Pak Kades yang mendapatkan pertanyaan dari Zuki tidak mampu untuk menjawabnya, dia saja takut bagaimana caranya dia bisa melerai atau menasehati Darsimah, hantu mana bisa dia nasehati yang ada dia yang akan kena nantinya.
"Pak, jawab! Kenapa diam saja, kita tengah genting, apa kita susul Angga saja?" tanya Zuki.
"Ayo kita susul dia," ucap pak Kades.
Motor mereka pun akhirnya di tinggalkan di jembatan yang menjadi tempat pembunuhan itu. Angga yang berlari mengejar Darsimah ngos-ngosan. Dia tidak sanggup untuk berlari lagi.
"Ga, gimana? Apa kamu sudah mendapatkan target tadi?" tanya Zuki kepada Angga yang berdiri memandang hutan cemara.
"Aku tidak dapat mengejarnya, sial sekali. Kemana Darsimah membawanya, aku rasa dia pergi dan menghilang begitu saja. Bagaimana kita bisa menjadi dia barang bukti." Angga geram karena Darsimah main angkut saja dan tidak mau bekerja sama.
Ning nang ning nung!
"Dengar itu tidak? Suara itu, suara khas kedatangan Darsimah." Zuki merapatkan dirinya di sebelah pak Kades.
Pak Kades menelan salivanya, dia takut nantinya terjadi sesuatu dan tentu membuat dia makin ketakutan jika melihat kekejaman Darsimah seperti yang dikatakan orang-orang.
Srettt!
"Jangan ada yang ikut campur, pergilah! Dia akan menjadi pria ke sekian kalinya menjadi targetku sekarang pergi lah," ucap Darsimah dengan suara dingin dan lembut tapi wujudnya tidak terlihat.
"Lepaskan dia! Jangan bunuh dia! Aku tidak mau kamu membunuhnya, biarkan kami yang mencari tahu, seorang yang berhati baik dan lembut sepertimu tidak akan membunuh orang, walaupun kamu dibunuh juga. Jangan membalas dengan yang sama dengan yang mereka lakukan Darsimah," ucap Angga yang masih berdiri di tempat yang sama.
Zuki, pak kades juga ke tiga anak buah Angga masih mencari sosok itu. Tapi tidak ada, yang ada hanya suara saja. Darsimah tertawa dengan kencang dan tawanya sangat menakutkan hingga bulu kuduk mereka berdiri.
"Pergilah aku bilang, sebelum kalian semua aku habisi," ucap Darsimah sekali lagi.
Zuki dan yang lainnya menelan salivanya, mereka mengajak Angga untuk pergi tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari Angga. Angga menantang Darsimah. Darsimah muncul secara tiba-tiba di depan mereka dan wajah Darsimah begitu menakutkan dan menyeramkan sekali.
"Masih belum mau juga hmm? Lihat itu, pria yang kalian cari itu, dia sudah aman di sana hahahahhaha! Kalian mau mencobanya juga? Aku tidak akan keberatan jika kalian mencobanya juga," ucap Darsimah dengan suara menakutkan.
Angga menatap tajam ke arah Darsimah dan tentu tatapan keduanya tidak mau lepas sedikitpun. Angga takut, tapi dia beranikan diri untuk tidak takut berhadapan dengan Darsimah.
"Lepaskan dia, jangan bunuh dia, jangan main hakim sendiri, aku akan mengurusnya, istirahat lah dengan tenang Nyai," ucap Angga dengan tegas dan tinggi.
Tapi Darsimah tidak mau melepaskannya, dia terbang ke arah pria yang bergantung di pohon cemar. Darsimah memegang pria itu. Pria yang memata-matai Angga dan juga anak buah Juragan Benny.
"Jika kalian tidak mau tidak apa, aku akan tunjukkan ini, lihat ini!" seringai Darsimah membuat Angga mulai mundur ketakutan, Darsimah langsung menyabit pria tersebut.
Pria yang sudah terluka di beberapa bagian kini harus terluka di bagian lain dan lukanya sangat mengerikan. Luka bagian perut dan tentu saja semua isi perutnya keluar langsung. Tanpa ada sisa sedikitpun.
Sretttttt!
