Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 12 - CLBK (CINTA LAMA BERAKSI KEMBALI)

Chapter 12 - CLBK (CINTA LAMA BERAKSI KEMBALI)

Suasana kompleks Perumahan Aira cukup ramai hari ini. Ada pembangunan Unit baru di sebelah kompleksnya. Maklum saja Kompleks Green Terrace, Perumahan tempat Aira tinggal, terletak di kawasan perkotaan yang cukup strategis. Dekat dengan Swalayan, Sekolah, tempat Ibadah.

"Mba Aira. Dengar-dengar kemarin sakit. Udah baikan?"tanya seorang wanita paruh baya, ramah. Bu Salim. Tetangga dekatnya, yang kebetulan lewat. Rumahnya berada di kanan rumah Aira. Jarak 2 rumah.

Aira tersenyum. Mengangguk. "Iya Bu, sudah baikan. Alhamdulillah." ia duduk santai di teras rumah bersama Bu Wina. Memandangi beberapa pria yang berjalan rombongan. Pekerja proyek yang briefing dulu di kantor, yang letaknya di blok Aira tinggal.

"Mau kemana, Bu Salim?"tanya Aira berusaha sopan.

"Mau lihat bentuk rumahnya, Mba. Kayaknya lebih bagus dari yang kita tempati ini"jawab beliau. Tersenyum. Kemudian pamit pergi.

Pembangunannya memang sudah direncanakan jauh hari. Aira sudah mendengarnya. Dan kabarnya, didanai penuh oleh seorang Investor, dari kota ini juga.

"Mba Aira mau lihat juga?"tanya Bu Wina.

"Ga ah Bu. Males. Pasti sesak, banyak orang."jawab Aira. Terkekeh.

Merekapun melanjutkan acara minum teh di sore yang hangat itu.

Aira sudah membaik dan hari ini ia kembali sibuk di BookShop. Mr Suri sampai takut saat Pimpinannya itu menampakkan diri di kantor.

Menyuruh Aira pulang dan istirahat saja. Namun sang gadis meyakinkan sang Head Manager, bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Saya merasa bersalah, Mba, saat Mba Aira bilang sakit, setelah kita muter Branch kemarin itu"ujar Mr Suri, galau.

Aira tersenyum kecil. "Maaf, Sir. Tapi jangan merasa begitu. Memang saya yang terlalu rapuh."balas nya. Menepuk pundak sang lelaki.

Akhirnya, Aira sibuk lagi. Membantu Mr Suri memantau BookShop.

"Mba, Mr Raave udah agak lama ga pesan buku lagi, ya?"

"Iya, Sir. Sibuk katanya.belum sempat ngurusi donasi lagi. Dan katanya mau donasi Bahan makanan pokok. Bukan buku."jawab Aira. Mengarang alasan.

Mr Suri mengangguk mengerti. Menatap Aira yang seperti menyembunyikan sesuatu. "Mba Aira baik saja?"

"Ya, Sir." balas gadis itu santai. Mereka berbincang sejenak sebelum akhirnya lelaki itu pamit kembali ke ruangannya. Flashback end

Aira mengobrol seru dengan Bu Wina. Dan terkejut, ketika seseorang menyapanya ramah. "Sore, Ai" seorang lelaki. Ia kenal suara ini.

Aira menoleh. Tersenyum, menutupi rasa kagetnya. "Sore juga, Al" Aira berdiri. Menyambut sang lelaki yang telah lebih dulu merentangkan tangan. Memeluknya sekilas.

"Apa kabar, Ai?"tanya sang lelaki.

"Baik. Kamu sendiri? Long time no see, Al. Kamu ngurusi proyek?" Aira mempersilahkan lelaki itu masuk ke rumah dan duduk, sementara Bu Wina ke dalam.

Altan Deniz, Lelaki tak terlalu tinggi, namun posturnya tegap dan kekar. Dengan rambut berpotongan Undercut. Tipis di samping dan belakang, tebal di bagian depan. Tampak segar dan tampan. Kulitnya yang bersih dan putih menambah nilai plus Lelaki yang dipanggil Al oleh Aira itu.

Mereka duduk di ruang tamu. Bu Wina membawakan teh lemon dan beberapa makanan kecil, untuk menemani sang tamu berbincang dengan Nonanya.

"Kamu sekarang sama siapa, Ai?"tanya Al, setelah menyesap minumannya. Menatap Aira.

