Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Twelve XII

🇮🇩syakhsunmuhimm
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.1k
Views
Synopsis
Derbvaro bersekolah di salah satu sekolahan menengah atas yang teramat terkenal dengan murid-muridnya yang jenius. Kecintaannya dengan buku cerita yang mengangkat cerita dunia fantasi yang berkaitan dengan magic sangatlah dia gemari hingga sampai sekarang ini. Dia telah lama mencari buku legendaris yang merangkum detil tentang magic, buku legendaris yang tidak bisa ditemukan di mana pun di muka bumi ini. Tapi, dia menemukan buku legendaris tersebut pada ruangan laboratorium gurunya Mr. Eyudru. Derbvaro yang penasaran akhirnya memutuskan untuk meminjam buku tersebut dan tersingkaplah beberapa fakta yang membuatnya ketakutan, dan gemetar. Banyak hal yang memnghantuinya setelah dia memasuki dunia lain yang teramat asing baginya, di sana dia mempunyai kekuatan magic sepertimana impiannya selama ini. Di sana juga dia menemukan beberapa fakta dan teka-teki yang harus dia pecahkan.
VIEW MORE

Chapter 1 - Derbvaro

Denting jam bergetar memekak telinga, tiap kali jam menunjukkan pukul dua belas malam akan berbunyi sedemikian rupa sebagai penanda dini hari telah tiba. Derbvaro masih asyik dengan lembaran kertas yang penuh dengan coretan, berhamburan di atas meja belajarnya.

Derbvaro, lelaki jenius yang telah memasuki semester akhir untuk sekolah tingkat menengah atas. Dia bersekolah di sekolahan yang amat terkenal dan telah berumur ratusan tahun lamanya. Sekolahan yang memang khusus untuk anak-anak jenius dan berprestasi tinggi.

Cahaya yang tak begitu terang, cukup untuk menyinari setiap lembar coretannya. Kertas jadwal menempel tepat di depan matanya agar tak lengah dengan apa yang harus dikerjakannya. Besok hari ada ulangan harian dan praktik ilmiah dari kelas Mr. Eyurdu. Derbvaro sangat suka dengan alam dan segala penelitian yang menyajikan fakta-fakta menarik yang ada di muka bumi ini.

"Derbvaro, kamu belum tidur?" Ketukan pintu membuat Derbvaro terenyuh, dilihatnya jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan lalu dia bergegas berlari menuju pintu kamarnya.

"Ma, Derbvaro lagi belajar. Sebentar lagi ya!" pinta Derbvaro.

"Sayang, ini sudah tengah malam. Sekarang, kamu tidur! Nanti kesiangan besok ke sekolah."

"Tapi, Ma. Nanggung."

"Ya sudah, Mama kasih kamu waktu sepuluh menit lagi, setelahnya kamu harus tidur. Oke!"

"Siap. Good night, Ma." Derbvaro mengecup pipi mamanya.

"Good night too, Derbvaro."

Pintu kamar kembali tertutup. Derbvaro melanjutkan aktivitasnya yang telah terhenti beberapa menit. Dia menepati janjinya, sepuluh menit kemudian dia membereskan semua buku-buku dan alat tulisnya, merapikan ke tempat semula masing-masing benda.

Bruk...

Sebuah buku jatuh ke lantai. Derbvaro dengan cepat meraih buku tersebut, dia pun tersenyum saat nampak cover buku yang mengingatkannya pada beberapa tahun yang telah berlalu.

"Ini kan buku tentang penyihir, kayaknya seru kalau aku baca lagi," gumamnya sembari menatap pada buku yang sedang dia pegang saat ini.

Derbvaro naik ke ranjangnya, dibenamkannya setengah badannya dari kaki ke dalam selimut.

"Baca bentar boleh lah."

Dia membuka halaman pertama dari buku tersebut, sebuah buku yang mengangkat tema dunia penyihir sudah berulang kali selesai dibaca olehnya, buku tersebut mempunyai daya tarik yang kuat baginya hingga mampu membawanya masuk ke dalam cerita tersebut.

Tidak terasa, jam berputar jauh meninggalkan Derbvaro. Harusnya dia sudah tidur beberapa jam yang lalu namun dia masih asyik dengan bacaannya. Larut jauh hingga rasa kantuk pun tak dirasa lagi olehnya.

"Pasti seru kalau punya kekuatan gitu? Argh. Ga ada bosan-bosannya sama buku yang satu ini."

"Astaga, sudah jam dua pagi." Derdvaro baru saja menyadarinya, jikalau dia telah terlampau waktu tidurnya. Langsung saja dia mematikan lampu tidurnya lalu bergegas memejamkan mata.

"Ma, Aku berangkat!" teriak Derdvaro setelah menyantap sarapannya.

Derbvaro masuk ke mobil. Duduk di jok belakang lalu mengeluarkan laptopnya. "Pak, nanti ke toko buku bentar ya!" titahnya pada sopirnya.

"Siap, Tuan."

Derbvaro begitu fokus dengan layar laptopnya. Jemarinya dengan gesit menekan setiap keyboard yang tersusun acak.

Mobil berhenti tepat di depan toko buku yang Derbvaro minta. Sudah menjadi kebiasaannya untuk singgah sebentar ke tempat kesukaannya ini. Wangi dari buku adalah kesuakaanya, susunan buku yang berwarna-warni adalah cuci mata baginya.

