Sesuatu jatuh tepat di hadapan Derbvaro, hanya dengan bermodalkan obor dari bambu Derbvaro berusaha menerangi sekitarnya, ternyata seekor burung dara yang jatuh terkapar di depan kakinya. Derbvaro terheran, karna selama berada di tempat ini dia tidak pernah melihat suatu apa pun selain daripada burung hantu, kelelawar dan hewan melata. Derbvaro mengecek keadaan burung itu, dia masih bernapas, terlihat dari hentakan pada bagian perut burung dara. Derbvaro memungutnya lalu dia menemukan sesuatu pada kaki burung tersebut, sebuah liontin kuno yang melilit kaki burung dara sehingga menyebabkannya jatuh terkapar. Derbvaro berusaha melepaskan liontin itu dari kaki si burung, cukup bersusah payah agar burung dari tidak terluka olehnya akhirnya liontin itu terlepas dari kaki burung dara.
"Akhirnya lepas juga, maaf ya burung dara jikalau aku melukaimu," ucap Derbvaro menatap mata burung dara.
"Makasih orang baik."
Derbvaro terperanjat, burung itu terlepas dari tangannya, siapa yang baru saja mengucapkan terimakasih itu?
"Siapa itu?" tanya Derbvaro menatap sekelilingnya.
"Aku, wahai orang baik. Aku burung yang baru saja kamu bantu."
Kembali Derbvaro membelalakkan matanya setelah mendengar pernyataan yang membuatnya sangat tercengang. Derbvaro mengucek matanya dengan jari telunjuknya.
"Ka, kamu bisa bicara?"
"Iya, aku bisa bicara." Burung dara mendekat pada Derbvaro.
"Bagaimana bisa? Kamu kan burung."
"Sejak dari dulu pun aku memang bisa bicara. Kamu siapa, kenapa ada di dalam goa ini?"
"Goa." Kembali Derbvaro melihat sekelilingnya. Tempat yang menjadi kunjungannya sejak awal, tempat yang gelap dan mengerikan.
"Iya, ini goa Lawang. Goa terbesar di tempat ini, dan di sini adalah tempat pembuangan penyihir jahat yang kalah dengan kekuatan kebaikan. Sepertinya kamu bukan bagian dari mereka, apakah kamu orang baru?"
Derbvaro berpikir sejenak, dibenaknya berkecamuk seperti kabal-kabal yang telah kusut lalu Derbvaro berusaha merapikan kembali semua kekusutan yang menghambat kelancaran aliran listriknya. 'Jadi, selama ini aku ada di dalam goa pembuangan penyihir jahat, pantesan setiap kali aku berusaha berlari kencang untuk mencari cahaya namun aku tak pernah menemukannya, dan pantas saja tempat ini sangat menyeramkan.' Bulu kuduk Derbvaro terangkat, tanpa sadar Derbvaro menggeleng cepat.
"Sebenarnya aku ga tau kenapa tiba-tiba aku ada di sini. Di tempat ini. Semuanya nampak sangat asing bagiku. Apa kamu bisa tunjukkan padaku jalan keluar? Aku mah kembali ke tempatku."
"Baiklah, karna kamu orang baik dan sudah membantuku maka aku juga akan membantumu. Ayok! Ikuti aku!"
Derbvaro mengikuti burung dara yang terbang rendah. Dengan bermodalkan obor sebagai penerangan jalan, suara gemericik teriakan hewan yang ada di dalam goa memekik, kelip cahaya berwarna merah dari kedipan mata kelelawar yang menggantung tak mereka hiraukan. Cukup jauh Derbvaro berjalan mengikuti burung dara kakinya yang telah mulai lunglai itu pun berhenti sejenak, duduk di atas batu.
"Di depan sana ada pintu keluar, nanti kamu pegangi aku biar kamu bisa keluar dari sini juga."
"Memangnya kenapa harus begitu?"
"Di goa ini ada pelindung, agar para penyihir dan ruh jahat tidak bisa keluar dari goa ini."
Derbvaro mengangguk-angguk paham.
"Hey, kenapa berhenti?" tanya burung dara.
"Aku lelah. Istirahat sebentar."
"Tidak bisa, sebentar lagi para ruh kejahatan akan bangun. Ayok, nanti saja istirahatnya!" paksa burung dara.
"Baiklah." Derbvaro bangkit dari istirahatnya.
