Tok…Tok… Tedengar seseorang mengetuk pintu kamar dimana Gendis dirawat.
"Maaf saya ingin memberitahukan bahwa doctor meminta salah seorang dari keluarga pasien untuk datang keruangan beliau."
Seorang perawat dengan tinggi semampai berseragam lengkap menyampaikan pesan dari doctor yang merawat Gendis.
"Baik sus, saya akan segera keruangan beliau." Jawab Ayesha sopan.
"Saya permisi."
"Iya sus, terimakasih."
"Biar mama saja yang menemui doctor!" Bhanuwati yang sangat khawatir dengan kondisi putrinya.
"Biar aku saja Ma, lagipula sepertinya doctor hanya akan menyampaikan bahwa Gendis boleh pulang atau belum."
Ayesha mencoba menenangkannya, dia tahu ibu sahabatnya itu tidak bisa mendengar kabar secara tiba-tiba karena beliau memiliki riwayat penyakit sangat harus di jaga.
"Kalau begitu aku ke ruangan doctor dulu sekarang, Nehan jaga mama dan oma disini ya sayang…"
"Baik tante."
Ayesha beranjak pergi dari ruangan itu dan dia langsung menuju ruang doctor Marfel berada.
Tok… Tok… Ayesha mengetuk pintu ruangan Marfel.
"Silahkan masuk!" ucap Marfel yang sudah menunggu dari tadi.
"Silahkan duduk mbak."
"Terimakasih Dok."
Ayesha duduk dengan sopan di kursi yang telah disediakan. Sementara dia melihat Marfel sedang melihat beberapa kertas yang ada di atas mejanya.
"Begini mbak, ini adalah hasil dari tes darah yang telah kita lakukan kepada ibu Gendis." Marfel menyerahkan selembar kertas kepada Ayesha.
"Terus hasilnya bagaimana dok? Apa ada hal yang serius?" Ayesha ingin mendengarkan penjelasan langsung dari Marfel.
"Seperti yang tertulis di lembaran itu mbak. Bahwa, hasil tes darah dari ibu Gendis itu negative. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Dan ibu Gendis bisa istirahat dengan baik dirumah saja, nanti akan saya berikan resep obat untuk dikonsumsi dirumah."
"Syukurlah kalau begitu doctor. Terimakasih atas bantuannya dok." Rasa bahagianya sangat ketara dari raut wajahnya.
"Kalau begitu saya akan membantu Gendis untuk bersiap-siap."
"Sama-sama mbak ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kami sebagai seorang doctor. Hanya saja saya sangat berharap ibu Gendis dapat menjada pola makannya untuk sementara."
"Akan saya sampaikan dok, terimakasih banyak dok!" Ayesha berdiri dari tempat duduknya dan bersalaman kepada doctor.
Dia berjalan dengan penuh semangat menuju kamar Gendis. Bahkan karena sangat bersemangatnya dia sampai sedikit berlari karena ingin segera tiba di kamar itu.
Terdengar suara pintu kamar dibuka dengan sangat tergesa-gesa. Gendis dan Bhanuwati serentak melihat kearah pintu yang disana sudah terlihat Ayesha berdiri.
"Hey… kenapa kamu sampai terengah-engah begitu? Apa kamu sedang bermain lomba lari?" Gendis mengerutkan dahinya karena heran melihat tingkah sahabatnya itu.
Nehan tertawa renyah mendengar ucapan ibunya. "Aku sedang membawa kabar baik itulah sebabnya aku berlari dari ruangan doctor sampai kesini."
"Benarkah itu? Sini kamu minum dulu setelah itu baru lanjutkan lagi bicaranya." Bhanuwati memberikannya segelas air putih.
"Ma kita sudah bisa membereskan barang-barang dan pulang sekarang juga." Ucapnya setelah menghabiskan air putihnya.
"Yang benar kamu Sha!" pekik Gendis
"Ini hasil tes darahmu dan disitu tertera kamu baik-baik saja sehingga doctor menyarankan kamu untuk istirahat dirumah."
"Namun kamu masih tidak boleh makan sembarangan dulu untuk sementara waktu."
"Kalau begitu mama akan menelpon kerumah agar Mbak Sih memasakkan makanan khusus untuk Gendis."
Selama perjalanan menuju rumahnya Gendis merasa sangat gelisah. Hatinya bergemuruh tidak karuan mengingat bahwa saat ini Rayyan masih berada dirumahnya.
"Ndis kamu sedang mikirin apa?" bisik Ayesha
Dia dan Gendis duduk di kursi belakang supir taksi, sementara Bhanuwati memangku Nehan duduk di kursi penumpang yang terletak disebelah supir.
