Derbvaro kira, dia bisa menyelesaikan bacaannya dalam kurung waktu tiga hari, ternyata dia salah. Setiap lembar pada buku tersebut punya teka-teki yang harus dipecahkan, agar bisa melanjutkan ke halaman berikutnya. Derbvaro belum mendapatkan sepatu dari isi buku tersebut, semakin tebal halaman yang dia baca, semakin sulit pula tingkat kesulitan dalam memahami setiap makna yang terkandung di dalamnya. Buku referensi untuk mendukung bacaannya ini pun sudah beragam, serta berbagai macam situs web dia kunjungi.
Derbvaro terlena dengan buku tersebut, rasanya dia tidak bisa lepas sebelum menyelesaikan bacaannya, rasa penasaran selalu menggerayangi pikirannya. Derbvaro sangat fokus dan penuh konsentrasi.
***
Tok... Tok... Tok...
"Derbvaro. Sayang!"
"Derbvaro! Kamu nggak berangkat ke sekolah?"
"Derbvaro."
Derbvaro tertidur di meja belajarnya, bukunya masih terbuka. Dari sepulang sekolah sampai subuh Derbvaro duduk pada kursinya, hingga akhirnya dia tertidur entah pada pukul berapa.
Perlahan Derbvaro membuka matanya, sinar mentari pagi telah menyapanya lewat ventilasi udara.
Sangat berat bagi Derbvaro untuk membuka kelopak matanya. Keburaman matanya berusaha menangkap angka pada arloji yang ada di pergelangan tangannya. "Apa, sudah jam setengah delapan?" Mata Derbvaro langsung saja jernih.
"Derbvaro, kamu sakit?" Suara ibunya Derbvaro dari luar kamar masih terdengar.
"Enggak, Ma. Derbvaro sehat. Sebentar lagi berangkat," jawab Derbvaro yang sangat sibuk mempersiapkan dirinya untuk mandi.
"Pak, aku buru-buru. Kecepatan tinggi!"
"Baik, Tuan."
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di sekolahan, Derbvaro menuju ruang kelasnya. Beruntungnya dia karna dia belum telat datang ke sekolah, sebentar lagi bel masuk jam pelajaran pertama akan dimulai.
"Tumben Pak Ketu telat," ucap Alex setelah menepuk pundak Derbvaro.
"Aku kesiangan, Lex. Kamu ada lihat Guezel ga?" Sedari tadi pikiran Derbvaro hanya pada Guezel, dia khawatir jika Guezel marah kepadanya karna terlambat dan tidak membantu Guezel mengerjakan tugas mereka berdua.
"Nah, tuh orangnya!" Tiba-tiba saja Guezel masuk ke dalam kelas. Derbbaro langsung mendatanginya untuk meminta maaf.
"Guezel, maafin aku. Tadi, aku bangun kesiangan."
Guezel tersenyum tipis pada Derbvaro lalu duduk pada kursinya dan meletakkan tasnya di atas meja. "Iya, gapapa, Der."
"Aku bener-bener minta maaf. Istirahat nanti biar aku yang ngerjain semuanya, kamu istirahat saja."
"Der, gapapa. Lagian tadi juga aku ga sendiri kok ngerjainnya, aku dibantu sama Albert."
Derbvaro seketika terdiam. Tanpa sadar dia mengepalkan tangannya yang tersembunyi di belakangnya sehingga Guezel tidak melihat kepalan tangannya. Alex yang berada di belakang Derbvaro itu pun melihat kepalanya tangan Derbvaro, dia berusaha menahan tawanya.
'Der, Der. Salah kamu juga sih ga nembak dia. Kelamaan. Kan diembat orang duluan.' Hati Alex menggelitiknya.
"Oh, yasudah. Kalau gitu aku kembali ke kursinya." Derbvaro kembali ke kutsinya dengan perasaan kesal dan kecewa.
Albert masuk ke kelas, dengan tas yang tersandang di bahu kirinya Albert menyapa beberapa orang yang ada di kelas lalu duduk pada kursinya. Saat Albert melalui Derbvaro, Derbvaro pura-pura membaca buku seolah tidak melihat akan Albert.
"Hai, Guezel."
"Hai juga, Albert. Makasih ya tadi sudah dibantuin."
"Iya, sama-sama."
Derbvaro menguping apa yang dibicarakan Albert dengan Guezel. Alex duduk di samping kursi Derbvaro lalu dia mendekatkan bibirnya pada telinga Derbvaro. "Tembak aja sekarang!" bisik Alex tepat di telinga Derbvaro.
Derbvaro terhenyak sekaligus kaget karna dia tidak menyadari jikalau Alex sudah duduk di kursinya yang bersebelahan dengannya. "Alex, kamu apa-apaan sih?" ujar Derbvaro dengan wajah kesal.
"Hehe, ga kenapa-napa, cuman ngasih nasihat buat orang yang sedang terbakar api cemburu," hardik Alex.
"Alex!!" Derbvaro menggeram kesal.
