Matahari mulai memasuki kamar utama vila milik keluarga Danish secara perlahan pria matang itu mulai membuka kedua bola matanya menyesuaikan matahari yang mau mulai mengenainya. Seulas senyuman terbit dari sudut bibir Danish ketika melihat sosok wanita kalem dan polos tengah memeluk tubuh kekarnya.
"Akhirnya kau rela juga mau memelukku Marsha,'' kekeh Danish.
Danish begitu betah terus menatap wajah imut Marsha tidur di dada bidang ya seperti bayi. Tanpa sadar tangan kekar itu mulai menyentuh anak rambut yang hampir menutupi wajah Marsha.
"Wanita cukup menarik jika diperhatikan lebih dalam tapi sayangnya kau hanya gadis desa mantan tunangan pria tua,'' decih Danish.
Marsha yang keenakan tidur sampai dia sama sekali tidak merasakan setiap sentuhan halus yang diberikan Danish pada tubuhnya. Danish kali ini membiarkan Marsha tidur nyenyak dan dia adalah bantal namun tiba-tiba suara mengigau tidak jelas keluar dari mulut Marsha.
"Ayah, Ibu, Marsha kangen,'' ucapnya lirih.
"Dia mengigau? Bukankah orang tuanya masih hidup? Kenapa harus kangen sementara dia ada dalam pelukanku?" kesal Danish pelan.
Marsha terisak dalam tidurnya hingga membasahi dada bidang Danish beberapa bulir mengenainya. Entah mengapa hanya melihat bulir bening itu perasaan Danish berkecamuk karena Marsha yang dia kenal bukan saat ini lemah dan tidak berdaya.
Danish memberikan ruang kepada Marsha agar bisa bergerak bebas karena merasakan tubuhnya mulai bergerak. Kedua bola mata yang terlihat memerah menatap wajah Danish yang terlalu dekat dengannya.
"Tu-tuan Muda?'' pekik Marsha lalu mendapatkan pelukannya namun Danish langsung bergerak cepat menahan tubuh Marsha agar tidak jauh dengan yang.
"Jangan bergerak!" ucap Danish penuh penekanan.
''Kenapa?" tanya Marsha heran.
"Ayo kita buat bayi sekarang?" ucap Danish santai namun berbeda dengan Marsha terbelalak mendengar ucapan Danish bahkan jantungnya ingin melompat keluar.
"Tuan saat ini saya.'' Danish tidak mau melepaskan moment pagi yang cerah ini lalu menyatukan dua buah ceri tersebut. Danish bahkan menarik tengkuk Marsha agar semakin memperdalam penyatuan.
Seketika air mata Marsha keluar sela penyatuan itu dia merasa rasa tidak pantas atas apa yang dilakukan Danish kepadanya. Bukan karena tidak mau melayani sang suami namun situasi saat ini tidak mendukung.
"Kenapa kau menangis?" tanya Danish setelah melepaskan penyatuan.
Marsha sama sekali tidak menjawab namun dia bergerak hendak bangun dari tempat tidur karena berada dekat dengan Danish membuat tubuhnya lemah dan tidak berdaya.
"Kau mau ke mana?" tanya Danish lagi heran melihat gelagat Marsha.
"Tuan, tidak mau mandi? Matahari sudah tinggi?" balas Marsha. Danish seketika terhenyak mendengar ucapan Marsha.
"Pintar sekali wanita ini mengalihkan obrolan,'' kesal Danish lalu beranjak dari tempat tidur.
Danish melewati Marsha begitu aja karena rasa kekesalan terhadap istrinya itu menolak keinginannya untuk berhubungan.
"Maafkan saya Tuan Muda tapi untuk sementara ini kita tidak boleh melakukannya sampai tahu alasan kenapa anda mau menikahi saya,'' lirih Marsha.
Marsha memilih untuk merapikan tempat tidur karena tidak mau pelayan yang melakukannya. Namun tiba-tiba pikirannya langsung tertuju bagaimana bisa dia pindah tempat sementara semalam tubuhnya direbahkan sofa setelah selesai pijat Danish.
''Apa Tuan Muda yang membawaku ke sini?" ucapnya pelan.
Pintu kamar mandi terbuka lebar Danish ternyata sudah selesai membersihkan tubuhnya. Marsha tercengang melihat bentuk tubuh Danish terlihat begitu sempurna bahkan perut kotak-kotak ya juga apalagi rambut yang basah menambah kesan yang mempesona.
"Apa yang kau lihat?" tanya Danish ketus.
