"Terimakasih," ucap Risa.
Bagaikan seorang putri yang disambut oleh seorang pangeran, hal itulah yang kini sedang dirasakannya. Risa tak mampu berkata-kata, sebab kali pertama Dimas bersikap hangat seperti ini.
"Ayo kita masuk," ucap Dimas.
"Iya," jawab Risa.
Risa dan Dimas melangkahkan kaki menuju ke Royal Cafe, tempat mereka akan menikmati makan malam bersama. Meskipun canggung, Risa seolah bersikap biasa saja. Begitupun dengan Dimas yang terlihat sangat berbeda dari biasanya.
Cafe terlihat begitu ramai, banyak pasangan sedang menikmati waktu bersama. Terlihat raut wajah yang sangat bahagia. Beberapa pasang mata tertuju kepada Risa, membuat ia merasa sedikit tidak nyaman.
Risa berusaha untuk tidak memperdulikan keadaan sekitar, ia terus mengikuti langkah kaki Dimas yang masih terus berjalan menyusuri cafe dan melewati banyak pasangan. Ada rasa gelisah didalam lubuk hatinya, memikirkan perasaan yang kini mendadak timbul di hatinya. Perasaan yang sama sekali tidak dapat diartikan.
"Silahkan duduk Risa," ucap Dimas.
Risa terpana melihat sebuah keindahan tepat di depan matanya. Sebuah tempat yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga menjadi tempat yang sangat indah. Berhiaskan banyak bunga dan dilengkapi banyak aksesoris lainnya. Tak lupa beberapa lilin yang menemani makan malam mereka.
"Ayo duduk." Dimas menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Risa duduk.
Sebuah meja yang berisi banyak makanan dan dua buah kursi yang saling berhadapan sebagai pelengkap acara malam ini. Seolah semua sudah disiapkan dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah tempat yang begitu indah.
"Terimakasih," ucap Risa.
Risa merasakan getaran hebat dalam hatinya. Hal yang sudah lama tidak ia rasakan tiba-tiba muncul tanpa aba-aba.
"Kamu suka?" tanya Dimas.
"Iya," jawab Risa. Tidak ada alasan untuk tidak menyukai tempat yang sudah disediakan ini.
"Bagus sekali," puji Risa.
"Terimakasih Ris," ucap Dimas.
"Kamu harusnya nggak perlu repot-repot begini," ucap Risa.
"Nggak apa-apa, ini memang sudah aku rencanakan sejak lama," jawab Dimas.
Lagi dan lagi, Risa terkejut mendengar beberapa patah kata yang keluar dari mulut Dimas. Ia tidak pernah berpikir akan diperlakukan seperti ini oleh Dimas.
"Kenapa?" tanya Risa.
"Emm..."
Risa masih menunggu jawaban atas pertanyaan yang telah diajukannya.
"Ayo kita makan," ucap Dimas.
Dan ternyata terjadi pengalihan pembicaraan. Risa sedikit mengerti mengapa semua ini bisa terjadi. Sudah cukup lama ia menolak ajakan Dimas, hal inilah yang pasti membuat Dimas sangat mempersiapkan pertemuan ini.
"Iya," jawab Risa.
Semua hidangan menimbulkan aroma yang sangat harum dan menggugah rasa lapar di perut mereka. Suapan demi suapan sudah bermuara di mulut mereka. Tidak banyak perbincangan yang mereka lakukan, mereka lebih banyak diam dan menyantap makanan masing-masing.
Suapan terakhir sudah masuk ke mulut Risa. Begitupun dengan Dimas yang sudah terlebih dahulu menghabiskan makanannya.
"Ris," panggil Dimas.
"Kenapa?' tanya Risa.
"Eemm."
"Kenapa Dimas?" tanya Risa kembali.
''Maaf ya kalau acara ini kurang berkesan buat kamu," ucap Dimas.
"Emm..."
"Ini aku punya hadiah buat kamu, tapi bukanya di rumah aja ya," ucap Dimas.
"Apa itu?" tanya Risa.
"Nanti kamu juga pasti tahu," jawab Dimas.
"Ya sudah makasih ya," ucap Risa.
"Iya sama-sama," jawab Dimas.
Tak lama kemudian Dimas dan Risa telah selesai menyantap makan malam mereka. Dan seperti biasanya, tidak banyak perbincangan yang terjadi diantara keduanya. Dimas dan Risa sama-sama bungkam.
"Terimakasih ya Ris sudah mau makan malam bersama denganku," ucap Dimas.
"Ya sama-sama, terimakasih juga sudah menyiapkan acara sebagus ini," ucap Risa.
"Iya Risa."
"Sepertinya sudah malam, ayo kita pulang," ajak Risa.