Aira tersenyum, "Ga sama siapa-siapa, Al. Mau fokus sama BookShop aja dulu"jawabnya enteng.

Altan tertawa kecil, "Bukan karena kamu ga bisa melupakanku, kan?"

Sang gadis tergelak. "Tentu saja ga, Al. Lagipula udah lama banget kan itu,. Kamu sendiri? Jadi sama Model itu?"

"Hahahahhh.. Ga Ai. Itu cuma formalitas kok."

"Maksudnya?"

"Formalitas di depan orang orang itu. Sejujurnya, dia bukan apa apaku. Hanya kenalan biasa."jelas Altan. Masih menatap dalam Aira.

"Jadi, dulu aku hanya salah paham?"

Altan mengangguk. "Maaf kalau dulu aku tak sempat memberi kamu penjelasan."

"Tak masalah, Al." Aira tersenyum manis. "Oh lalu bagaimana proyekmu, Al? Wah tambah maju ya sekarang?" Ia alihkan pembicaraan.

Altan tertawa renyah, menunduk sekilas. "Ya, aku berusaha sekuat tenaga memajukan usaha properti ini. Dan untuk proyek ini, ada seorang investor yang mendanai penuh, jadi lumayanlah."

"Katanya orang sini juga, Al?"

"Iya." Altan masih memandangi lekat gadis di hadapannya, yang tersenyum manis padanya. Senyum yang sama, dengan 2tahun Lalu. Saat sang gadis masih bersamanya. Flashback on

Kisah asmara kilat, berawal dari potongan harga berakhir jadi kisah cinta.

Sebenarnya bukan kilat. Altan telah lama memperhatikan Aira, sejak gadis manis itu datang pertama kali melihat-lihat rumah. Ia yang kebetulan ada di kantor, melayani Aira langsung.

Aira yang saat itu baru bertanya tanya, berjanji akan kembali lagi.

Altan yang entah bagaimana terpesona pada pandangan pertama, mencari informasi tentang sang gadis pemilik BookShop.

Beberapa hari setelahnya, Aira kembali memastikan rumah yang telah ia pesan.

Sang lelaki yang jatuh cinta pada pandangan pertama, langsung memberikan potongan besar bagi sang gadis pujaan hati. Selain itu jika Aira ingin membayarnya beberapa kali, Altan tak mempermasalahkan.

Aira senang bukan main, dan menyetujui begitu saja permintaan Altan untuk menjadi kekasihnya. Mereka sama-sama senang.

Altan senang karena Aira menerimanya.

Aira senang karena mendapat harga bagus untuk si rumah. Alasan yang berbeda, namun sama-sama menciptakan bahagia.

Kisah kedua sejoli itu bertahan cukup lama, sebelum akhirnya, Aira dibuat patah hati oleh Altan sendiri. Padahal ketika itu, ia sudah jatuh cinta juga dengan sang lelaki.

Altan dengan lantang berkata pada awak media, yang saat itu sedang meliput Perumahan Green Terrace, bahwa kekasihnya adalah gadis cantik di sampingnya. Seorang Model papan atas Kota Pahlawan.

Aira yang melihatnya lewat channel TV lokal shock, kecewa. Patah hati. Segera ia menghubungi Altan, meminta penjelasan, yang sayangnya tak digubris oleh si lelaki.

Sakit hati, marah, stress, Aira akhirnya melunasi pembayaran rumah yang sebenarnya masih bisa dibayar 3kali lagi. Ia membayar dengan harga normal. Tak ingin berhutang budi.

Altan shock, berusaha bicara pada sang gadis. Namun rupanya memang kisah mereka harus berakhir. Flashback end.

Aira melambaikan tangan di depan sang Kepala Pemasaran. "Al, kamu baik saja?"tanyanya. Khawatir dengan lelaki yang hanya termenung itu. Menatap kosong.

Altan mengangguk dan tersenyum. Mengusap tangan Aira perlahan. "I'm okay, Ai."

Ponselnya berdering.

"Ya, Sir. Oh Anda ingin melihat pengerjaannya besok? Oke silahkan. Dengan senang hati saya akan mendampingi." Altan menjawab seseorang yang menghubunginya.

"Baik, Sir."lanjutnya, menutup pembicaraan.

Altan menatap Aira, "Investor yang mendanai Ai. Besok mau ngecek pembangunan" jelasnya tanpa ditanya.

Aira tersenyum dan mengangguk.

