"Aira ikut kok, Nan!"lapor Zii pada Adnan, siang itu. Mereka sedang berdiskusi sambil makan siang di kantin. Soal reuni sekolah yang sebentar lagi dihelat. Hanya sederhana saja. Satu kelas saja.
Adnan kaget sedikit, namun ditutupinya. "Emang kenapa? Kan ya terserah dia gitu"tukas Adnan.
Zii menatap Adnan. "Kamu kenapa?"
Adnan menghabiskan nasi ramesnya, menjawab dengan santai. "Gak apa-apa, hanya saja aku ga suka pada sikapnya dia yang kadang sedikit sombong. Mentang-mentang dia pinter, dulu waktu sekolah"
Zii menatap Adnan bingung. Hanya karena itu, setiap ada reuni ia hanya cuek saat Aira mengajaknya bicara atau sekedar menyapa. Ingatannya kembali lagi kala reuni beberapa tahun sebelumnya, Flashback On
"Hai Nan, kamu apa kabar?" sapa Aira ketika mereka bertemu di halaman parkir Resto tempat reuni.
Adnan hanya tersenyum tipis. Mengabaikan Aira yang mengulurkan tangan, berharap ia bisa menjabat tangan sang lelaki. Zii yang kebetulan juga baru datang, segera menyambut uluran tangan sang gadis. Mengajaknya masuk ke Resto.
Aira sendiri begitu ramah kini, pada siapa saja. Zii tak habis pikir, kenapa Adnan tak bisa melupakan perkataan sang gadis. Yang sebenarnya tak berniat menyinggung Adnan, apalagi menyakiti hatinya. Aira hanya bertanya, "Kamu berarti belum dapat kerja?"
Adnan yang memang belum bekerja setelah lulus Sekolah Khusus, hanya bisa mengangguk pasrah. "Padahal dulu kudengar Sekolah itu bisa langsung nyalurin gitu, tenaga kerja yang lagi butuh."lanjut Aira.
Sejak saat itu, sikap Adnan berubah pada gadis itu. Tidak seperti sebelumnya, yang begitu dekat dan akrab. Mereka menjadi canggung, walau Aira sudah minta maaf berulang kali. Flasback end
Beberapa tahun berlalu. Mereka semakin dewasa. Sudah mengerti mana sikap yang memang masih kekanakan, mana yang sudah menunjukkan kedewasaan.
Reuni yang kembali diadakan. Di sebuah Resto yang berbeda. Acara yang dihelat sederhana, hanya makan-makan dan selebihnya ngobrol santai. Pukul 09.00 pagi di hari Minggu yang lumayan cerah.
Semua sudah berkumpul. Hanya Aira yang belum terlihat. Zii mengedarkan pandang, menunggu dengan cemas. Tanpa ia tahu, Adnan terus memandangi pintu masuk. Namun gadis yang mereka semua tunggu belum tampak.
Hingga pukul 09.30, akhirnya, sebuah SUV hitam, masuk. Lalu berhenti di area parkir yang kosong. Aira keluar dengan agak tergesa. Hanya mengenakan Hoodie dan Skinny Jeans, Flat shoes. Ia segera berjalan cepat ke Private Corner dekat taman. Masuk, semua temannya menyambut senang. Aira sudah datang, lengkap sudah. "Maaf guys, ada sedikit insiden"ujar Aira, terengah.
Ia duduk di sebelah Zii yang memang disiapkan untuknya. Mereka segera memesan makanan. Minuman, dessert, cemilan. "Kamu bawa mobil?"tanya Zii, menatap kunci mobil yang masih tergeletak di meja, depan mereka.
Aira hanya mengangguk. Ia turunkan kepala Hoodienya, tampak manis, tanpa make up. Hanya sedikit pulasan Lipstick juga Compact.
Adnan yang duduk di seberang Zii hanya memandanginya sekilas.
"Kamu kerja dimana, Ai?" Zii yang penasaran dari dulu, akhirnya bertanya juga.
"Di rumah aja. Kapan-kapan main yuk. Sama Adnan juga. Mau kan, Nan?"jawab Aira berusaha biasa saja.
Adnan mengangguk cuek. Zii menatapnya tajam.
"Kamu masih di kantor sebelumnya, Zii?"tanya Aira
"Iya. lumayan Udah naik dikit. Hehe. Ga kayak Adnan yang udah jadi Head Manager sih, tapi lebih baik, daripada ga ada peningkatan sama sekali." Zii bercerita.
"Ya, Aku ikut seneng Zii. Selamat ya"ucap Aira tulus. Tersenyum.
