"Hai, Ai. Sibuk?" Adnan menghubungi sahabatnya.
"Ga terlalu sih cuma ngecek Buku baru aja. Sama sebenernya habis ini mau ninjau Branch, Nan. Ada apa?"balas Aira.
"Oh, makan siang yuk. Sama Zii juga."
"Oke, kalian ke BookShop atau...?"
"Kami jemput kamu deh"jawab Adnan, menutup pembicaraan. Call end.
Aira meletakkan ponsel. Segera menyelesaikan pemeriksaan Buku barunya. Hanya tinggal beberapa buku tersisa. Jadi tak sampai makan waktu lama.
Dalam hitungan menit, selesai sudah. Ia tutup notebook. Menyimpannya di laci . Setelah itu membersihkan meja. Membuang sampah kertas yang berserakan di bawah kursi, juga beberapa tissue berwarna sedikit merah. Pagi tadi, ia mimisan.
Sampah bersih, meja rapi. Aira duduk, termenung. Di tepi jendela. Entah kenapa, ia suka sekali aktivitas menepi di jendela.
BookShopnya yang terletak di kawasan Kompleks Ruko Permata Elite begitu membuatnya bersyukur. Semua yang didapatkannya kini, sebanding dengan perjuangannya dulu.
Ia pandangi jalanan kompleks yang sedikit riuh. Memang kawasan khusus perniagaan. Ruko dan Rukan. Aira membeli tiga unit sekaligus saat itu, kemudian ia rombak menjadi BookShop seperti sekarang.
Kebetulan ia kenal dengan Kepala Pemasaran pemilik Ruko, jadi lumayan bisa mendapatkan harga di bawah rate semestinya. Namun sebagai gantinya, ia harus berkencan dengan si Kepala Pemasaran, yang usianya lima tahun lebih tua darinya.
"How a nice deal!"gumamnya, mengingat. Geli juga. Tak apalah, toh si Kepala Pemasaran juga tampan. Ups.
"Aira..!!"suara Zii yang khas, melengking, menyadarkannya. Ia menoleh, kedua sahabatnya berdiri di depan pintu, dengan Sia yang tersenyum manis.
Sia undur diri, sedangkan Adnan dan Zii masuk. Aira tersenyum, segera menyambar tas dan ponselnya. Kemudian keluar dari ruangan dengan tangan yang digandeng Zii.
Ketiga sahabat itu makan siang di Green Resto. Sebuah kedai makan cukup luas, yang mengusung tema Go Green di setiap menunya. Juga tampilan interior dan eksterior. Berada di pusat Kota Pahlawan itu.
Green stuff everywhere.
Aira terpukau dengan keindahan interior Resto saat ia mulai masuk. Adnan berhenti di meja penerima tamu, terlihat berbicara dan mengeluarkan sebuah kartu khusus nampaknya. Hijau.
Setelah itu ia mengajak kedua sahabat perempuan mengikutinya. "Di atas ya, biar bisa lesehan."
Aira dan Zii mengangkat jempol bersama.
Sampai di lantai dua yang juga, Hijau. Mereka bertiga duduk berhadapan. Beralaskan karpet lembut dengan meja kayu yang tampak kokoh. Lampu gantung kuno terlihat bertengger kuat di langit-langit.
"Mau makan apa?"tanya Adnan.
Aira dan Zii saling tatap. Angkat bahu. "Menu?"
Adnan menepuk kepala. Lupa kedua gadis di depannya belum pernah sekalipun ke Resto ini. Lelaki itu mengambil lembar menu yang tersedia di sudut. Sengaja diletakkan di sana agar lebih rapi.
Ia menyerahkannya pada Aira dan Zii, yang segera menelusuri satu per satu si menu.
"Nasi daun jeruk, tumis puyuh sama perkedel kornet... Hijau. Es kuwud." Aira menyerahkan lembar menu pada Adnan. Tersenyum.
"Nasi daun jeruk juga, daging cabe... Hijau, tahu bakso kriuk... Hijau. Es kuwud juga... Hijau" Zii menekankan lebih dalam kata hijau. Sama seperti Aira.
Adnan mengangkat jempol. Terkikik geli. Ia berdiri, mendekati LED 49 inch di sudut. Kemudian menyentuhnya. Mengutak atiknya sedemikian rupa. Dalam waktu singkat, kembali bergabung dengan sahabatnya.
