Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 21 - JATUH CINTA

Chapter 21 - JATUH CINTA

PRANAJA Office

Raave pulih dengan cepat. Kndisi tubuh yang prima, membuatnya Hanya tiga hari di Rumah sakit. Ia kembali disibukkan sebagai seorang CEO yang bertanggung jawab terhadap jalannya Perusahaan.

Lelaki cool itu berjalan ke ruangan. Penampilannya pagi ini beda dari biasanya. Ia hanya mengenakan Kemeja kerah shanghai hitam, dengan dua kancing terbuka paling atas. Celana panjang abu-abu muda, sepatu. Tanpa suit lengkap seperti biasanya.

Staff perempuan yang dilewatinya seolah takluk pada ketampanan Pimpinan mereka. Belum lagi otot bisepnya yang sedikit tercetak dari balik kemeja.

Ia berjalan cepat dengan Gio di sisinya.

"Tuan, ada beberapa pertemuan yang ditunda. Mr Edo, Mr Zhan dan Nona Kim"

"Hm, jadi?"

"Hanya meeting dan berkas-berkas ini" jawab Gio. Menutup agenda.

"Oh, Sir. Lupa. Dan ini, khusus untuk Anda" Gio menyerahkan sebuah paperbag daur ulang yang unik.

Raave menerimanya, membukanya. Tersenyum lebar.

'Morning, Wish you always do the best' kata -kata yang menghangatkan hati Raave. Ia santap Sandwich telur dan keju favoritnya. Kemudian susu yang masih hangat.

"Dimana orangnya?"tanya Raave. Menjilati jari.

"Ehm. Entahlah. Saya hanya dititipi ini sama pak Satpam rumah, tadi"balas Gio.

Raave menghubungi seseorang.

"Halo"

"Hm. Di rumah?"

"Tidak"

"BookShop?"

"Tidak juga"

"Jalan sama Zii?"

"Zii bekerja"

"Lalu dimana?"

"Di hatimu. Ups."

Raave tersenyum. Ia usap-usap tengkuknya. Tersipu. Lelaki itu berdiri. Berjalan menuju jendela. Tak ingin Gio melihat binar senang di matanya.

"Halo? Maaf tadi bercanda"

"Tidak bercanda juga tak apa apa" 'Sialan!! gadis ini membuatku salah tingkah!'batin Raave gusar.

"Thanks for the sandwich"lanjut Raave.

"You are welcome. Sudah di kantor?"

"Belum."

"Di rumah?"

"Tidak juga"

"Oh perjalanan? oke kalau begitu. Biasanya ada hal penting. Maaf ganggu. Tutup saja Raave" Aira mengakhiri pembicaraan.

"Heiii.. Kamu tak tanya aku dimana lagi?" 'Dasar Raave bodoh, gagal meniru Aira!'umpatnya.

"Ya aku tak ingin mengganggumu, jadi.. Selamat bekerja."

"Ok. Take care ya" call end.

Raave geleng-geleng kepala. Tertawa kecil. Ia duduk lagi di kursinya. Memeriksa tumpukan tinggi dokumen yang entah milik siapa saja.

Ia bubuhkan tanda tangan di sana. Masih dengan senyum yang tak hilang. Malah semakin mengembang.

Rumah Aira

"Ai. Gimana jadinya?" Zii bertanya. Ia ke rumah sang sahabat pagi itu.

"Hei, ga kerja kamu, Zii?" Aira kaget. Ia baru selesai mencuci piring bekas sarapan. Zii muncul begitu saja.

"Ga. Aku cuti. Ngantar Adnan check up nanti siang. Pikirku dari sini langsung"balas Zii.

Aira mengajaknya duduk di ruang TV. Menyodorkan toples kotak berisi sus kering coklat.

"Jadi?" Zii penasaran. Ia comot si sus dan segera masuk mulut.

"Ga ngerti. Dia perhatian padaku, menghubungiku setiap pagi dan malam. Kadang kirim pesan. Kirim makanan. Kesini. Aku dipeluk,..ehm.."

"He kissed you??!!" Zii mendelik lucu.

"Ssshhh.. Kenceng banget suaranya?" Aira membekap mulut Zii.

"He kissed you??"

"Yes. Yeah that's all"

"Ga ada kata kata, 'maukah kamu jadi kekasihku, Ai?' gitu?" Zii semakin senang. Seolah bergosip dengan bahan gosip temannya sendiri.

"No. Yah terserahlah. Aku hanya ngalir aja. Dia mau gimana, terserahhh"

"Tapi kamu suka padanya?"

" Yah sekedar kujalani, Zii."

"Takutnya kayak penculikan kemarin, Ai" Zii mengingatkan.

"Yeah. Aku tahu. Semoga tidak."

"Semoga saja. Kuharap kamu bahagia" Zii mengusap lengan Aira.

Aira menatap sahabatnya curiga. "Aku mau tanya,"

"Apa itu?" Zii kembali mengambil sus kering. "Enak nih!!"komentarnya.

