"Angga, kita harus apa sekarang? Apa bisa kita cegah mereka? Aku takut jika mereka benar-benar di bunuh. Apa ini ulah Darsimah lagi?" tanya Zuki kepada Angga.
"Entahlah, aku juga tidak tahu apa-apa, saat ini kita harus bisa buat dia menjauhi korbannya lagi, jika di lepaskan maka, kita akan beruntung jika tidak maka habis lah kita, mau berapa banyak korban yang akan kita hadapi, yang ada kita yang akan jadi korban." Angga sudah pasrah, dia meminta Darsimah untuk tidak membunuh lagi, tapi pada kenyataannya dia tetap membunuh lagi.
"Nena, dibawa kemana nak Angga? Apa ketempat yang di hutan itu juga?" tanya pak Kades.
Angga geleng kepala, dia melihat nena pergi dan tentu dia langsung mengejarnya dan sekarang dia kehilangan jejak Nena. Angga mengumpat karena tidak melihat keberadaan Nena dan tentu saja membuat dia pusing kemana rekannya itu.
"Nena, di mana kamu berada, aku mohon tunjukkan keberadaanmu Nena!" Angga benar-benar tidak tahu harus apa, dia tidak bisa mengatakan apapun saat ini.
Saat melintasi hutan pohon pinus terlihat kereta kuda yang biasa Darsimah naikki. Angga meminta Bobo berhenti di sebelah jalan. Semua melihatnya dan tentu membuat mereka keringat dingin.
"Ga, tidak ada orang sama sekali, dan Nena juga tidak terlihat jangan kan Nena, si Darsimah saja tidak terlihat sama sekali." Zuki memperhatikan pergerakan kereta kuda Darsimah tapi kereta kuda itu masih tetap di tempatnya.
"Nak Angga, kita turun saja bagaimana?" tanya pak Mahmud kepada Angga.
"Pak, cari mati kita turun, yang ada kita yang jadi korban. Kita itu pria dan yang incar itu kita, kita pria yang sudah membunuh dia, nah, untuk saat ini, kita belum menemukan bukti siapa yang membunuhnya, jika kita tahu pasti kita tangkap tapi jika kita bisa buktikan dia salah atau tidak jika tidak, maka kita yang akan berbalik pak Mahmud," ucap Zuki kepada pak Mahmud.
Pak Mahmud sebagai kepala desa hanya bisa mengacak rambutnya, dia tidak tahu harus apa, dia juga bingung bagaimana caranya kita bisa dapatkan bukti dan siapa pembunuh itu.
"Mana mungkin kita melihat pria di desa ini di bunuh," cicit pak Mahmud lagi.
Angga yang sudah tidak tahan lagi menunggu di mobil langsung keluar dan bergerak ke arah hutan yang ada kereta kudanya. Zuki yang melihat Angga keluar juga ikut keluar dan menyusul Angga. Ketiga anak buah Angga dan pak Mahmud mau tidak mau ikut bersama Angga.
"Jangan ada yang berisik dan jangan ada yang membuat kegaduhan, dan jangan terhipnotis, jika tidak mau nyawa kalian jadi taruhannya." Angga memperingati anak buahnya dan pak Kades.
Mereka menganggukkan kepala dan langsung berjalan pelan, Zuki melihat kuda Darsimah yang hanya dia, terlihat kuda Darsimah berlumuran darah, kakinya juga mengambang, terlihat lirikkan matanya mengarah ke arahnya.
"Kudanya saja menyeramkan, apa lagi pemiliknya lebih dari menyeramkan," gumam Zuki yang melihat ke arah kuda Darsimah.
Zuki hanya bergidik ngeri, dia tidak mau melihat kudanya, dan dia langsung ke arah Angga. Angga masih melihat sekeliling hutan yang terlihat sangat sepi dan menyeramkan. Hanya suara burung hantu saja yang terdengar jelas.
"Angga, sepertinya tidak ada di sini, kita cari tempat lain saja bagaimana? Kamu mau tidak?" tanya Zuki kepada Angga sembari berbisik.
"Kita ke sana saja, aku merasa ada sesuatu yang tidak aneh di balik sana!" bisik Angga kepada Zuki.
