Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 4 - First Time

Chapter 4 - First Time

Beberapa Minggu Sebelumnya

Pagi yang sedikit mendung. Namun sinar matahari masih bisa menelusup lewat celah kecil awan putih. Angin yang berhembus lumayan kencang, nampaknya sedikit membawa hawa sejuk. Terutama untuk seorang gadis yang tersenyum lebar, memandang keluar lewat jendela ruangannya.

Aira memandangi awan abu-abu gelap yang berarak pelan terbawa angin. Senyumnya tak menghilang dari wajah manisnya. Sambil bertopang dagu. Stok Opname Bulanan sudah selesai diperiksanya. Hasilnya baik, semua Staffnya menjaga stok Buku mereka dengan teliti dan bertanggung jawab. Tak ada selisih yang berarti. Hanya satu dua buku lama, yang Aira yakin sebenarnya terselip bersama buku lainnya.

Gadis beralis tak terlalu tebal itu asyik memandangi awan abu-abu yang telah berubah menjadi hitam. Senyumnya semakin lebar. Hingga tak sadar, Sia, Staff Administrasinya sampai mengetuk meja untuk 'menyadarkannya' dari keseruannya sendiri.

Aira tersentak, mendengar ketukan yang cukup lantang. Sia tertawa kecil. "Mba, ngelamunin apa sih? Sebegitunya. Ini lho ada tamu. Daritadi kok malah bengong aja."tegur Sia.

Sang gadis pecinta awan hitam tersenyum malu. Sedikit salah tingkah. Pasalnya lelaki di belakang Sia, menatap padanya dengan pandangan dalam.

Sia mempersilahkan sang tamu menemui Aira. Sedangkan ia sendiri undur diri. Keluar dari ruangan.

"Maaf Tuan. Saya tak fokus tadi jadi tak mendengar Anda yang mungkin mengetuk pin.."

"Hm. Ya. Aku Raave. Raave Pranaja." sang lelaki mengulurkan tangan. Memotong kalimat sang gadis.

Aira menyambutnya. Tersenyum sopan. "Aira Harsena, silahkan duduk, Mr Raave. Jadi ada yang bisa saya bantu? Mr Raave ini..."

"Aku CEO Pranaja Tech. Ingin memesan beberapa buku di BookShop."potongnya lagi. Nada bicaranya tegas. Namun suaranya merdu dan enak didengar. Lelaki itu duduk bersandar sambil Menyilangkan kaki.

"Tentu, Sir. Untuk kapan dan..."

"Beberapa hari lagi. Detailnya akan kukirim lewat email." lagi-lagi, sang CEO memotong kata-kata Aira. Seolah tak sabar. Ia menegakkan tubuh, berdiri, kembali menjabat tangan Aira. "Baiklah, begitu saja. Terima kasih"lanjutnya. Datar. Tanpa senyum sedikit saja.

Sang lelaki melangkah santai keluar dari ruangan Aira. Tanpa menunggu jawaban sang gadis. Pergi begitu saja. Aira berlari menyusulnya, namun si lelaki tampan sudah tak terlihat. Ia menghembuskan nafas dalam. "Aneh"gumamnya lirih. Masuk lagi ke ruangannya.

Saat kembali tak sengaja melirik jendela, sempat ia melihat si lelaki tampan sekilas memandang ke arah jendelanya. Sekilas. Kilat. Namun begitu dalam. Sebelum akhirnya masuk ke MPV hitam mengkilapnya dan berlalu pergi.

"Hei. Memangnya dia tahu alamat emailku?"gumam Aira lagi. Bingung. "Siapa namanya tadi? Raave?"

Belum hilang linglungnya, notebooknya berbunyi pelan. Notifikasi email.

To. Aira Harsena Lou

From. Raave Pranaja

'Buku-buku untuk tiga hari lagi. Akan didonasikan ke Panti Asuhan dan Pedalaman di daerah pelosok. Siapkan buku terbaik.'

"Oh Ya Tuhan. Lelaki ini!!"ujar Aira gemas. "Tidak bisakah lebih detail berapa jumlahnya atau bagaimana!!" teriaknya sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

"Peduli amat, Raave. Akan kusiapkan buku terbaik yang kupunya!" tukasnya. Tersenyum misterius.

Ia segera menghubungi Mr Suri, Head Managernya. Menginfokan soal pesanan Raave. Meminta menyiapkannya segera. Buku anak-anak, pendidikan, kerajinan tangan, cerita, dongeng dan beberapa buku ketrampilan memasak, menjahit dan tabloid harian.

