Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 42 - THE OTHER GUY

Chapter 42 - THE OTHER GUY

"Mau kemana, Ai?"

Aira tersenyum, "Ke pantry, Sir. Cari sesuatu yang segar."jawabnya.

"Ehm.. Kurasa aku bisa menolongmu!" Louise mengulurkan tangan, bermaksud menggandengnya. Namun Aira sungkan, jadi hanya bisa mengucapkan "Maaf". Louise mengerti. Ia mempersilahkan sang gadis berjalan lebih dulu.

Mereka masuk ke mobil Louise. "Kita mau kemana, Sir?"

"Kita ngopi sebentar. Ada kedai kopi enak di dekat sini." Louise membawa mobil sendiri. Tanpa sopir. Bergegas melaju cepat.

Sampai di sebuah kedai kecil. Dengan gambar biji kopi dimana mana, dinding dalam, luar. Bahkan di kaca jendela. Pintu. Lantai abu-abunya. Tak luput dari sang biji.

Kesan cozy yang pertama kali terasa, kala memasuki ruangan dengan beberapa set sofa dan meja kayu. Liin aromatherapy kecil di tengah meja. Bagi yang tak suka, bisa langsung dimatikan. Tertulis di secarik kertas di dekat si lilin.

Aira duduk di sofa berbentuk bulat, berwarna kayu. Berhadapan dengan Louise. Lelaki itu memesan White Cappucino untuk Aira dan Espresso untuk dirinya.

"Jadi, wajahmu nampak muram. Ada masalah?" Lou mengomentari sang gadis. Mereka duduk di dekat jendela. Pemandangan kota terlihat sebagian. Sebagian lagi, hamparan padang rumput nan luas. Sedikit bunga-bunga liar kecil, tumbuh di antaranya. Seperti manik manik hiasan yang bertaburan.

"Tidak, Sir. Hanya kangen dengan orangtua. Hehe..."

"Hm, begitu. Mau kuantar ke rumah orantuamu?"

"Mereka di Semarang, Sir."

"Oh, kupikir di sini. Tapi tak masalah, Ai. Bisa sama sopir nanti."

"Tidak perlu Mr Lou. Malah merepotkan Anda. Saya baik saja. Anda sendiri, ada apa sebenarnya tadi?"tanya Aira penasaran. Beralih topik. Bisa repot kalau benar-benar diantar.

"Oh, hanya ingin mengajakmu merayakan kemenangan kami di kompetisi kemarin." ujar Lou terdengar puas.

"Wah, Selamat Mr Lou. Anda memang hebat!!"puji Aira tulus.

"Ah, Aira. Kami hanya ada di urutan kedua. Yang pertama tentu saja Pranaja Tech. Sang Juara bertahan beberapa tahun terakhir. Tapi itu sudah cukup bagus untukku." Lelaki itu memandang keluar jendela.

"Dan bukan hanya ini saja. Aku ingin mengajakmu Dinner nanti malam. Kamu bisa?" Lou mengalihkan pandangan pada Aira. Memasang wajah memohon. Dengan bonus tatapan dalam.

Aira diam. Ia bingung sebenarnya. Berpikir. Berpikir. Mau. Tidak. Mau. Tidak.

"Aku tak memaksa, Ai. Harapanku, kamu bersedia. Tapi jika kamu ada acara. Ya terpaksa. Ga apa apa."lanjut Lou. Melirik Aira. Tak henti berdoa dalam hati. Aira mau. Aira mau.

"Oke Mr Lou."jawab Aira akhirnya. Menyunggingkan senyum, sambil menyesap cappucinonya.

Lou terlihat sangat gembira. "Kujemput. Di rumahmu ya. Aku sudah tahu kelihatannya."

" Anda tahu?"

"Ya. Terima kasih, Ai"

"Sama sama Sir"

Aira dan sang lelaki melanjutkan kopi ditambah Croisant mozarella, Lou memilih Donat toping Coklat yang klasik. obrolan ringan mengiringi acara ngopi, Dibumbui Sedikit canda dan tawa.

Malamnya...

Aira sudah anggun dengan Lace Flare dress selutut warna silver, dihiasi bow belt cantik dan lengan lebar. Ia gerai rambutnya. Sedikit curly. Clucth dan stiletto. Cantik.

Louise melongo, Aira menghampirinya yang berdiri di depan mobil.

Lelaki itu mengerjap beberapa kali. Aroma Rockrose dan vanilla menyapu hidungnya. Ia bukakan pintu untuk Aira. Lalu berlari dan duduk dengan cepat di balik kemudi.

"Oh Anda bawa mobil sendiri, Sir?" Aira sedikit kaget.

Lou hanya mengangguk,tersenyum. Lidahnya kelu. Bibirnya masih bergetar. Dan akan jelek kedengarannya, jika Ia bicara. Ia fokus pada jalanan, berharap gugup yang dialaminya segera lenyap.