Zii memandangi Aira khawatir. "Ai, kamu kok pucat, kamu sakit?"
Aira bercermin, Lipstick warna lumayan menyala itu seperti tak ada artinya. Compactnya sedikit berkurang oleh keringat di dahi. "Hehe, ga kok. Cuma memang agak pusing tadi" Aira menambahkan sedikit Lipstick dan Compact lagi.
Reuni yang akrab dan menyenangkan itu berlangsung sukses dan lancar. Semua senang, saling bertukar cerita, pengalaman. Suka dan duka. Dua jam penuh.
Aira pamit ke toilet usai Ia dan Zii selesai memberesi urusan administrasi. Zii bertindak sebagai Bendahara hari itu. Ia minta tolong Aira menemaninya.
"Aku ke toilet bentar, Zii"pamitnya sambil menutupi hidung.
Zii mengangguk namun mengikuti langkah sahabatnya itu dengan tatapan khawatir. "Kamu sebenarnya kenapa, Ai?"gumamnya lirih.
Aira mengusap darah dari hidungnya, bercermin di wastafel toilet Resto. Wajahnya benar-benar pucat. Ia terbatuk pelan. Tubuhnya berangsur lemas. Rasanya ingin tidur saja. Setelah membersihkan diri, gadis itu keluar dari toilet.
Reuni sudah selesai, satu persatu teman-temannya mulai meninggalkan Resto, setelah melambaikan tangan padanya.
Ia melirik jam, 11.30. Aira menemukan Zii bersama Adnan di parkiran. Bersandar di depan mobil Adnan. "Zii, aku pulang ya, Nan, aku duluan!"pamit Aira, usai memeluk Zii sekilas, dan tersenyum pada Adnan.
Aira masuk ke mobil, menyandarkan kepala. Merasakan bulir basah itu kembali menari di hidungnya. Disertai nyeri di seluruh tubuh. Juga pusing di kepala. Ia memutuskan untuk Istirahat sebentar di mobil, usai minum obat.
Tanpa Ia sadari, Adnan dan Zii masih menungguinya di dalam mobil Adnan. Zii menceritakan keadaan Aira yang begitu mengkhawatirkan pada Adnan. Lelaki itu terlihat khawatir, namun disembunyikannya rapat.
Aira memejamkan mata. Terlelap. Adnan keluar dari mobil, diam-diam mengecek keadaan Aira. Menemukan gadis itu menutup mata, dengan hidung yang kembali mengalirkan bulir merah.
Lelaki itu khawatir. "Kamu kenapa, Ai?"gumamnya lirih. Rasanya ia ingin menghampiri gadis itu, meraihnya, memeluknya. Namun hanya bisa ia pendam dan tahan. Tanpa bisa ia wujudkan.
Adnan menghela nafas dalam. Mengusap muka dan segera kembali ke mobil, saat Aira mulai membuka mata.
Gadis itu bersiap pergi, ia pakai kacamata hitamnya, menutup jendela mobil lalu menyalakan mesin. Sejurus kemudian, ia melaju lumayan kencang. Ingin cepat sampai di rumah agar bisa istirahat.
*
Aira Harsena Lou. Gadis berumur 22tahun yang telah memiliki bisnis sendiri. BookShop, Toko Buku dengan Branch di beberapa kota. Kedua orangtuanya tinggal di Kota lain. Sang gadis hanya sendiri di Kota yang saat ini ia tinggali. Gadis dengan tinggi sedang, berkulit kuning langsat, bermata coklat tua indah. Dengan rambut sebahu yang sedikit berombak.
"Hai, Zii. Ada apa?"tanya Aira malam itu. Zii menghubunginya. Ia berbaring di ranjangnya yang nyaman, istirahat. Tidak memaksakan diri, agar tak ambruk seperti ketika usai reuni beberapa waktu lalu. Ia terpaksa ke Rumah Sakit, karena lemas dan tak berdaya sama sekali.
"Kamu di rumah?"
"Iya, kenapa?"
"Aku boleh main kesitu?"
"Silahkan, Zii. Aku seneng kalo ada temennya!!"ujar Aira bersemangat. Tersenyum. "Aku tunggu ya"
"Kamu udah tahu tempatku kan?" Aira mengingatkan.
"Ya"
Beberapa saat berlalu, Aira masih nyaman berbaring, setelah menenggak obatnya. Kepalanya mendadak pusing. "Apa lagi?!"keluhnya jengkel. Biasanya jika kepalanya mulai pusing, ia akan mimisan, kemudian tubuhnya melemah dalam hitungan detik.
Ting..ting..