"Emm… aku tidak tahu harus bersikap bagaimana kepada Rayyan." Sahutnya dengan suara yang pelan, mereka tidak ingin Bhanuwati mendengar pembicaraan itu.
"Ohh itu bukanlah masalah yang besar, kamu hanya cukup mengucapkan terimakasih kepadanya."
"Lagipula kemungkinan besok kami bertiga akan berangkat pulang ke Surabaya."
"Ohh…" Gendis menganggukkan kepalanya menandakan dia mengerti apa yang harus dilakukannya.
"Syukurlah kita sudah sampai, kamu masih pusing? Bisa jalan sendiri ataau…?"
"Aku sudah sehat Ma, aku bisa mengurus diriku sendiri." Ucapnya sebelum Bhanuwati menyelesaikan perkataannya.
Mbak Sih yang sudah menunggu kedatangan mereka dengan sigap mengambil barang-barang yang diturunkan dari taxsi.
"Aku ingin istirahat dulu di kamar ya ma…"
"lebih baik aku mengindari Rayyan dengan alasan ini." Ucapnya dalam hati.
"Non saya sudah buatkan jus buah segar, apa mau saya antarkan kekamar non?"
"Boleh mbak,"
Ayesha hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu. Dia tahu bahwa Gendis ingin menghindar dari Rayyan.
"Mbak Manggala dan temannya sedang istirahat di kamar ya?"
"Iya Nya, setelah pulang dari rumah sakit sampai sekarang mereka belum ada keluar kamar. Jadi saya belum menyiapkan makan siang buat mereka."
"mungkin mereka terlalu lelah ma. Karena di rumah sakit tadi malam juga mereka kurang istirahat." Ayesha mencoba menjelaskan kepada Bhanuwati.
"Baiklah mbak, tolong siapkan makan malam yang special ya untuk tamu kita."
"Baik Nya."
"Mbak Arka dimana? Aku ingin mengajaknya bermain."
"Dia ada dikamar mbak Sih sedang tidur siang." Ucap mbak Sih sopan.
"Aku akan melihatnya, boleh kan oma?"
"Boleh, tapi kamu tidak boleh mengganggunya jika dia masih tidur ya…"
"Ok…"
Sementara itu Ayesha berjalan menuju kamar tamu yang ditempati Manggala dan Rayya. Saat dia membuka pintu terlihat kedua pria itu tengah berada didepan laptop kerjanya masing-masing.
"Hai… sedang apa kalian?"
"Eh… kamu kenapa pulang sayang? Sebentar lagi setelah selesai ini kami akan kerumah sakit." Ucap Manggala yang terkejut melihat istrinya berada dirumah.
"Ya… Gendis sudah diperbolehkan pulang oleh doctor."
"Bagaimana hasil tes darahnya?" Tanya Rayyan.
"Semua hasilnya bagus dan tidak ada yang seirus, dia hanya di sarankan untuk menjaga pola makannya sementara waktu ini." Ayesha mencoba menjelaskan keadaan temannya itu.
"Syukurlah jika semuanya baik-baik saja." Ucap Rayyan.
Manggala dan Ayesha saling pandang melihat Rayyan yang sangat terlihat khawatir akan kondisi Gendis.
"Mas Rayyan aku boleh bertanya?" Ayesha beranjak duduk di sebelah kirinya yang juga tidak jauh dari Manggala.
"Emm mau tanya apa?"
"Kamu kenapa sangat khawtir akan kondisi Gendis? Jujur saja itu sangat jelas terlihat."
Wajah putih Rayyan seketika memerah seperti kepiting yang sedang direbus saat mendengar pertanyaan Ayesha.
Hatinya bergemuruh dan jantungnya berdetak sangat kencang seakan ingin meledak. Namun dia berusaha menutupinya dengan senyuman.
"Ah… itu karena aku terbawa suasana kepanikan tadi malam, mungkin jika orang lain dalam keadaan yang sama aku juga akan bersikap seperti itu."
Namun Ayesha tidak puas dengan jawaban yang diberikan Rayyan. Dia merasa bukan itu alasan yang sebenarnya.
Melihat Ayesha memicingkan matanya saat menatap Rayyan seolah dia memiliki kesimpulan sendiri di pikirannya. Manggala berusaha mengalihkan perhatian istrinya dengan cepat.
"Sayang! Aku lapar, dari tadi siang belum makan apapun. Bolehkah aku meminta sesuatu untuk dimakan?"
"emmm…. Aku akan mengambil beberapa camilan. Kalian tunggu disini ya!" ucapnya lembut.
Sebelum beranjak meninggalkan ruangan itu dia kembali menatap Rayyan. Namun Rayyan yang tidak berani membalas tatapannya menyibukkan dirinya dengan laptop yang tengah ada dihadapannya.