Sementara Aira sangat berharap tak bertemu Raave dan Ghina, dimanapun mereka berdua akan Dinner nanti. Nampaknya si lelaki CEO Pranaja itu kembali dengan cinta pertamanya. Yah benar kata orang, cinta pertama tak akan bisa dilupa.

'Huh!! Yang benar saja! Nyatanya aku bisa!'gerutunya dalam hati.

"Aira..?" Akhirnya Lou tenang juga. Menembalikan ketenangan memang memakan waktu.

"Ya?" Aira menoleh.

"Kamu sungguh mempesona malam ini."puji Lou. Suaranya semakin berat. Seolah mengungkapkan isi hati yang sejujur jujurnya.

"Terima kasih, Sir. Anda juga memukau seperti biasanya."

Lou tergelak. Tersipu malu, sebenarnya. "Menurutmu begitu, Ai?"

Aira mengulas senyum manis. Mengangguk.

Cukup lama mereka berjalan. 30menit lebih sedikit, akhirnya tiba di sebuah Resto mewah nan luas. Lou membelokkan mobil, mencari tempat parkir. Penuh. Sesak. Ada acara lain yang ternyata juga diadakan di Resto. Terlihat dari beberapa karangan bunga, yang terpampang di depan pintu masuk. Perayaan Pertunangan.

Lou dapat di paling ujung. Ia segera turun. Berniat membukakan pintu, namun Aira sudah lebih dulu membukanya sendiri. "Tak perlu, Sir"ujarnya, sungkan.

Lelaki itu melock mobil, melangkah santai di samping Aira. "Mr Lou, Anda tak punya seseorang yang dekat dengan Anda?" tanya Aira. Basa basi. Agar suasana tak hening saja. Halaman resto yang luas, memaksa keduanya berjalan sedikit jauh menuju pintu masuk.

Sang lelaki menunduk. "Ada, sebelumnya dia kekasihku. Tapi.. Dia tidur dengan lelaki lain dan aku memergokinya sendiri. Jadi, kami berakhir"balasnya

Aira menutup mulut. "Maaf, Sir. Saya tak bermaksud untuk..."

"Tak apa, Ai. Kamu bertanya, jadi kujawab"potong Lou. Merasa tak ingin terlalu detail membicarakan masalahnya.

"Iya, saya hanya heran kenapa Anda malah mengajak saya, jika memang punya seseorang yang dekat"

Sampai di pintu masuk, Lou sudah disambut Staff khusus Resto. Mempersilahkannya mengikuti sang Staff.

"Santai saja,Aira. Aku ingin mengajakmu, jadi yaa, begitulah"jawab sang lelaki. Menyunggingkan senyum. Ia dorong pintu, ruangan yang cukup luas yang asri. Ada beberapa orang di dalam. Pemandangannya indah. Taman bunga yang dhiasi lampu kristal warna-warni nan cantik.

Lou mengajaknya duduk di sofa besar dekat Taman.

"Pemandangannya indah.." Aira mengawali obrolan. Tapi memang benar-benar terkesan dengan cantiknya view taman.

Lou terpaksa beralih. Dari menatap Aira, menjadi memandangi taman bunga. "Kamu suka di sini? Aku dulu sering kesini bersama teman-teman, Ai."

"Oh ya? Iya memang indah Sir."

Makanan pembuka datang.. Sang Presdir sudah reservasi sebelumnya, jadi dia tinggal menunggu saja.

Aira mengambil sepotong Pie blueberry, menggigitnya. "Hm. Ini enak, Sir!"wajahnya tampak ekspresif, mengomentari betapa lezatnya si Pie, yang berwarna keunguan.

Lou menangguk, mengulas senyum yang dalam, menyesap air mineral di gelasnya. "Bagaimana denganmu? Apakah kamu punya seseorang yang dekat?"tanyanya. Lelaki itu melahap Pie Lemon dalam dua kali gigitan. Tersenyum.

Aira berhenti makan seketika. "Ya, ada Sir. Tapi hanya sebatas teman dekat saja. Tak sampai jadi kekasih." akhirnya Ia bicara.

"Tak sampai jadi kekasih?"

"He em. Hanya dekat saja."

"Tapi apa kamu punya perasaan padanya?"

DEG. jantung Aira berdegub kencang. 'Pertanyaan macam apa ini?' Aira mengambil nafas dalam. "Saya juga tak tahu, Sir!"

"Kamu tak mencari tahu?"

"Tidak, biar mengalir saja seperti air. Tinggal dijalani saja." Ia menatap sekilas sang lelaki, lalu melanjutkan Pie Strawberry.

Waitress yang mengantarkan Makanan utama, memandangi Lou dengan lekat. Hingga saat meletakkan loyang Pizza, tangannya gemetar. Lou menyadarinya, hanya tersenyum kecil.