"Gimana vibesnya? Are you both like... Green?"tanya Adnan dengan nada suara yang dibuat buat.
"Ga terlalu sih, cuma ya. So amazing, I think."jawab Zii, diamini Aira yang duduk sampingnya.
Pesanan datang beberapa saat kemudian. Lengkap. Adnan menambahkan keripik sayur pedas untuk cemilan mereka.
Makan siang Hijau yang menyenangkan. Aira melirik ponsel, usai menandaskan makanannya dan minum obat. Jam Satu siang.
Ia menghubungi Mr Suri.
"Ya ,Mba"
"Sir, jadi ninjau Branch?"tanya Aira. Masih mengunyah keripik.
"Jadi, saya tunggu Mba Aira, tapi karena memang kita agak kesiangan ya ini hanya di Sidoarjo"
"Oke.. Oke. Saya otw kok." Aira menutup mulut. Terkekeh.
Adnan dan Zii mendelik lucu. "OTW katanya" Zii bicara sangat lirih. Pada Adnan.
"Oke Sir." tutup Aira. Call end.
Gadis itu langsung berdiri. Ia tandaskan es yang masih tersisa sedikit di gelasnya. "Aku duluan boleh?"
"Terus mau naik apa? Kan tadi pake mobil Adnan, Ai"
"Ga masalah. Mr Suri tak suruh jemput kesini aja sekalian, biar cepet. Ga jauh juga" tandas Aira. "Eh bayarnya gimana Nan?" tanyanya lagi, hampir lupa belum membayar makan siangnya.
"Santailah, Ai. Urusanku itu"jawab Adnan, sedikit membusungkan dada. Tersenyum sok angkuh.
Zii yang melihat, langsung menoyor kepala si lelaki yang kali ini berkacamata itu. Hingga terseok-seok ke belakang. Hampir menubruk meja penyangga LED Order. Diiringi bunyi berdebum lumayan keras. "Sok kaya."gumamnya pelan, hanya bercanda sebetulnya.
Aira tergelak. Zii pun sama. "Sorry Nan. Kekencengan!"kelakar Zii geli.
Adnan bangun dengan wajah lucu. Ia sudah biasa dengan tingkah Zii yang seenaknya. "Iri bilang Boss!!"jawab Adnan dengan ekspresi menggelikan. Membuat Aira dan Zii semakin terbahak.
"Oke aku pergi ya. Makasih banget Nan. Lain kali gantian aku yang traktir"janji Aira, segera berlalu pergi. Sebelumnya memeluk Zii sekilas.
"Ati-ati!!"ucap Zii dan Adnan bersamaan. Mereka masih melanjutkan jam makan siang yang santai.
Aira menghubungi Head Managernya lagi, memintanya menjemput di Resto Hijau. Biar sekalian jalan.
Mr Suri yang ternyata tahu Resto itu juga, langsung menyetujuinya.
Tiba dalam lima belas menit. Mereka segera melaju, agar tidak kesorean.
"Ke kota Sidoarjo ya ,Sir bisanya?"tanya Aira. Membenahi setbeltnya, menyamankan duduk.
"Iya Mba, ini udah siang. Besok lanjut Malang, Semarang kalau memungkinkan."jawab lelaki itu, fokus menyetir.
Memang jarak dari kota tempat Aira tinggal, yang dijuluki Kota Pahlawan, Terdekat hanya bisa Sidoarjo.
Mr Suri menyetir dengan lumayan kencang.
Aira sedikit tegang, karena cara mengemudinya sedikit menakutkan.
Mr Raave Calling...
"Ya, Sir."
"Hm, dimana?"tanya Raave, dengan suara merdunya.
"Di perjalanan, Sir, Mau ninjau Branch."
Oke. Hati-hati"balas Raave lagi, call end.
Aira mendengus. Menyimpan ponselnya ke dalam tas.
Mr Suri yang heran menatap Aira, "Siapa Mba?"
"Mr Raave Pranaja."jawab Aira dengan suara yang dibuat merdu.
Mr Suri tergelak. Geli dengan ekpresi Aira yang datar. Seolah menirukan wajah Raave.
"Mba, Anda ini ternyata gokil juga ya" komentar Mr Suri.
