. Seolah mengundang. Hanya sedikit. Tercetak jelas dari tshirtnya yang berwarna abu-abu dan slim fit. Yang dikenakan Raave dibalik kemeja. Ia melongo sesaat. 'Heii, Aii.. Apa yang sedang kamu pikirkan..!!!' Ia mengingatkan diri sendiri.

Aira kembali ke BookShop. "Terima kasih makan siangnya, Raave." pamitnya sebelum keluar dari mobil.

"Sama-sama. Nanti kuhubungi."balas Raave dengan suara merdunya. Tersenyum. Membelai sekias pipi Aira.

Gadis itu menutup pintu mobil, sudah akan melangkah. Namun Ia mengetuk lagi si pintu, beberapa detik kemudian, Membukanya kembali, masuk, dan memberi kecupan dalam pada sang lelaki yang kaget.

Lupa, maaf. Hehe.."gumamnya pelan. Lalu melesat keluar.

Membuat Raave menahan nafas sesaat. Sambil mengusap lembut bibirnya, senyumnya terbentuk begitu sempurna.

**