Walau untuk tiga hari lagi, namun mengingat sang CEO yang nampaknya agak 'aneh' , bukan mustahil jika bisa saja dia mengambilnya esok hari.

"Maaf Mba Aira. Pesanan siapa ini?" Mr Suri bertanya. Ia duduk di sofa, ruangan sang pimpinan, usai meletakkan beberapa kotak berukuran sedang yang terbungkus rapi. Ia susun di sudut dekat sofa.

"Mr Raave Pranaja, Tuan Suri."jawab Aira enteng. Duduk di sebelah Mr Suri.

"Raave Pranaja?? CEO Pranaja Tech, yang paling terkenal itu??" Mr Suri membulatkan mata. Kagum dan kaget nampaknya.

Aira mengangguk. "Kenapa, Sir. Anda tampaknya kaget begitu?"

"Bukan begitu, Mba. CEO sekelas Mr Raave memesan buku? oh sungguh mengagumkan!" Mr Suri tersenyum bahagia. Seolah dia adalah salah satu fans sang CEO.

Aira hanya membalasnya dengan senyuman lebar. "Ya, Mr Suri. Beliau datang kemari tadi. Suatu kehormatan untuk kita juga. Jadi apakah sudah siap semuanya? Perlu saya bantu?"tanyanya lagi.

"Apa?? beliau sendiri yang datang??" Mr Suri kembali kaget. Kacamatanya sampai melorot ke hidung.

Aira mengangguk. Tersenyum, Memandang Mr Suri heran. 'benar benar fans berat'batinnya geli.

"Oh tentu saja, Sudah siap, Mba. Tinggal diambil. Aman di dalam packing yang rapi dan tahan air" Mr Suri menjawab dengan sedikit membusungkan dada. Akhirnya. Senyum lebarnya terukir dalam.

"Oke, good job Sir. Semoga beliau senang dengan pelayanan BookShop dan Repeat Order" harap Aira. Harap-harap cemas.

"Pasti!! Pasti beliau akan Repeat Order!!" Mr Suri berapi-api. Mengepalkan tangan.

"Lain kali akan kumintakan tanda tangan Mr Raave ,Sir'janjinya dalam hati. Terkekeh geli.

Aira tertawa kecil.

Usai berbincang sebentar dengan Head Managernya itu, Aira kembali menekuri si awan hitam yang sudah berubah menjadi hujan yang lebat. Sementara si lelaki kembali ke ruangannya sendiri.

Awan hitam sudah berubah menjadi awan yang berwarna abu-abu muda. Ia kembali memandangi jendela. Berharap bisa keluar kesana. Ke tengah hujan. Merasakan guyuran air yang begitu deras turun dari langit.

Membayangkan si air yang menyentuh kulitnya. Meresapi sejuknya, Kesegarannya. Aira tersenyum sambil memejamkan mata. 'Apa yang kupikirkan?'batinnya. 'mungkin aku sedikit kesepian, ah tidak. Zii dan Adnan selalu menghubungi setiap waktu. Juga mengajakku makan makan, hang out. Atau liburan ke tempat entah berantah.' bantahnya sendiri.

Aira membuka mata. Lalu beranjak. Tak ingin terlalu lama melamun. Ia ambil air mineralnya di dalam kulkas kecil di sudut ruangan, meneguknya sambil fokus di depan notebook. Mengecek pesanan Raave lagi. Mencocokkannya dengan catatan Mr Suri.

Hingga sore hari, saat jam pulang, hujan tak ada tanda tanda sedikitpun mereda. Malah semakin deras. Aira bergegas masuk mobil, semua Staff dan Mr Suri sudah lebih dulu pulang. BookShop tutup di malam hari. Semua Staffnya pulang jam 4 sore.

Sebenarnya banyak sekali usulan dan saran BookShop juga buka di malam hari. Aira sudah memikirkannya, akan Ia realisasikan segera. Merencanakan pengaturan ulang jadwal para Staff.

Gadis itu melaju kencang di tengah hujan.

Ingin secepatnya kembali ke rumah. Karena entah bagaimana, sekilas ia seperti melihat mobil Raave di belakangnya. Seakan mengikuti. Mengawasi.

*

"Ai, kamu di rumah?"tanya Zii di telepon pagi menjelang siang itu. Di hari minggu yang cerah.

"Ya, kenapa Zii?"jawab Aira. Matanya tak beralih dari notebook. Mengecek beberapa email masuk. Ia benahi posisi kacamata bacanya.

"Yuk keluar makan yuk!"ajak Zii semangat. "Mumpung cerah nih!"

"Hm, boleh. Kita ketemu atau...?"