"Iya Ris," jawab Dimas.
Dimas dan Risa pun bergegas untuk pulang. Namun sebelumnya Dimas membayar makanan mereka terlebih dahulu. Setelah selesai membayar, mereka pun berjalan menuju mobil.
Tak butuh waktu lama, Dimas dan Risa sudah berada di dalam mobil. Risa dan Dimas mulai memasang sabuk pengaman, setelah itu Dimas mengendarai mobilnya menuju rumah Risa.
"Makasih ya Ris," ucap Dimas.
Risa terheran ketika Dimas berulang kali mengucap terimakasih padanya. Ia merasa jika yang dilakukan Dimas itu terlalu berlebihan.
"Iya sama-sama," jawab Risa.
"Besok aku jemput?" tanya Dimas.
Risa terkejut mendengar ucapan Dimas. Sejak dahulu, ia selalu bersikap mandiri dan tidak pernah bergantung pada siapapun.
"Nggak usah Dimas, aku bawa mobil saja," ucap Risa.
"Ooh ya sudah kalau begitu," ucap Dimas.
Tak lama kemudian, Risa telah tiba di rumahnya. Ia segera berpamitan kepada Dimas.
"Aku masuk ya," ucap Risa.
"Iya Ris," jawab Dimas.
"Makasih ya."
"Iya, hati-hati di jalan," ucap Risa.
"Iya, bye."
"Bye."
Risa memasuki halaman rumahnya, namun langkahnya terhenti. Ia membalikkan badannya dan mengamati kepergian mobil milik Dimas. Perlahan mobil milik Dimas sudah menghilang dari pandangan matanya. Ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumahnya.
Sesampainya di ruang tamu, Risa melihat kedua orangtuanya sedang berbincang-bincang di sana. Hari sudah semakin larut, namun kedua orangtuanya masih tetap terjaga.
"Nak," panggil Kirana.
"Ayah sama ibu kok belum tidur?" tanya Risa.
"Iya nak, ayah sama ibu nungguin Risa pulang," ucap Kirana.
"Maafin Risa ya ayah, ibu," ucap Risa.
"Iya nak, nggak apa-apa," ucap Wijaya.
"Risa ke kamar dulu ya," ucap Risa.
"Iya nak," jawab Wijaya.
Setelah perbincangan singkat bersama kedua orangtuanya selesai, Risa pun bergegas menuju kamar untuk membersihkan tubuhnya. Ia berencana untuk segera tidur setelah mandi.
Risa telah selesai membersihkan tubuhnya, kini ia sedang berbaring di tempat tidur sembari menatap langit-langit kamarnya.
"Berat sekali," ucapnya dalam hati.
Risa terpaksa harus menerima kenyataan pahit. Menerima dengan lapang dada keinginan kedua orangtuanya, walaupun menyisakan luka yang mendalam untuknya. Namun ia tidak mempunyai pilihan untuk menolak, karena sudah kesekian kalinya perjodohan selalu menghantuinya.
Risa berusaha memejamkan matanya, ia ingin mengistirahatkan tubuhnya yang sangat lelah. Baik lelah fisik maupun batin. Ia terus mencoba, namun upayanya belum berhasil.
"Kepada siapa aku harus menceritakan semua keluh kesah ku?" tanyanya
Memang benar, seorang manusia pasti mempunyai titik lemahnya. Saat kebanyakan teman seumurannya sedang menikmati indahnya pernikahan, berbeda dengan Risa yang justru takut menghadapi pernikahan. Pernikahan yang selalu didambakan orang-orang, nyatanya menyimpan banyak ketakutan dan kegelisahan untuknya.
"Aku harus kuat," ucapnya.
Risa berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri. Ia tahu tidak ada tempat untuk dirinya berkeluh kesah. Hanya dirinya sendiri yang mampu menguatkannya.
Risa masih berusaha memejamkan matanya, ia mulai melupakan semua kecemasannya. Berharap saat ini ia dapat melupakan itu semua walau hanya sementara. Tetapi itu sudah cukup baginya.
KRINGG KRING KRING
Hari sudah beranjak pagi, dering alarm telah membangunkan Risa. Ia mencoba membuka matanya dan berusaha mengumpulkan seluruh tenaga untuk beranjak dari tempat tidurnya. Setelah semua tenaga terkumpul, ia bangun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Setelah selesai mandi, Risa membuka handphonenya sejenak untuk sekedar melihat jadwal mengajarnya hari ini. Dan ternyata ia memiliki jam mengajar di pagi hari. Ia pun bergegas berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, ia melangkahkan kaki keluar dari kamarnya dan menuju meja makan untuk sarapan.