"Kamu suka sama Adnan?"tanya Aira.

Zii terbatuk pelan. Meminum lemon tea hangat yang disiapkan Aira di depannya.

"Pelan kalo makan. Jangan sambil mikirin Mas Adnan. Hm?" Aira menggoda Zii.

Zii tertawa kecil. Pipinya merona. Terlihat jelas di kulitnya yang bersih. Ia diam. Lalu menatap sahabatnya. Dalam.

"Ziianita??" Aira memanggil nama lengkapnya.

"Oke oke. Fine. Yes I like him!!" Zii akhirnya jujur.

Aira tergelak. "Eh ga ada tambahannya kan? "Oke oke fine. Thank you. Tapi yakin cuma buat aku dan Raya?" "candanya. memparodikan sebuah Film yang viral.

Zii terbahak. Memegangi perut. "Ga dong Ai. Hahahahhhh. Kamu ini..."

Aira dan Zii menandaskan sus kering di dalam toples. Sambil terus berbincang ringan.

Bu Wina kembali dari pasar. Membawa beberapa cemilan juga. Langsung ia serahkan pada Aira.

"Makan siang di sini sekalian ya?"ajak Aira pada sahabatnya.

"Ga bisa kayaknya. Aku nganter Adnan jam sebelas."jawab Zii. Melahap kue lapis dari Bu Wina. "Enak nih!!"

"Kamu mah, apa aja enak. Ya kan??" celetuk Aira geli. Mengunyah risolesnya. Aira jadi suka makan cemilan. Mungkin karena proses pemulihannya. Juga obatnya yang sedikit banyak membuatnya lapar.

Zii tergelak. Menghabiskan lemon tea dengan sekali teguk. "Eh kita jadi kan, jalan dua hari lagi?" Zii mengingatkan.

"Iya. Tapi sehari kan. Soalnya besoknya aku mau ke tempat PapaMama."ujar Aira. Mengumpulkan sampah plastik di satu kantong.lalu membuangnya.

"Iya siip. Eh apa sekalian jalan-jalan aja ke tempat orangtuamu. Eh tapi udah booking, ga bisa cancel, Ai" Zii menggaruk kepala.

"Iyaa. Ga apa kok. Aku di sana juga paling cuma dua tiga hari"

"Jangan lupa bawa obat, Ai. Jangan kecapekan" pesan Zii.

Aira mengacungkan jempol. Kedua sahabat itu mengobrol ringan hingga tak terasa, Sinar matahari sudah mulai tinggi.

Zii melirik jam. Lalu berdiri. "Aku pamit ya Ai. Kamu jaga kesehatan ya." Ia usap lengan sang sahabat. Sebelum melangkah keluar.

Aira mengantarkan gadis itu hingga masuk mobil. Melambai dan mengamati mobil sahabatnya hingga menghilang di tikungan.

Ia kembali ke ruang TV. Berbaring nyaman di sofa.

Raave calling...

Aira tersenyum. "Ya"

"Hai. Kamu sibuk?"

"Iya, sibuk"

"Kamu di BookShop?"

"Tidak. Aku di rumah."

"Lalu sibuk apa?"

"Sibuk berjalan-jalan di pikiranmu. Heheh.. Asek... " Aira terkekeh geli. Hingga menutup mulutnya. Bu Wina menatapnya sambil geleng-geleng kepala. Ia membayangkan bagaimana ekspresi sang lelaki di sana.

"Halooo..." panggil Aira.

"Ya" suara Raave terdengar sedang tersenyum malu, jika Aira tak salah.

"Kamu sendiri tidak sibuk? Katanya hari ini jadwal padat?"

"Semua ditunda. Jadi agak luang"

"Begitu. Jadi.. Apakah aku mengganggu?"

"Kenapa selalu tanya begitu?"

"Maaf"

"Sudah makan?"

"Belum"

"Mau makan siang denganku?"

"Maaf, Bu Wina su..."

Bu Wina segera menghampiri Aira.

"Udah gak apa-apa Mba. Mau makan siang sama Mas Raave ya? Ga apa-apa, iya. Mba Aira mau Mas.!!"

"Heiii...!!"protes Aira.

"Hm. Oke. Tunggu jemputanku"

Call end.

"Buu.. Tapi kan Bu Wina udah masak."

"Ga masalah. Bisa untuk nanti malam kan. Gampang. Udah siap siap. Sebentar lagi jemputan datang" Bu Wina mendorong Aira ke lantai dua. Tertawa kecil.

Beberapa menit kemudian Aira siap. Begitu manis dengan short pants, tshirt yang pas di tubuhnya. Ditutup cardigan oversize. Panjang dan besar. Rambutnya digerai begitu saja. Sudah agak panjang. Melewati bahu. Tampak serasi dengan kulit langsatnya.

"Permisi.." seorang pria berdiri di ambang pintu. Berpakaian formal. Menunduk sopan.