Angga dan yang lainnya mundur, mereka sangat takut dan mulai gemetar, tidak ada yang berani berbuat apa-apa. Untuk mendekat saja mereka tidak mau dan tidak sanggup.
"Aku sudah katakan, sampai pria yang membunuhku itu berada di depanku, aku belum berhenti dan salah satunya dia, orang yang mungkin salah satu dari pembunuh itu." Darsimah tersenyum dengan senyum mengembang tapi masih terlihat menakutkan, wajahnya yang rusak juga terlihat sangat menakutkan dan mengerikan.
"Angga, pria itu sudah meninggal, bagaimana ini, apa yang akan kita lakukan sekarang? Kita tidak bisa mencari bukti, dia satu-satunya bukti kita dan Darsimah main ambil saja," kata Zuki dengan suara berbisik.
"Kita tidak punya pilihan lain, lebih baik kita menunggu lagi, siapa tahu saja ada yang bisa kita temukan lagi. Sekarang kita jangan buat keributan jika kita membuat keributan ujungnya saksi kita akan direbut dia," bisik Angga kepada Zuki.
Zuki paham kalau dia akan mencari orang yang membunuh itu harus tenang, tanpa harus membuat Darsimah tahu. Darsimah mendengar apa yang dikatakan oleh Angga dan Zuki. Dia hanya tersenyum kecil dan pergi begitu saja.
"Pak Kades ini kita biarkan saja dulu, nanti kita telpon pusat untuk membawa ambulan, dan yang lainnya. Percuma kita panggil sekarang, toh sudah malam juga dan lihat itu korbanya dibawa pergi Darsimah." Angga menunjuk ke arah korban yang hilang begitu saja.
"Sudah kalau begitu, kita pulang saja, besok kita ke sini lagi dan cari di mana korban dibawa Darsimah," ucap pak kades.
Semua menganggukkan kepala dan berjalan keluar dari hutan cemara dan pinus itu. Satu jam perjalanan menuju rumah pak kades, mereka langsung memarkirkan motor ke garasi pak kades, Angga masuk dan mencari Nena yang tidak tahu keberadaannya.
Ceklekkk!
Pintu kamar Nena dibuka oleh Angga, Angga melihat Nena tertidur pulas, Angga tersenyum dan kembali keluar dan menutup pintu kamar Nena.
"Nena di kamarkan Ga?" tanya Zuki.
"Iya, dia di kamar tidur. Entah, kenapa dia bisa di buat tidur, mungkin ini ada kaitannya dengan Darsimah. Jika tidak mana mungkin dia bisa ikut dengan kita dan menggagalkan rencana kita, aku rasa kita sedikit kesulitan mencarinya," kata Angga yang duduk di kursi bersama yang lainnya.
Istri pak Mahmud atau pak Kades memberikan air minum dan makanan untuk mereka makan. Dia juga ikut merinding mendengar apa yang dikatakan oleh pak polisi.
"Kita harus tahu, kalau sesungguhnya Darsimah sudah membuat kutukan terhadap semua orang yang membunuhnya, itu sudah santer terdengar oleh masyarakat, makanya tidak ada yang berani keluar. Katanya suara musik jika terdengar maka jangan hiraukan itu musik kedatangannya," sambung bu Kades kepada Angga dan yang lainnya juga pada suaminya.
"Ibu benar, jika dengar suara itu maka Darsimah lah yang datang, kami sudah tahu itu. dan korbannya pasti terhipnotis kan kalau mendengar suara itu. saya jadi tidak sanggup mendengarnya merinding bu," kata Zuki.
"Jadi kita bagaimana komandan?" tanya Bobo kepada komandannya.
"Entahlah, saya saja bingung, mau kembali juga tidak bisa sepertinya, sudah terlanjur dan kita harus selesaikan ini. Oh ya, selain yang kemarin itu, siapa yang dekat dengan Darsimah lagi pak?" tanya Angga kepada pak Kades.
Pak Kades hanya geleng kepala, dulu sempat heboh kalau Darsimah dengan anak pak camat tapi entah kenapa akhirnya redup dan Darsimah berakhir seperti ini. Angga yang melihat gelengan pak Kades hanya bisa diam dan tidak tahu apa lagi. Buntu dan tidak mempunyai titik terang sama sekali.