Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 26 - BOHONG

Chapter 26 - BOHONG

Raave calling...

Kesadarannya sedikit demi sedikit menurun. 'Aduh, pingsan lagiii!!'gerutunya sebal.

"Ya" suaranya terdengar lemas.

"Kamu baik saja?"

Kesadarannya semakin menurun. Gadis itu berusaha melawan. Ia buka matanya lebar. "Ya. Cuma lemes banget. Aku tutup Raave." Hhh....pengin pingsan rasanya. Aira bernafas cepat.

"Hei.. Aii..!!" call end. Gelap lagi.

Esoknya...

"Mba, Mba Aira pucat banget." Bu Wina duduk di tepi ranjang.

'Oh jangan lagiii...'batin Aira galau.

"Nak. Kamu baik baik saja? Aduh, pasti kecapekan kan. Nyetir sendiri." Ibunya masuk. Meraba keningnya. "Kamu demam, sayang."tatapnya khawatir.

"Ai gak apa apa kok Ma. Mungkin iya, kecapekan nyetir sendiri."

"Oke. Kamu istirahat aja sayang. Mama tinggal gak apa ya. Ada pertemuan dengan Editor, sayang. Papamu sudah berangkat ke kantor. Bu Wina dan Bu Weni jagain Aira Ya"pesan sang Ibu, yang memang sudah terlihat anggun, dengan blazer dan celana panjangnya.

Bu Wina mengangguk. Usai mencium kening Aira, Sang Mama keluar dari kamar. Lalu terdengar suara motor dihidupkan.

"Tak ambilin apa?" Bu Wina mengusap lengan Aira.

Si gadis menggeleng. "Susu aja Bu."

Asistennya mengangguk lalu keluar kamar.

Raave calling...

"Ya, Raave"

"Kamu baik baik saja?"

"Iya, kenapa?"

"Entahlah. Dari kemarin perasaanku ga bagus"

"Kenapa? Kamu di kantor?"

"Hm, suaramu aneh. Kamu flu?"

"Ga cuma agak demam."

"Sudah minum obat?"

"Sudah."

"Hm. Istirahatlah" ucap Raave. Suaranya agak sedikit berbisik aneh.

Call end

Aira bangun,. Diminumnya susu hangat yang ditaruh Bu Wina, di atas meja nakas. Lalu berbaring lagi. Memejamkan mata.

Hari kedua Aira di rumah orangtuanya, Ia sudah lumayan sehat. Ia ajak Papa dan Mamanya jalan-jalan, Berbelanja dan makan. Sengaja pagi menjelang siang, agar bisa sekalian makan siang.

Ayam geprek dan nasi. Juga telur dan tempe tahu. Kesukaan Aira. Ayah dan Ibunya tak terlalu suka pedas, jadi dipesankannya Capcay Seafood dan Ayam Koloke. Kebetulan kedainya bersebelahan.

Capcay kesukaan sang Ayah, Koloke ayam favorit sang Ibu.

"Ai, kamu membelanjakan kami sebanyak ini, ga masalah, Nak?"tanya Sang Ayah, sedikit khawatir.

"Ga masalah dong Pa. Yang jelas uangku sendiri, bukan dari Raaaave yang angkuh itu"celetuk Aira.

"Kamu begitu sebal dengannya?"

"Tidak. Hanya dongkol kadang-kadang"

Orangtuanya kembali tergelak. "Jangan begitu, nanti suka lho"sahut sang Ibu. Terkikik geli.

"Oh. Kamu ga main ke tempat temenmu? Ada yang nyariin kemarin. Ai"

"Siapa Pa? Temen sekolah?"

"Ga tahu juga. Katanya temenmu. "

"Oh, Yah malah Aira ketemu banyak temen Aira sekolah. Mereka di Surabaya juga. Jadi terus akhirnya reuni bareng rutin."Ceritanya.

"Oh masa? Kebetulan juga ya Nak. Temen apa?"

"SMP beberapa"

Keluarga kecil itu menandaskan makan, lalu menyeruput es campur dan es buah yang segar. Setelah itu pulang. Tak lupa, dibungkus untuk asisten di rumah.

Aira sebenarnya ingin makan di dalam Mall, namun Ayah dan Ibunya tak mau. Jadilah di kedai sederhana depan Mall.

Beberapa pasang mata menatap mereka kagum. Bukan orangnya, tapi mobil Aira.

Aira membuka kunci dengan ponsel. Jujur saja, Raave yang mengajarinya. Lalu membantunya memodifikasi. "Wah, mobilnya canggih. Model agak lama, tapi pasti udah modif." komentar beberapa lelaki yang pastinya, paham sekali mobil.

Aira mulai melaju. Sebenarnya ia jarang mengunci mobil saat di rumah. Daerahnya tergolong aman. Namun di sini, Ia hanya berjaga jaga.

"Ai, jangan boros boros. Uangmu ditabung" pesan sang Ibu. Tak henti mewanti wanti menyimpan uangnya agar ditabung saja.