"Oh Hai Luke!!" sapa Aira riang. Ia sambar tas selempangnya, pamit pada Bu Wina dan segera mengikuti sang sopir yang telah berjalan lebih dulu.

Ia bukakan pintu untuk sang Nona. Luke sedikit terpana dengan Aira. Sang gadis masuk ke mobil. Duduk nyaman di belakang. "Raave dimana ,Luke?"

"Sudah di Resto, Nona."jawab si sopir. Mulai melaju kencang.

"Maaf Luke, ini tidak ada Tuan dan Nyonya Pranaja kan?"tanya Aira bimbang. Yang benar saja. Pakaiannya.

"Tidak Nona, Tuan dan Nyonya besar pergi ke luar negeri. Liburan panjang."jelas Luke.

Aira mengangguk. Ia mainkan ponsel. Sambil sesekali mengamati jalan di luar jendela mobil.

Luke melambat, setelah 30menit perjalanan. kemudian berbelok ke sebuah Resto. Bangunan modern dengan warna kayu yang mendominasi. Aira keluar dari mobil setelah Luke parkir. Ia pakai kacamata hitamnya. Lalu berjalan mengikuti sang sopir. Beruntungnya ia pakai flat shoes. Resto yang nampaknya formal.

Namun saat Aira masuk ke dalam, ia lega. Banyak juga yang seperti dirinya. Mungkin karena siang hari. Luke masih terus berjalan. Berbelok ke sebuah sudut outdoor, dengan tanaman merambat menghiasi dinding dan sekitarnnya.

Ia masih berjalan, lalu Luke berhenti. Juga di sudut outdoor dengan langit terbuka, hanya dihiasi tanaman hijau menjuntai di atas.

Raave duduk di salah satu sofa. Memainkan ponsel. Berulang kali melirik pintu dan kanan kiri. Luke mempersilahkan Aira untuk menghampiri sang lelaki.

Aira mengangguk, melangkah santai. Dadanya yang penuh, kakinya yang kuning mulus terpampang, saat ia berjalan.

Raave menatapnya terpana. Melongo selama beberapa detik.

Aira duduk di depan sang lelaki. "Hai, Raave" sapanya. Melepas kacamata hitam. Melipat tangan di atas meja. tersenyum kecil. Memandangi lelaki yang bengong di hadapannya.

Aira melambaikan tangan. Mendekat. "Kamu baik saja"tanyanya.

Raave kaget. "oh maaf. Im okay. Kita langsung makan saja."

"Oke."

Raave telah mereservasi Resto sebelumnya, jadi tinggal menunggu pesanannya datang. Ia sedikit linglung.

"Kamu tampak beda siang ini" Raave berkomentar. Menatap dalam sang gadis. Juga melipat tangan di atas meja.

"Hm. Masa? Kurasa sama saja."balas Aira.

Makan siang mereka datang. Sang waitress menatap Raave tak berkedip. Sembari menata makanan di atas meja.

"Terima kasih" ucap Raave.

"Apa yang membuatku beda?"tanya Aira kepo.

Raave memang tak bisa melihat kaki mulus Aira saat ini. Namun tadi?

"Your short, maybe"jawab Raave. Memotong Wagyunya. Segera masuk mulut. Potongan besar. Lapar?

"Oh. I see. Apakah itu mengganggumu?"

"Tidak sama sekali." Raave mengunyah potongan kedua. Mengerling pada Aira.

"Terima kasih." Aira memotong Salmon Grillnya. Menatap Raave yang makan dengan lahap. Wagyu Beef dan Salad.

Raave yang telah lebih dulu selesai, bersandar di sofa. Memandangi Aira makan. Dan terkikik geli, saat gadis itu menyuap potongan besar terakhir ke mulutnya. "Ah, kelamaan. Sekalian!"gumamnya lirih.

Mulutnya penuh. Pipinya menggembung kanan kiri. Dengan gerakan mengunyah cepat, segera ia telan. Malu, terus menerus diperhatikan oleh Raave.

Lelaki itu memesan segelas White Wine. Di samping Virgin Mojito.

Sedangkan Aira senang, hanya dengan Apple Mint Iced Teanya. Dan air mineral, untuk minum obat.

"Kamu selalu minum Wine?"tanya Aira. Memperhatikan Raave yang menggoyang gelas perlahan.

"Hm. Ya jika sedang ingin"

"Bukankah itu tak baik untuk kesehatan?"

"Hm. Tapi saat aku meminumnya, seolah perasaanku tenang. Tidak setiap hari juga" Raave memandangi gelasnya.

"Bisa menimbulkan kecanduan." celetuk Aira lagi.

"Ya, memang benar."

"Jadi ingat sesuatu"

"Hm, apa itu?"

"Jatuh cinta. Saat kamu sudah jatuh cinta, kamu tak akan bisa berhenti begitu saja." balas Aira lagi. Ia lap mulutnya, menyesap habis minumannya. Dengan mata menatap dalam Raave, yang juga memandanginya.

wait for the next...