"Ampun, ampun!"
***
Derbvaro sekarang telah berada di perpustakaan sekolahnya. Dia juga membawa buku yang dia ambil di ruangan Mr. Eyudru itu bersamanya. Derbvaro sudah sangat kecanduan dengan buku tersebut, dia tidak sabar untuk membaca halaman-halaman berikutnya. Derbvaro belum mengeluarkan bukunya karna di perpustakaan saat ini masih banyak para murid datang untuk mrmbaca buku.
Derbvaro memangku dagunya dengan tangan, membaca buku yang dia ambil dari rakyat buku perpustakaan untuk mengalihkan sejenak pikirannya dari buku yang sangat ingin dia baca.
'Aduh, kapan aku bisa baca bukunya kalau kayak gini?' gumamnya menatap sejenak pada setiap murid pengunjung perpustakaan saat ini.
"Kak, boleh pinjam buku yang bagian sini?" tanya salah seorang adik kelas Derbvaro sembari menunjuk pada rakyat buku bagian pojok yang mana pada rak tersebut terkumpul buku-buku lama yang belum dipindahkan ke gudang.
Derbvaro yang tadinya duduk di kursi itu pun bangkit dan mendatanginya. "Boleh, tapi bukunya di sini penuh debu, Dek."
"Gapapa, Kak. Aku mau baca buku yang di atas itu, tapi aku ga nyampe."
Derbvaro pun mengambilkan buku yang dimaksud adik kelasnya itu. "Biar Kakak bersihin dulu ya!" tawarin Derbvaro.
"Gapapa, Kak. Ga perlu. Biar aku aja yang bersihinnya."
Derbvaro tersenyum sekilas lalu menyerahkan buku tersebut padanya. "Yasudah, ini."
"Terima kasih, Kak."
Derbvaro manggut-manggut. Adik kelasnya itu pun beranjak pergi dari hadapan Derbvaro dengan membawa buku yang dia inginkan.
Cling...
Sebuah cahaya sekilas terlintas pada penglihatan Derbvaro. "Cahaya itu lagi," gumam Derbvaro. Ditatapnya lekat rakyat buku yang ada di hadapannya itu.
"Ga salah lagi, aku lihat cahayanya dari buku yang ini." Derbvaro mengambil buku usang yang pernah ditangguhkannya itu. Buku yang usah, penuh dengan debu hingga menutup judul serta gambar dari cover buku itu.
Derbvaro mengusapnya perlahan, penasaran kembali menyelimuti hatinya.
Bel tanda berakhirnya waktu istirahat telah tiba. Derbvaro memutuskan untuk membawa buku usang itu bersamanya. Setelah semua yang tadinya ada di perpustakaan berhamburan keluar dari perpustakaan, Derbvaro pun keluar terakhir dan mengunci pintu perpustakaan lalu bergegas menuju kelasnya. Buku usang itu telah dimasukkannya ke dalam tasnya bersama dengan buku milik Mr. Eyudru. Derbvaro keluar jrlas dengan membawa tas untuk melindungi buku milik Mr. Eyudru agar tidak ada yang melihatnya karna memang itu adalah buku yang mungkin banyak dicari oleh orang lain di sekitarnya.
"Der, itu buku apaan? Lihat dong!" ujar Alex yang tidak sengaja melihat buku yang ada di dalam tas Derbvaro saat Derbvaro mengambil alat tulisnya dari dalam tasnya.
"Bukan buku apa-apa." Derbvaro gugup.
"Aku pengen lihat bentar!"
"Ga boleh. Sudah ah, Lex. Diam! Di depan ada guru."
Alex mendesah pasrah lalu berdiam diri.
Derbvaro merasa lega, akhirnya Alex berhenti memaksanya untuk memperlihatkan buku yang ada di dalam tasnya. Mereka menyimak pembelajaran dengan serius dan memahami.
"Derbvaro, nanti pas beli pulang, kamu ke ruangan saya ya! Ada yang mau saya bicarakan."
"Siap, Pak Roger." Derbvaro mengangguk paham.
Bel pulang telah berbunyi. Derbvaro pergi ke kantor guru, kantor guru sudah menjadi tempat yang tidak kalah setinggi dikunjunginya dari perpustakaan sekolah. Dia sering dipanggil para guru untuk urusan yang penting. Dia sudah menjadi kepercayaan para guru di sekolahan ini.
"Iya, Pak. Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa, Der. Saya cuman mau minta kamu buat ngasih ini ke mama kamu, bisa?" ujar Pak Roger menyerahkan buket bunga pada Derbvaro.
"Dalam rangka apa ya, Pak?" tanya Derbvaro bingung.
Pak Roger tertawa seutas. "Tidak ada apa-apa, bisa kan kamu kasih ke mama kamu?"
"Bisa, Pak."
"Bagus, gitu dong! Makasih ya, Der!"
"Iya, Pak. Kalau gitu saya bisa pulang sekarang, Pak?"
"Silakan, silakan!"