Zuki mengangguk dan berjalan menuju ke arah yang Angga katakan. Mereka berjalan dan dengan perlahan dan tiba di tempat yang Angga curigai terlihat sosok wanita yang sedang duduk dan menunduk. Ada pria yang matanya terbuka lebar. dan tentu terlihat sangat menakutkan.
"Dia sudah meninggal, kira-kira siapa yang di depan kita ini? Apa dia Nena?" tanya Angga yang berbisik.
Angga geleng kepala dan dia saja tidak tahu. Darsimah muncul dari ujung dan membawa pria yang meminta tolong padanya. Pria tersebut menatap ke arah Angga dan pria di depannya.
"Tolong aku, aku tidak mau dibunuh, aku hanya menari tadi dengan dia, aku tidak tahu sama sekali kalau dia bukan orang dan aku hanya, akhhhhh!" teriak pria itu.
"Berhenti kamu di sana, jangan bunuh dia, dia tidak tahu apa-apa, dia hanya menghibur diri, apa salah dia? Kenapa kamu mau membunuh dia, jangan bunuh dia atas kesalahan orang lain Darsimah!" teriak Angga yang kesal karena Darsimah tidak mengindahkan perkataanya dan tidak mau menghentikan perbuatannya.
Darsimah menarik tangan pria itu hingga putus dan tentu membuat pria itu menjerit. Sosok yang di depannya bangun dan memandang ke arah Angga. Angga dan rekan juga pak Mahmud kaget melihat Nena yang mulutnya penuh darah dan ada sesuatu di mulutnya.
"Nena makan orang Angga! Dia jadi kanibal dan dia benar-benar membuat aku ingin muntah. uweekkk!" Zuki muntah karena melihat Nena menyeruput sesuatu yang menjijikkan itu.
Bukan hanya Zuki saja yang muntah, tapi ketiga anak buah Angga juga ikut muntah. Pak Mahmud yang melihat kelakuan Nena mundur selangkah, dia takut jika dia jadi santapan Nena.
"Nena, sadar Nena. aku mohon padamu Nena. Istighfar Nena, kamu manusia bukan makhluk gaib, ayo lah Nena, jangan buat diri kamu jadi pembunuh juga Nena, sadar Nena." Ucap Angga.
Darsimah sudah menarik satu persatu tangan yang satu hingga tangan pria itu putus, jeritan pria itu membuat Zuki dan Angga juga pak Mahmud tidak tahan sama sekali.
"Cukup Darsimah, jangan kamu buat semua pria menanggung semua yang kamu alami, bukan semua pria yang membunuh kamu! Kamu harus pahami itu, jika kamu membunuh semua pria apa dendam kamu dan kutukan itu bisa membuat kamu puas? Dan kamu bisa bahagia? Dan kamu bisa hidup lagi? Gila kamu Darsimah!" teriak Angga yang sudah kesal dan marah dengan melihat sahabatnya jadi ikut membunuh orang lain.
Zuki dan yang lainnya mengangga melihat Angga berteriak dengan keras ke arah Darsimah. Apakah Darsimah akan menyudahi apa yang dia lakukan? Jawabannya tidak. Darsimah malah lebih ganas dan lebih kejam, dengan sekali tarikkan di bagian dada, jantung pria itu keluar dari dalam dadanya.
Angga hanya bisa mengangga melihat keadaan yang tidak dia sukai, lagi-lagi dia melihat kejamnya Darsimah membalaskan dendam dan mewujudkan kutukannya kepada para pria yang tidak bersalah sama sekali.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang Angga?" tanya Zuki yang lemas melihat Darsimah yang membunuh pria lagi.
Nena yang berdiri di depan mereka seketika lemas dan pingsan. Bobo menangkap Nena agar Nena tidak jatuh ke tanah.
"Bawa saja dia pulang, pak kita bawa dia pulang ke desa jangan kita menginap lagi ke rumah saudara pak mahmud ya, saya akan telpon polisi kota untuk ke sini." Angga meminta pak Mahmud untuk kembali pulang saja, dari pada singgah akan ada korban lagi.