Ponselnya berdering pelan. "Ya"
"Mba Aira, Anda tidak lupa meeting nanti sore kan, dengan Direksi BookShop?" Sia, Staff Administrasinya mengingatkan.
"Ok, iya, aku ingat. Terima kasih Si"
Aira menghembuskan nafas pelan, jadwal padat sebelum hari ini, membuatnya ingin tidur seharian di rumah. Namun apa daya. Jadwal meeting tak bisa ditunda.
Tok..tok..
Asistennya, Bu Wina, Membukakan pintu. "Ya, cari siapa, Mas?"tanyanya.
"Aira ada Bu?"
"Ya, di kamar. Saya antar" Bu Wina mengantar si tamu lelaki menuju kamar Aira.
"Mba Aira, ada yang cari nih!"teriak Bu Wina dari luar pintu kamar.
"Ya, Bu!"jawab gadis itu, parau.
Pintu terdorong pelan, Bu Wina masuk bersama... "Adnan?" Aira menggumam bingung.
Si lelaki tersenyum. Aira masih rebahan nyaman.
"Mba Aira butuh apa? Saya ambilkan? Udah ga demam kan?"
"Ga usah Bu, udah minum obat kok. Udah ga demam juga"balasnya.
Adnan menarik kursi di dekatnya, kemudian duduk di samping ranjang Aira. "Kamu baik saja, kan?"tanyanya.
Aira Mengangguk.
"Kamu sakit apa, Ai?"tanya Adnan lagi, wajahnya khawatir.
"Ga sama Zii tadi? Katanya Zii mau main kesini?" Aira mengalihkan pembicaraan.
"Kamu sakit apa?"
"Cuma kecapekan"
"Bener? Kenapa aku lihat kamu mimisan waktu mau pulang, pas reuni?"
"Ya aku kalau kecapean emang gitu."jawab Aira singkat.
"Dimana Zii?"
"Dia ada urusan mendadak. Kamu ga bohong kan?"
"Soal?"
"Kamu kecapekan"
"Ya. Kenapa kamu bertanya seperti itu? Dan satu lagi, kenapa kamu kesini dan peduli?"balas Aira ketus.
Adnan tersentak. "Kenapa kamu bicara begitu?"
"Ya aku hanya heran saja. Selama ini kan, kamu tak suka padaku. Jadi kenapa sekarang kamu peduli?"jawab Aira. Ia tatap Adnan dalam, lalu meraih ponsel. Menghubungi Zii.
"Ya, Ai?"
"Kamu ga jadi kesini?"
"Maaf Ai. Tadi Adnan kesitu kan? Aku nemani Mamaku belanja, mendadak soalnya Ai."
"Oh. Oke."
Call end.
Adnan menatap Aira. "Kamu marah padaku, gara-gara aku cuek padamu?"
"Oh tidak sama sekali. Aku bisa mengerti."
"Maaf atas sikapku kemarin, Ai. Aku tahu, egoku terlalu besar. Jadi sekarang maukah kamu memaafkanku?" Adnan memandangi Aira sedih.
"Aku sudah memaafkanmu, Nan. Jadi jangan terlalu kamu fikirkan"
"Jadi kamu sakit apa?"
"Aku hanya kelelahan."
"Kelelahan tapi obatmu sebegitu banyaknya?"
Aira mengangguk. Tak berniat menceritakan sakitnya pada Sahabat lelakinya itu. Ia ingin pendam sendiri. Bahkan orangtuanya pun tak tahu.
"Tak mungkin hanya kelelahan kan? Kamu ga percaya padaku?"
"Sebenarnya apa tujuan utamamu datang kesini?"
"Aku hanya khawatir padamu, hanya ingin melihat kondisimu, Ai"
"Ya sudah. Tak perlu mengetahui apa-apa lagi kan. Kamu sudah tahu kondisiku, sudah menemaniku di sini. Terima kasih" Aira terbatuk pelan. Kepalanya nyeri lagi.
"Aku ingin istirahat sebentar, nanti sore ada meeting. Kamu tak keberatan jika kutinggal tidur?"lanjutnya.
"Ya, tak masalah, tidurlah. Aku menemanimu disini"jawab Adnan mantap.
Aira sedikit kaget. Tapi tak ambil pusing, dipejamkannya mata. Berusaha tidur. Gadis bermata jernih itu, tertidur dengan cepat. Sementara lelaki tampan di sampingnya, memandangi dengan tatapan sendu.
"Maaf atas sikapku selama ini, Ai"gumamnya sangat lirih. Meraih tangan sahabat perempuannya. Menggenggamnya erat.
**