Derbvaro, lelaki dengan badan yang tinggi, hidung mancung dan bola mata berwarna hazel ini kerap menjadi incaran para betina. Sifatnya yang dingin dan tak tahu berbicara dengan perempuan. Satu orang yang bisa membuka mulutnya adalah pada perempuan yang selalu ada di dalam toko ini. Perempuan ceria dan juga jenius.

"Nyari buku apa?" tanya salah seorang perempuan berambut pirang. Dia adalah Guezel, teman sekelas Derbvaro yang mana selalu membantu pamannya di toko buku sebelum.dia berangkat ke sekolah.

"Yang ini," jawab Derbvaro memperlihatkan gambar pada layar gawainya.

"Oh, yang disuruh Mr. Eyurdu. Sini, aku tunjukin!"

Derbvaro mengangguk pelan lalu mengikuti langkah Guezel yang berjalan di depannya.

"Guezel, kalau boleh tahu yang kemarin siapa?" tanya Derbvaro perlahan sambil melangkahkan kakinya.

"Yang kemarin." Seketika langkah Guezel terhenti begitu pun dengan Derbvaro. Guezel yang tadinya memunggungi Derbvaro kini membalikkan badannya. Guezel menatap mata Derbvaro dengan tatapan lekat. Derbvaro tak sanggup untuk balik menatap, dia pun hanya mengitarkan bola matanya mengitari sekitar.

"Kenapa? Aku cuman mau tau dia siapa. Aku ga pernah lihat."

"Dia Albert, temenku dari Yunan. Oh iya, dia juga sekelas kita loh." Mereka berdua kembali melanjutkan langkah namun kali ini dengan garis yang sejajar.

"Maksud kamu? Dia murid baru gitu?"

"Iya. Hari ini dia sudah mulai masuk."

"Ohhh."

"Nah, itu di atas. Buku yang kamu cari."

"Oke, thanks!" Derbvaro meraih buku yang dia maksud, buku yang berada di rak atas itu dengan mudah digapai olehnya karna tinggi badannya yang terbilang tinggi. Setelah selesai, dia pun kembali ke kasir untuk membayar bukunya yang dilayani oleh Guezel.

"Guezel, barengan yuk ke sekolah!" ajak Derbvaro kaku. Jujur saja, ini kali pertama bagi Derbvaro mengajak Guezel untuk berangkat bersama. Meski sering bertemu, namun Derbvaro selalu merasa canggung jika ingin berbicara pada Guezel.

Guezel mendilikkan matanya ke luar. "Naik apaan?"

"Naik mobiku."

Guezel berdecak pelan. "Thanks, Der. Aku naik sepeda aja."

"Emm, aku boleh ikut sama kamu?"

Guezel menatap Derbvaro heran. "Ikut di mana? Kamu mau aku bonceng? Der... Der..." Guezel menggeleng-geleng.

"Maksudnya. Kita barengan. Aku jalan kaki kamu pakai sepeda. Gimana?"

"Yakin?"

"Iya," jawab Derbvro.

"Ya terserah kamu. Tapi, aku nggak tanggung jawab ya kalau kamu kecapean!"

"Oke. Aku ngambil tas aku dulu ya!"

"Heem."

Derbvaro pergi menuju mobilnya yang terparkir di depan toko. "Pak, aku jalan aja sama temen ke sekolah."

"Kenapa, Tuan? Nanti telat gimana?"

"Nggak bakalan kok. Sudah, pulang aja, Pak. Aku ada yang mau dikerjain juga sama temen."

"Guezel, yuk!"

Guezel telah siap dengan sepdanya berwarna merah muda. Tapi dia tidak menunggangi sepedanya. Guezel dan Derbvaro adalah murid dengan nilai terbaik di sekolah. Mereka juga kerap bersaing untuk mendapatkan nomor satu yang paling terbaik. Keduanya seringkali imbang dan bergantian. Jika ada selisih pun nilai, selisihnya sangat tidak jauh. Derbvaro sudah lama menaruh hati pada Guezel, namun Guezel tak pernah menyadari akan hal itu dan Derbvaro pun juga tak pernah mengungkapkan perasaannya pada Guezel.

Mereka berdua pun berjalan bersama, Guezel dengan sepeda yang dibawanya pun tetap tak menunggangi sepedanya. Mereka berbincang-bincang sembari membahas pelajaran dari Mr. Eyudru yang teramat disukai oleh keduanya.

"Guezel!" suara panggilan itu menghentikan langkah Guezel dan Derbvaro. Mereka berdua pun menatap ke belakang yang mana ada seorang pria tengah melambaikan tangannya.

"Albert. Hay!" Dengan semangat Guezel membalas menyapa dengan lambaian tangannya.

Derbvaro memasukkan tangannya ke kantong celana. Berusaha menarik napas saat melihat mimik wajah Guezel yang tersenyum lebar pada Albert. Albert setengah berlari menghampiri Guezel.

"Untung kamu baru sampai sini. Tadi, aku dari tokomu."

"Astaga, kenapa ga bilang kalau mau barengan?" ujar Guezel. "Oh iya, ke lain ini Derbvaro!" Guezel memperkenalkan Derbvaro pada Albert. Albert mengulurkan tangannya pada Derbvaro dan Derbvaro merih uluran tangan Albert.

"Albert," ujar Albert memperkenalkan namanya.

"Derbvaro," jawab Derbvaro.

"Salam kenal ya!"

Akhirnya yang tadinya adalah waktu berduaan bagi Derbvaro, sekarang dia menjadi nyamuk di antara Albert dan Guezel. Albert pandai mencari topik pembicaraan berbeda dengan Derbvaro yang kaku saat bersama Guezel meski dalam hatinya sangat ingin mengutarakan segalanya.