"Ris."
Risa terkejut ketika Aldi memanggil namanya. Ia pun menoleh ke arah Aldi tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Maaf," ucap Aldi.
Risa tahu jika Aldi pasti terpaksa menerima perjodohan ini. Ia cukup kecewa dengan keputusan Aldi, padahal ia sudah meminta agar Aldi untuk tidak menyetujuinya. Namun, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi dan keputusan telah diambil.
"Ya aku mengerti," jawab Risa.
"Aku nggak bisa menolaknya," ucap Aldi.
"Kenapa?" tanya Risa.
"Aku sangat sayang dengan kedua orangtuaku, aku tidak bisa menolak keinginan mereka," jawab Aldi.
Risa mengerti posisi Aldi saat ini. Karena dirinya juga berada diposisi yang sama sepertinya.
"Ya aku tahu," jawab Risa.
"Maaf tidak bisa menepati janjiku kemarin," ucap Aldi.
"Tidak apa-apa, semua sudah terjadi," ucap Risa.
Tidak ada perbincangan lain yang mereka lakukan. Mereka sangat canggung berada diposisi seperti ini.
"Ya sudah ayo kita ke dalam," ajak Risa.
"Iya," jawab Aldi.
Risa beranjak dari tempat duduknya dan diikuti oleh Aldi. Mereka berjalan menuju ruang tamu untuk menemui kedua orangtuanya.
Dari kejauhan, Risa melihat kedua orangtuanya dan kedua orangtua Aldi sangatlah akrab. Ia berharap jika keputusan mereka adalah yang terbaik.
"Eh kok sudah selesai ngobrolnya," ucap Kirana.
"Iya Bu," jawab Risa.
"Ya sudah ayo duduk disini, kita ngobrolin tanggal lamaran dan pernikahannya," ucap Rani.
"Ayo ayo duduk sini," ucap Kirana.
Risa dan Aldi pun duduk bersebelahan. Risa sebenarnya tidak faham apa yang sedang dibicarakan, namun ia berusaha seolah mengerti walaupun rasa sesak di dadanya semakin memuncak.
"Gimana kalau acara lamarannya seminggu lagi," ucap Kirana.
"Apa nggak kecepatan Bu?" tanya Wijaya.
"Semakin cepat semakin baik," ucap Rani.
"Benar yah, semakin cepat semakin bagus," jawab Kirana.
"Ya sudah kalau begitu," ucap Wijaya.
"Kalau tanggal pernikahan nya mau kapan jeng?" tanya Rani.
"Secepatnya aja jeng," jawab Kirana.
"Oke deh kalau begitu," ucap Rani.
Setelah perbincangan mengenai tanggal lamaran dan pernikahan, mereka pun membahas mengenai persiapan acara mulai dari gedung, undangan, catering dan lainnya. Kedua orang tua Risa dan Aldi begitu bersemangat mempersiapkan pernikahan anaknya.
"Ya sudah kami pulang dulu ya, kalau ada yang mau dibahas nanti lewat telepon ya," ucap Andre.
"Iya, terimakasih sudah datang," ucap Wijaya.
"Nggak sabar deh besanan," ucap Rani.
"Iya jeng, nggak sabar banget," ucap Kirana.
Risa dan kedua orangtuanya pun mengantar Aldi dan orangtuanya menuju mobil.
"Kami pulang dulu ya," ucap Rani.
"Iya hati-hati di jalan," jawab Kirana.
Risa dan kedua orangtuanya menunggu sampai mobil milik keluarga Andre pergi. Setelah mobil itu benar-benar sudah hilang dari pandangan, mereka pun segera masuk kembali ke rumah.
"Ayo masuk," ajak Wijaya.
"Iya yah."
Risa memilih untuk tidak mengikuti kedua orangtuanya. Ia masih terdiam di posisinya semula. Melihat putrinya belum masuk, Kirana pun berbalik arah dan mencari putrinya itu.
"Nak," panggil Kirana.
Risa terdiam, ia tidak menjawab ucapan ibunya itu.
"Maafin ibu nak," ucap Kirana.
Di satu sisi Kirana sangat bahagia karena putrinya akan menikah. Namun di sisi lain, ia sangat merasa bersalah karena seolah memaksa kehendaknya.
"Tidak apa-apa Bu," ucap Risa sembari berjalan meninggalkan Kirana.