"Aku ke rumahmu! Wait ya"tutup Zii. Masih berapi-api.

Aira tersenyum sendiri. Mengingat betapa cerianya sahabat perempuannya itu. Namun juga betapa cengeng dan rapuhnya Zii, kala menghadapi masalah yang tak bisa ia selesaikan sendiri.

Gadis itu kembali menelusuri setiap email yang masuk.

To. Aira Harsena

From. Raave Pranaja

'Bisakah aku meminta menyiapkan buku lagi? Untuk lima hari lagi. Donasi ke Sekolah Gratis di daerah pedalaman. Siswa SMP dan SMA. Buku-buku terbaik.'

Raave lagi lagi memesan buku. Sudah seminggu sejak pesanan perdananya untuk Panti Asuhan waktu itu. 'Dermawan juga lelaki ini. Sering berdonasi buku untuk orang yang membutuhkan.' puji Aira dalam hati. Tanpa sadar ia ulas senyum kagum.

Segera ia kirimkan email balasan,

To. Raave Pranaja

From. Aira Harsena

'Baik, Mr Raave. Terima kasih sudah Repeat Order.'

Singkat. Padat. Sudah cukup menunjukkan email diterima dan segera dilaksanakan sesuai perintah. Ia kirim email Raave pada Mr Suri. Agar bisa segera disiapkan esok hari. BookShop tutup di hari Minggu.

"Aira..!!!" suara lantang perempuan terdengar semakin lama semakin dekat. Sejurus kemudian pintu kamarnya terbuka perlahan. Menampakkan Zii yang manis dengan Blus kerah sabrina dan celana kulot warna pastel. Tas tangan. Senyuman lebar. Lengkap sudah.

Ziianita Wijaya. Setahun lebih tua dari Aira. Walau begitu, saat sekolah mereka berdua sekelas. Gadis periang yang selalu ceria, tentu saja. Setia kawan. Tinggi, ramping, berambut panjang indah. Sahabat Aira yang satu ini begitu membara jika menyangkut soal jalan-jalan. Apalagi berbelanja. Wah.. Bisa kalap.

Aira bersiap. Zii duduk di ranjang. Memperhatikan gadis sahabatnya, mengulas lipstick warna bata di bibir.

"Kamu manis, Ai. Ga ada rencana apaaa gitu?"goda Zii.

"Rencana apa?"balas Aira. Sebenarnya tahu maksud sahabatnya. Namun kura-kura dalam perahu. Pura-pura tak tahu. Ups. Ia rapikan lagi jajaran kosmetik di meja riasnya. Aira menyemprot ringan parfum ke leher dan pergelangan tangan. Rockrose dengan sedikit sentuhan vanilla.

Ia sambar tas selempang rajut favoritnya. Kemudian ponsel dan kunci mobil. Siap. Saat ia akan menggandeng Zii keluar kamar, sang sahabat merebut kunci mobilnya. Lalu meletakkannya lagi di meja nakas.

"Heii.." Aira bingung.

Zii dengan senyum bahagianya, menggoyang-goyangkan kunci mobil di depan Aira. "Dapat dari kantor, ya lumayan. Langsung aku beli, soalnya baru juga dari Dealer, potong gaji setiap bulan. "jelas Zii. Senyumnya begitu membahagiakan. Hingga menular pada Aira.

Ia peluk sang sahabat sekilas. "Congrats ya! Semoga kamu sukses selalu Zii" doa Aira tulus.

Tak mengherankan. Gaji Zii bekerja setiap bulan di Perusahaan Konstruksi Kota S, tempat Aira dan Zii tinggal saat ini, yang juga Ibukota Provinsi, sudah sangat lebih dari cukup membiayai hidupnya sendiri.

"Makasih ya Dear. Yuk jalan sekarang, mumpung masih agak pagi!" ajak Zii, ia menggandeng sahabatnya keluar dari kamar.

Aira menutup pintu kamar, pamit pada Bu Wina, kemudian melangkah riang. Masuk ke SUV silver Zii yang tampak mengkilap. Fresh from the Dealer. Kedua sahabat dekat itu terlihat senang.

Dalam perjalanan, Zii tak henti mengulas senyum.

"Adnan tahu, Zii?"tanya Aira.

"Belum kuberitahu, Ai. You are the first, Dear"jawab Zii. Mengerling lucu.

Aira tertawa kecil. "Dia pasti akan terkejut. Juga senang."

Zii tersenyum penuh arti. Mengangguk.

Aira memandanginya dalam. Menerka-nerka arti senyuman sang sahabat.

**