Aira tergelak. "Hehe, anda bisa saja, Sir. Saya hanya kadang heran dengan Mr Raave. Ekspresinya tak pernah berubah. Tapi ya terserah dia kan, itu haknya"balas gadis itu, geli.
"Iya betul sekali, saya setuju, Mba"timpal Mr Suri, terkekeh.
Mereka membicarakan Raave yang tanpa ekspresi dan terkesan aneh. Sikapnya, sifatnya. Tak sadar sudah sampai di Branch BookShop.
Branch Sidoarjo tak terlalu besar, jadi hanya Kepala Toko yang bertanggung jawab. Atas Staff nya yang berjumlah 8orang.
Aira berbincang ringan dengan Tuan Tantra, Kepala Toko, yang begitu senang dengan kedatangannya.
Aira, Mr Suri dan Mr Tantra mengobrol santai mengenai kondisi Branch. Sambil berkeliling di Toko Buku dengan interior serba hitam putih itu. Ciri khas BookShop.
Para Staff menunduk hormat pada Aira. Menyapanya ramah, yang juga dibalas sang gadis dengan senyum manis.
Semuanya baik saja, menurut cerita Mr Tantra. Terkendali dan aman. Sesuai harapan.
Aira segera mengakhiri sesi temunya, saat sinar matahari sudah berubah jingga. Biasanya sekitar jam tiga atau lebih, perkiraannya. Ia dan Mr Suri bergegas pamit.
Keluar dari Branch, Aira sekilas melihat seorang lelaki berpakaian formal. Memakai kacamata hitam dan handsfree. Segera menyembunyikan diri, di balik kaca jendela sebuah sedan silver, begitu tahu Aira memandanginya.
"Ada apa, Mba?"tanya Mr Tantra. Menatap Aira heran
"Ah tak apa apa, Sir. Baiklah kami pamit, Mr Tantra. Tetap semangat ya!" gadis itu menyemangati sang Kepala Toko.
"Siap Boss!!"balas Tuan Tantra lantang. Tersenyum senang.
Mr Suri mulai menjalankan mobil, usai melambaikan tangan pada Mr Tantra.
Iseng Aira melihat spion mobil, sedan silver itu berjalan di belakang mobilnya. Menjaga jarak dan melaju Perlahan, seolah mengikuti. Ia amati terus setiap pergerakan si mobil silver.
Tak ada tanda-tanda akan mendahului mobilnya, atau berbelok.
Aira sedikit tegang.
Hingga ia sampai di Bookshop, 40menit kemudian, si sedan masih di belakang mobilnya.
Sang gadis masuk, berjalan beriringan dengan Mr Suri. Aira segera ke ruangannya, sementara Mr Suri berbelok ke ruang Staff Internal.
Aira melirik jendela. Sang lelaki melihat ke arah jendelanya, kemudian tampak bicara lewat handsfree. Lalu setelah itu menutup kaca mobil dan pergi.
Gadis itu bernafas lega. Duduk di kursi. Bersiap pulang. Rencananya, malam ini, ia akan tidur lebih awal agar esok hari fit dan bugar.
Malamnya...
Mr Raave calling...
"Iya, Sir."
"Bagaimana harimu?" Raave bertanya dengan nada suara yang agak aneh.
Aira kaget. Baru kali ini, lelaki itu bertanya seperti ini. Ia melongo. Bingung mau menjawab apa.
"Sibuk?"tanya Raave lagi, tak sabar menunggu gadis yang dihubunginya bicara.
"Oh tidak, Sir. Saya.. Saya..tidak sibuk."
"Jadi, bagaimana harimu?"
"Baik -baik saja saya rasa. Bagaimana dengan Anda?" Aira mulai bisa menguasai diri. Setelah sebelumnya gugup, untungnya tidak tergagap.
"Hm. Ya begitulah. sudah mau tidur?"
"Ehm.. Sejujurnya iya, Sir. Besok meninjau Branch lagi, pagi sekali. Maaf sekali, Sir. Bukan mak..."
"Oh ok. Selamat malam". Call end
Belum selesai kalimat Aira, Sudah dipotong begitu saja. Ia tersenyum geli. Merasa terbiasa akhirnya, Dengan tingkah laku sang CEO yang bikin heran.
Ia nonaktifkan ponsel dan segera menaikkan selimut. Memejamkan mata.
'Welcome, My Dreams...'