"Tunggu nak," ucap Kirana.
"Kenapa Bu? tanya Risa.
"Maafin ibu ya," ucap Kirana.
"Ya sudah Bu lupakan saja, semua juga sudah terjadi," jawab Risa.
Risa memilih pergi meninggalkan Kirana. Ia tidak ingin berdebat lebih jauh dengan ibunya. Ia tidak ingin dianggap sebagai anak durhaka, walaupun ini sangat menyakitkan.
Risa berjalan menuju kamar, sesampainya di kamar ia langsung mengunci rapat pintu kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur, meluapkan segala air mata yang sedari sudah ditahan. Ia tak menyangka jika kedua orangtuanya tega melakukan ini kepadanya.
"Kenapa harus seperti ini?" tangisnya.
"Bagaimana jika Aldi bukan orang yang tepat?"
"Bagaimana jika pernikahan ini justru akan menyakiti kedua belah pihak?"
Risa tahu jika Aldi juga tidak mencintainya. Begitupun dengan Risa yang tidak mencintai Aldi. Lalu bagaimanakah pernikahan ini dapat bertahan? Jika cinta tidak ada diantara mereka.
"Bagaimana jika aku tidak bisa mencintai Aldi?"
"Atau bagaimana jika aku sudah mencintai Aldi, namun justru Aldi yang tidak mencintai aku?"
"Apakah pernikahan ini dapat bertahan?"
Risa memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Ia pun sangat menyayangkan keputusan kedua orangtuanya yang begitu cepat tanpa memikirkan perasaannya.
"Apakah aku sehina itu?" tanyanya.
Risa merasa ini bukanlah dirinya. Ia adalah seseorang yang tegar dan tidak pernah serapuh ini. Andai ia tidak pernah mengalami patah hati dahulu, mungkin sudah lama ia menikah. Namun kehidupan manusia tidak ada seorang pun yang tahu. Manusia memang bisa berencana, namun Tuhanlah yang berkehendak.
Tak terasa air mata sudah tidak lagi mengalir di pipinya. Mungkin air mata sudah terkuras habis, sehingga tidak ada setetes pun yang tersisa. Yang tersisa hanyalah kesedihan yang amat dalam.
Risa memutuskan untuk membasuh wajahnya. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Ia melihat wajahnya di cermin, wajahnya sangatlah pucat dan matanya yang merah. Terlihat jelas jika dirinya baru saja menangis.
Risa membasuh wajahnya dengan cepat, berusaha menghilangkan segala kesedihan yang sedang dialaminya. Setelah membasuh wajah, ia kembali melihat wajahnya di cermin.
"Masih sama," ucapnya.
Tidak ada yang berubah, kesedihan itu masih tampak nyata di wajahnya dan tidak bisa ditutupi. Merasa percuma, ia pun kembali ke kamar dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang, melanjutkan menonton drama Korea pun sudah tidak tertarik lagi.
Risa mengambil handphonenya dan melihat apakah ada pesan masuk. Dan benar saja ada beberapa pesan yang belum dibaca. Ia pun segera membukanya.
[Jangan lupa dinner kita malam ini]
Risa terkejut ketika membaca pesan tersebut. Ia melihat siapakah pengirim pesan itu, dan ternyata si pengirim pesan adalah Dimas. Ia lupa jika mempunyai janji dengan Dimas malam ini.
"Bagaimana ini?" tanyanya.
Sejak awal Risa sudah tidak tertarik dengan ajakan Dimas, ia pun heran mengapa kemarin ia menerima ajakan Dimas.
"Ya sudahlah terima saja," ucapnya.
Risa memutuskan untuk tetap menerima ajakan Dimas. Namun satu hal yang menjadi permasalahannya saat ini. Bagaimana mungkin ia memberitahu kedua orangtuanya jika akan makan malam bersama lelaki lain, sedangkan baru saja ia sudah dijodohkan.
"Ayah sama ibu pasti akan bertanya dengan siapa aku pergi," ucapnya.
Risa berusaha mencari cara agar kedua orangtuanya tidak curiga. Ia memutar otaknya dan berusaha menemukan jawaban yang sesuai. Walaupun sudah terbilang dewasa, kedua orangtua sangat ketat menjaga pergaulan putrinya itu. Apalagi acaranya pada malam hari, pastinya Kirana dan Wijaya tidak memperbolehkan putrinya pergi sendirian.