Aira mengiyakan setiap pesan sang Ibu.

Di tengah jalan, Mr Suri menghubunginya. Memberitahukan laporan Bulanan yang telah dikirim ke emailnya. Juga menanyakan kondisi Aira.

Aira memeriksa email lewat ponsel, kemudian mengeceknya lagi dengan detail, lewat notebook setelah mereka tiba di rumah.

Ia tersenyum, mengirim email balasan pada Head Managernya itu. Kemudian Online Meet beberapa saat. Sambil melahap keripik kentang.

"Mba Aira pulang kapan?"tanya Mr Suri.

"Besok mungkin, Sir. Ada apa?"

"Tadi Mr Raave kesini. Dia mencari Anda."cerita Mr Suri.

"Oh iya, Sir. Saya sudah dihubungi olehnya."tegas Aira.

Aira membicarakan BookShop selama dia absen. Sang Head Manager berkata, sudah menyelesaikannya. Jadi tak perlu khawatir.

Usai berbincang sebentar, Aira mengakhiri Online meetnya, lalu membantu sang Mama membuat kue di dapur. Sementara Ayahnya menyelesaikan pekerjaan kantor yang sempat tertunda beberapa saat.

Sore itu, Aira, Mama dan Papanya bersantai di kursi taman, sambil menikmati kue yang dibuat siang tadi. Ditemani lemon tea yang segar.

Beruntungnya sang Ayah tak lagi menyinggung Raave. Karena Ia akan bingung menjawab.

"Aira pulang besok ya Ma, Pa. Ada sedikit urusan di BookShop" Aira meminta ijin lebih dulu.

"Iya sayang, kami mengerti. Oh iya. Saat kamu di Rumah Sakit dulu itu sebenarnya kenapa sayang?"tanya sang Ibu.

"Sedikit kecelakaan pas mau pulang ke rumah, Ma"bohongnya. Tak mungkin, Ia mengatakan diculik Anne. Dan Anne adalah teman dekat Raave yang cemburu padanya. Sangat tidak mungkin.

Memar dan bekas luka juga segala macamnya telah hilang. Nyeri punggungnya juga berangsur sembuh. Namun Ia tak akan lupa, kejadian menyakitkan itu. Padahal Ia hanya dekat dengan sang lelaki. Tidak ada hubungan sama sekali. Ternyata, harga yang ia harus bayar sangatlah mahal.

"Hati-hati lain kali, Ai. Berdoa dulu kalau mau jalan bawa mobil." pesan sang Ayah.

Aira tersenyum. Mengangguk.

"Ah, tiga hari kamu disini, hanya seperti tiga menit, sayang. Kamu sudah mau pulang aja."celetuk sang Ibu. Terlihat sendu.

"Ma, kalo aku luang, Aku pulang lagi kan. Oh, sopir Papa kemana?"

"Mengundurkan diri, Ai. Dia nemani istrinya sakit, katanya. Istrinya sakit berat."cerita Tuan Harsena.

"Kanker?"

"Iya. Kanker darah. Stadium lanjut. Sudah berulang kali kemo, tapi kayaknya harus operasi transplant sumsum"tambah Sang Ibu.

DEG. Aira diam seketika. Mengusap rambutnya.

"Kasihan Nak. Ibu juga beberapa kali jenguk sama Ayahmu, sama teman juga. Kondisinya lemas banget gitu. Kayak tanpa semangat dan daya."cerita Nyonya Harsena lagi. Terlihat sedih.

"Iya, semoga cepat sembuh ya Ma. Kasihan" Suaminya menimpali.

"Amiinn. Nak, kok diam?" tanya Ibunya. Memperhatikan Aira yang sedikit menunduk. Diam membisu.

"Gak apa, Ma. Keingat masalah BookShop."

"Kenapa?"

"Ada yang belum selesai Ma. Ya, udah sih tapi belum tuntas gitu" bohongnya. 'Maaf ya Ma, Pa. Jika aku sembunyikan ini dari PapaMama. Aira ga ingin kalian khawatir dan kepikiran.'batinnya gundah.

Menjelang gelap, mereka masuk ke rumah. Menonton TV bersama. Aira bersandar di sofa. Bermain ponsel. Raave tak menghubunginya sejak tadi pagi. Saat ia balik telepon, ponselnya tak aktif.

'Sibuk pasti'pikir Aira.

Hingga malam, menjelang tidur. Raave tak juga menampakkan diri. Ponselnya masih tak aktif. Tak juga dialihkan ke Gio.

Akhirnya Aira cuek. Santai, tak terlalu dipikirkan. Ia memejamkan mata malam itu, dengan pikiran masih tentang orangtuanya. Yang tak ia beritahu soal sakit yang dialaminya.

Tak tega sebenarnya. Namun gadis itu lebih tak tega lagi, jika orangtuanya khawatir dan berpikir terlalu dalam mengenai sakitnya.