Mereka kembali menyusuri goa untuk mencari jalan keluar dari sana. Saat berada tepat di depan pintu goa Derbvaro terkagum melihat pemandangan indah yang ada di luar goa, tumbuhan hijau dan bunga yang berwarna warni sungguh memanjakan matanya, jauh berbeda dari perkotaan yang selalu dia saksikan setiap harinya yang ada hanya bangunan tinggi serta padatnya jalan raya. Tanpa sadar, kaki Derbvaro telah menginjak hamaparan rumput hijau, dia telah keluar dari goa yang gelap dan menakutkan itu.
"Kenapa bisa?" gerutu burung dara yang menyadari Derbvaro bisa keluar dari goa dengan mudahnya.
Derbvaro yang masih terkagum itu pun masih sibuk menyegarkan matanya. Burung berkicau indah dengan suara yang merdu, semilir angin menggerakkan helaian rambutnya. Derbvaro benar-benar merasa tenang dan nyaman.
"Mari, ikuti aku!" titah burung dara terbang rendah.
Derbvaro seketika tersadar, dia pun mencari obor yang tadi masih berada di tangannya, dia tidak sadar entah di mana dia membuangnya.
"Obormu sudah mati, di tempat ini api tidak akan bisa bertahan," celetuk burung dara yang seolah tahu apa yang ada pada isi hati Derbvaro. Derbvaro menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia berusaha memahami tempatnya kali ini, tempat yang berbeda dari tempat tinggalnya.
Derbvaro kembali mengikuti burung dara yang terbang di depannya menunjukkan jalan.
"Panggil saja aku Namo." Burung dara berucap tanpa memberi aba-aba.
"Oh, jadi namamu Namo. Baiklah, aku Derbvaro."
"Emm, Namo. Apakah masih jauh?"
"Tidak, sebentar lagi kita akan sampai."
Di perjalanan, Derbvaro dengan Namo saling bertukar obrolan, hingga sampailah mereka di suatu dusun yang terdapat banyak bangunan rumah serta ada satu istana yang teramat indah. Derbvaro mengucek matanya, ditambah dengan mulutnya yang menganga. Tanpa berhenti melangkahkan kakinya, Derbvaro terus berjalan mengikuti Namo yang terbang itu. Derbvaro teringat dengan film disney yang sering dia tonton Waktu masih kanak-kanak di acara televisi. Persis, menjulang tinggi nan kokoh istana yang megah ini.
Deg. Derbvaro menabrak seseorang yang ada di depannya.
"Hah, Namo?"
Ternyata sosok yang dia tabrak itu adalah Namo, si burung dara yang telah berubah wujud menjadi lelaki berbadan tinggi nan wajahnya tampan.
"Iya ini aku, diam dulu! Putra mahkota mau lewat."
Namo menarik Derbvaro ke barisan, orang-orang yang tadinya sibuk kini telah berjejer rapi membukakan jalan untuk putra mahkota lewat. Saat putra mahkota lewat di depan mereka, semuanya menunduk. Sedangkan Derbvaro yang sibuk ingin melihat putra mahkota itu pun mendongak. Sontak saja Namo memukulnya pelan dan menariknya agar ikut menundukkan kepalanya seperti halnya yang lainnya.
"Wahai rakyatku sekalian, pangeran kegelapan telah lepas dari penjara keabadian. Maka dari itu. Aku, pangeran Zee, ingin mengabarkan pada kalian semua agar terus waspada!" seru pangeran Zee memberikan pengumuman kepada para rakyatnya.
Mentari mulai naik memecahkan kegelapan malam, Guezel sudah siap dengan kotak bekal miliknya, suara derek dari gerbang penutup tokonya terdengar menjerit saat paman melepaskan gembok dan membuka gerbangnya. Guezel yang sibuk menata buku serta membersihkan tokonya itu sudah teramat lihai, itu adalah salah satu olahraga wajibnya di pagi hari.
"Terima kasih, Guezel." Ucapan terimakasih selalu paman ucapkan untuk keponakan perempuannya itu.
Guezel tersenyum, tanpa pamrih dia membantu pamannya.
"Guezel, jangan lupa nanti undang Derbvaro ke sini ya! Ajak makan bersama."
"Siap, Paman."
Selesai dengan pekerjaannya membuka toko bukunya, Guezel bergegas untuk mandi dan bersiap untuk memakai seragam sekolahnya. Alunan lagu indah terlontar dari mulutnya, lagu keseukaannya yaitu Tarts – Erutan.
Berbeda dengan Derbvaro yang masih asyik di dunia fantasinya, kali ini dia enggan untuk bangun karna dia telah menemukan hal yang menarik dari dunia fantasinya.