Lelaki bermata sipit berdiri, usai menandaskan minumannya. "Aku pamit ya Ai. Besok harus udah standby pagi sekali"pamitnya.

"Iya, Al. Hati-hati ya. Semoga sukses."balas Aira, masih dengan senyum manisnya.

Altan mengusap lengan sang gadis sebelum akhirnya pergi.

Aira menutup pintu dan mulai menyalakan lampu. Karena hari sudah gelap. Ia beresi cangkir dan piring kue di meja, menaruhnya di dapur. Bu Wina sedang mandi. Jadi ia langsung cuci si cangkir dan piring yang hanya satu buah.

Setelahnya, Gadis itu naik ke lantai dua, ke kamarnya. Membersihkan ranjang, dan sekitarnya. Kemudian mengambil novel di rak sudut ruang. Membuka jendela dan membaca di sana. Tenang dan damai. Hingga malam semakin dalam.

Esoknya...

Aira bersiap ke BookShop pagi pagi sekali. Setelah sarapan, Gadis itu segera berangkat. Masuk ke mobil dan melaju santai.

Di tengah jalan, ia bertemu Altan. Berjalan kaki sendirian. Aira berhenti, menawarkan diri mengantar sang lelaki menuju tempat proyek.

Altan tersenyum senang, dan bergegas masuk ke mobil. Hanya berjarak beberapa ratus meter. Mereka sampai. Di tempat proyek. Masih berupa lahan kosong dengan berbagai bahan material yang mengelilinginya.

Aira menahan nafas sesaat. Beberapa mobil terparkir di dekat proyek. Ia mengenal salah satunya. MPV milik Raave. Mengkilap seolah habis dipoles dengan cermat.

Dan...

Sang empunya mobil berdiri di sana. Bersedekap. Berkaca mata hitam. Hanya mengenakan kemeja kerah Shanghai yang ditekuk lengannya. Menawan dan mempesona. 'Oh apa yang kupikirkan?' ia menggelengkan kepala pelan. Berusaha tetap fokus.

Aira berhenti di samping mobil Raave. Altan langsung turun sambil bergumam pelan. "Aduh, Bos udah datang. Ai, makasih banget ya"ujar Altan tergesa.

"Sama sama, Al" Aira memutar kemudi. Berharap segera pergi dari sana, karena ia tahu Raave menatap dalam ke arahnya. Sudah tentu hafal betul dengan mobilnya.

Dalam perjalanan ke BookShop, Aira terus kepikiran sang CEO. "Jadi Raave si Investor itu?"bisknya lirih. 'Apa yang kupikirkan. Apa aku mulai merindukan Raave?'batinnya gelisah. 'Mungkin iya, aku mulai rindu padanya, suara merdunya. Sikapnya yang kadang cuek dan tanpa banyak bicara.'

Perlahan tapi pasti, bulir bening itu luruh begitu saja dari sudut matanya. Ia kembali fokus mengemudi. Mengabaikan semua rasa yang perlahan membuncah dari hati.

'Sudah hampir sebulan Raave. Kita tak lagi berkomunikasi. Tampaknya kamu baik-baik saja. Tentu saja. Kenapa tidak?' hatinya riuh. Mengungkapkan semua yang berkecamuk selama ini.

Aira sampai di BookShop. Ia parkir di tempatnya biasa kemudian keluar dari mobil, dan melenggang anggun masuk ke BookShop.

Belum banyak Staff yang datang. Hanya Sia. Dan beberapa Staff yang berjaga di rak rak buku. Mr Suri juga belum terlihat.

"Pagi, Mba Aira"sapa Sia ramah.

"Pagi, Si."

"Oh maaf, Mba. Sebentar.." Sia menahannya. Mengambil sesuatu.

Aira menunggu. Berdiri di samping meja Sia. "Dari siapa, Si?" Aira menatap setangkai mawar merah yang diserahkan Sia. Begitu segar. Wanginya khas mawar dan....

"Ga tahu juga Mba. Pak Tom tadi yang kasih, katanya ada di depan pintu, pas dia baru datang."jelas Sia mengangkat bahu. Pak Tom, Petugas Keamanan.

"Oke makasih Si, aku ke atas ya"pamit Aira.

Sia mengangguk tersenyum.

Tiba di ruangan, Aira kembali menghirup si mawar merah. Ia mengenali aroma samar parfum yang tercium di kelopak sang mawar.

Senyumnya mengembang perlahan.

To be continued....