Selama di rumah sang Papa, Ia menyembunyikan rapat dan rapi semua obat dan mimisan. Segala macamnya.

Tak sadar, gadis itu tertidur sendiri. Nyenyak. Ini malam terakhirnya di kamar ini. Sebelum kembali ke Surabaya, esok hari.

Kediaman Pranaja

"Mr Raave..?" panggil Gio dari luar pintu. Sambil mengetuknya.

Tak ada jawaban. Ia beranikan diri mendorong si pintu kamar. Tak bisa. Dikunci.

Gio bertanya pada asisten rumah Raave. Kata mereka, sang Tuan tidak keluar kamar sejak pulang kantor hari sebelumnya. Sekretaris pribadi Raave itu meminta kunci cadangan.

"Tuan Gio. Kunci kamar Tuan Raave kan sinkron otomatis di ponselnya. Tak memakai kunci fisik."jawab sang asisten.

"Hm. Oke matikan listriknya. Matikan jaringan internet dari pusat"perintahnya tegas.

Semua Staff khusus berkumpul di depan kamar sang Tuan muda, setelah listrik dan jaringan internet off. Gio berencana mendobraknya.

Ia mendorong pintu bersama-sama dengan Staff. "Mr Raave..!!"teriak Gio. Masih hening. Tak ada suara apapun.

BRAAKKKK....

Pintu terbuka paksa. Gio segera mengelilingi kamar luas sang Tuan. Di ranjang tak ada. Jendela terbuka. Namun sang CEO tak ada dimana-mana. "Mr Raave...!!!"

Semua Staff sibuk mencari. "Mr Raave..!!!"

Teriakan-teriakan itu seolah tak ada artinya.

Gio panik. "GOD. Please. Mr Raave..!!!"

"Tuan Giooo..!!"teriak salah satu Staff. Ia mencari sumber suara. Kamar mandi! Lelaki agak tambun itu berlari kesana. Tercekat.

Sang Staff berusaha mengeluarkan Raave dari Bathtub. Sang lelaki memejamkan mata. "Kenapa, Mr Raave?"tanya Gio. Masih panik.

"Saya tak tahu, Sir. Saya menemukannya tenggelam di bathtub. Airnya penuh tadi. Meluap."terang si Staff.

Mereka segera melakukan pertolongan pertama. Memompa jantung Raave. Tiga kali, Raave terbatuk, memuntahkan banyak sekali air. Lalu mengerjap bingung. Bangun.

"Mr Raave. Anda kenapa sebenarnya?"tanya Gio khawatir.

Raave memijat kepalanya. "Entah G. Aku hanya berendam, lalu aku tak tahu apa yang terjadi."jawab Raave lemas. Para Staff membantunya keluar dari kamar mandi. Menutupinya dengan handuk tebal. Raave bertelanjang dada, hanya memakai celana pendek.

"Aku akan berpakaian." Raave masuk lagi ke kamar mandi. Membawa pakaian.

Lelaki itu keluar, berjalan dengan limbung. Terhuyung lalu ambruk, beruntungnya di tangkap oleh salah satu Staffnya. Gio kembali menatap sang Tuan khawatir.

Raave dibaringkan di ranjang. Sementara Gio memanggil Dokter Pribadi keluarga Pranaja, yang segera tiba dalam waktu singkat.

"Gimana, Dok?"tanya Gio.

Dokter menggeleng. "Kondisi tubuhnya baik, tak ada masalah apa apa. Kelelahan dan stress, saya rasa."jawabnya.

Gio menerima resep dari Dokter. Lalu mengucapkan Terima kasih. Sang Dokter pamit, diantar oleh Staff.

Gio menatap Tuannya sedih. "Anda kenapa, Mr Raave?"lirihnya. Ia duduk di sofa. Meminta salah satu Staff menebus resep.

Beberapa saat kemudian, Raave bangun. "G..?"

Gio langsung menghampiri sang lelaki. "iya Tuan. Anda harus banyak istirahat"ujarnya.

Raave bangun, bersandar di kepala ranjang. "Aku kenapa, G?"

"Anda kelelahan dan stress, Tuan"

"Kelelahan? Biasanya aku tak begini jika kelelahan. Stress? Apa yang kupikirkan?"bantah Raave bingung.

Gio memandangi Tuan besarnya dengan sendu. "Saya tak tahu anda memikirkan apa."

"Aku tak memikirkan apa-apa. Biasanya juga sesibuk apapun atau sepadat apapun, fine aja. Kamu juga tahu sendiri"

"Iya. Memang begitu. Lalu kenapa seperti ini sekarang? Nona Kylie? Anda memikirkannya mungkin?"

"Untuk apa memikirkannya!! Ah ya sudahlah G. Aku akan tidur. Tolong atur lagi jadwalku." Raave kembali berbaring. Memejamkan mata.

Gio mengangguk. Membuka notebook. Juga agenda Rave. Tak sengaja membaca sebuah tulisan di folder,

When you fall in love, You'll never stop