Pizzanya masih hangat. Sepertinya baru matang. Nampak lezat dan unik, dengan sayuran yang lumayan banyak sebagai topping, menyembunyikan daging tebal di bawahnya.

Semangkuk Tomato Cream Soup, Raviolli jamur dan ayam. "Italiano!"lirih Aira.

Lou mengambilkan sepotong Pizza besar ke piring Aira. Berbisik lirih, "Pizzanya enak lho, coba deh!"

Aira mengangguk, langsung mengangkatnya dengan tangan, menggigitnya. Matanya berbinar, "Anda benar Sir. Ini enak sekali!" Ia tampak senang. Lahap menghabiskannya. Lalu mengambil potongan selanjutnya.

Lelaki di hadapannya, hanya terus memperhatikannya makan dengan gembira. Pandangannya tak beralih sedikitpun. Sesekali menyendok cream soupnya.

"Sir, Anda tak makan?"

"Gampang, Ai. Yang penting kamu makan saja. Aku kenyang, hanya dengan memandangimu makan lahap begitu"

"Oh maaf Sir. Saya terlalu rakus ya" Aira merasa sungkan. Terlalu senang dengan Pizza, jadi kalap. Lou memesan satu loyang lagi. Pizza yang berbeda varian.

Lelaki itu tergelak. "Heii. Jangan merasa begitu, makanlah!"

Aira mengambil botol obatnya, meneguknya bersama air mineral. Di sela makan.

Tentu saja, Lou bertanya. "Kamu minum obat? Kamu sakit?" wajahnya khawatir.

"Tidak, Sir. Hanya memang harus rutin saya minum setiap hari."balas Aira. 'Rasa rasanya, Lou akan bertanya dengan detail setelah ini. Lihat saja.'batinnya

"Minum obat rutin? Ya, kamu sakit. Tak mungkin kalau tak sakit, kamu minum obat, Ai"sergah Lou.

Aira menandaskan soupnya. Lalu menatap Sang lelaki. Mata abu-abunya. "Ya, saya sakit, Mr Lou. Saya harus mengkonsumsi obat-obat ini."

Ekspresi si lelaki berbeda dari sebelumnya. Sekarang khawatir, takut barangkali. Muram. "Boleh aku tahu, kamu sakit apa, Aira?"tanyanya gemetar. Menyiapkan diri mendengar hal terburuk.

"Kanker darah."jawab Aira singkat. Mengelap mulutnya.

Lou terkesiap. "Jadi saat kamu tak membalas emailku kemarin itu, sakitmu kambuh???"

Aira mengangguk. "Maaf Mr Lou. Saya jadi jujur masalah saya. Sebenarnya ini rahasia."lanjut Aira. Mulai menikmati Raviolli.

Pizza yang berbeda sudah ada di meja. Juga dengan asap yang masih mengepul.

Lou masih tak percaya, apa yang baru saja Ia dengar. Ia diam, termenung.

"Kenapa, Sir?"

Lelaki itu menatap Aira. "Bagaimana perkembangannya, Ai?"

"Ehm, masih di stadium tidak berbahaya."

Lou mendesah lega. Ia menyeberangi meja, membelai pipi Aira. Meraba keningnya. "Makanlah yang banyak!"bisiknya masih dengan suara bergetar. Entah bagaimana perasaannya , kalut.

Aira mencoba mencicipi sepotong pizza yang baru. Jamur dan keju, tomat, paprika, nanas. Penuh menjadi toping yang membuatnya berwarna-warni indah.

"Ini juga lumayan."komentarnya. Ia memandangi Lou yang sepertinya sedikit shock. Ia ambil sepotong pizza, menyuapkannya pada sang lelaki. "Sir, buka mulut anda!"ujarnya hati-hati. Tak ingin bersikap tak sopan.

Sang lelaki tampan kaget. Refleks membuka mulut. Menggigit pizza dalam potongan besar. Mengunyahnya dengan jantung berdebar tak karuan.

"Anda juga harus makan, Mr Lou!" Aira menyuapkan lagi pizza yang tersisa. Hingga habis. Tersenyum.

Hidangan penutup sepertinya sudah terlalu membuat Aira kenyang. Ia bersandar di sofa.

"Kenapa, Ai?"tanya Louise, heran.

"Saya sudah kenyang, Sir. Tapi datang lagi puding buah ini." dihembuskannya nafas panjang. Namun lalu menyantapnya juga. Terlalu sayang untuk dianggurkan begitu saja.

Lou mengulas senyum penuh arti. Menyendok pudingnya dengan semangat. Ia paling suka puding buah seperti yang dilahapnya sekarang.

"Aira...?" Lou menatap Aira yang sedang menyendok puding perlahan.

"Ya?" gadis itu mendongak. Sedikit kaget. Tatapan lelaki nomor satu di Lou Technology itu, bagai mengintimidasi.

"Maukah kamu jadi kekasihku??" Louise masih saja, dengan tatapannya yang tak berubah sedikitpun.

To be continued. ..