"Ti-tidak ada Tuan,'' jawabnya gugup.
Danish meninggalkan Marsha menuju wardrobe memakai pakaiannya namun kali ini berbeda dia mengenakan pakaian seperti pergi ke kantor. Setelah selesai Danish keluar sudah rapi bahkan wangi sampai menyeruak. Marsha merasa ada yang tidak beres dengan Danish pagi ini tiba-tiba berpakaian rapi.
"Tuan, tadi ibu Susanto baru mengatakan sarapan pagi sudah siap,'' ucap Marsha pelan sambil mencairkan suasana.
''Aku tidak mau sarapan. Minggir kau karena aku mau pergi menemui para wanitaku!" decih Danish.
Perasaan Marsha sakit mendengar ucapan Danish tidak menghargainya sebagai istri. Untuk apa mereka berdua di sini jika tidak mendekatkan diri serta mengenal lebih jauh.
''Tapi makanan itu akan mubazir, Tuan?" sambung Marsha.
"Kalau kau yang habiskan tidak akan mubazir.'' Danish langsung meninggalkan Marsha di sana.
"Dia tidak boleh pergi menemui wanita lain aku harus mencegahnya!" ucap Marsha cepat.
Danish sudah menuruni anak tangga sambil bersiul kehadirannya di lantai dasar menarik perhatian Susanto penjaga vila yang baru aja selesai membersihkan mobilnya.
''Selamat pagi Tuan Danish?" sapa Susanto.
"Pagi Pak,'' balas Danish.
"Mau pergi Tuan?" tanya Susanto halus.
"Mana kuncinya!" ucap Danish.
"Ini Tuan Muda." Bapak Susanto menyerahkan kunci namun langsung diambil cepat Marsha.
''Tusn Danish, boleh kita bicara sebentar?" tanya Marsha napasnya terdengar naik turun.
"Berikan kunci itu cepat?" perintah Danish dan tidak mengindahkan ucapan Marsha.
"Tidak mau sebelum kau mau mendengar ucapanku,'' balas Marsha tegas dan tidak takut sama sekali.
''Kau mau bermain-main denganku?" tanya Danish akhirnya emosinya mulai keluar.
"Aku tidak takut denganmu bagaimanapun juga kita saat ini sudah menjadi suami istri. Apa yang kukatakan kau juga harus mendengar!" Danish terbelalak mendengar perintah Marsha barusan.
Dia merasa kali ini tertantang apa lagi lawannya adalah bukan sebanding dengannya.
"Pak Susanto sepertinya kepergianku kena tunda karena istriku ingin bermain-main denganku,'' ucap Danish seringai.
"Baik Tuan." Bapak Susanto meninggalkan suami istri itu sesekali menatap ke belakang memastikan hal yang tidak diinginkan terjadi.
Danish mulai mendekati Marsha dan langsung menarik lengannya hingga tubuh mereka berdua saling berdekatan.
"Ini yang kau inginkan bukan?" tanya Danish datar.
''Tu-tuan bukan seperti ini tapi-'' Danish dengan cepat langsung memotong ucapan Marsha.
'Tapi apa? Kau sudah mengacaukan semua yang sudah aku rencanakan Marsha. Honeymoon ini batal dan kau bersiaplah kembali ke desamu di mana kau akan kembali menikah dengan pria paruh baya itu!" Marsha tercengang tubuhnya seketika bergetar.
''Maksudnya anda mau menceraikan saya?" tanya Masha pelan.
"Itu yang kau mau!" Marsha akhirnya menumpahkan air matanya rasa sakit dalam tubuhnya semakin dalam.
"Lepaskan tangan anda Tuan!'' pekik Marsha suaranya bahkan tertekan lalu air matanya tumpah.
''Kau sepertinya setuju mengenai perpisahan ini,'' tambah Danish.
"Anda benar sekali dan saya bahagia akhirnya bisa lepas darimu.'' Danish bukannya senang mendengar jawaban Marsha justru berang.
Wajah Danish memerah bagaikan kepiting rebus menarik paksa Marsha masuk ke dalam.
''Masuk!" teriak Danish.
"Saya tidak mau Tuan?" tolak Marsha.
Danish yang sudah emosi terus menarik Marsha sampai menuju kamar utama tanpa aba-aba dia menghempaskan tubuh Marsha hingga jatuh di atas tempat tidur.
''Sebelum pulang ke desa aku akan kubuat dirimu mengingat kelakuanku ini!" teriak Danish.