Chereads / Cinta Seumur Jagung dan Semanis Gula / Chapter 20 - 020 Paling Mungil Sedunia

Chapter 20 - 020 Paling Mungil Sedunia

Besok paginya.

Anggun dan Badai saling berkirim pesan rahasia. Sibuk mengetik bersemangat dan acuh.

[ "Badai!! Beraninya kamu mengacuhkan aku! Siapa yang mengizinkan kamu mandi dengan tubuhku? Apa kamu sudah melihat semuanya? Kamu juga sudah menyentuhnya?" ]

Membayangkan serta mengetik tulisan ini saja sudah membuat tangan Anggun menggigil hebat. Anggun bahkan takut membaca pesan balasan dari Badai.

[ "Aku yang seharusnya protes. Aku punya kebiasaan mandi lebih dulu sebelum tidur. Tapi, kamu! Saat kamu merasuki tubuhku dan tidur semalam. Tubuhku yang bahkan belum mandi sejak pagi karena masuk rumah sakit. Kamu masih juga tidak membersihkannya lebih dulu sebelum kamu menyentuh kasurku??" ]

[ "Hei! Aku yang seharusnya marah di sini. Aku perempuan. Aku tak boleh membiarkan laki-laki asing melihat tubuhku. Ayo, jujur! Apa benar kamu hanya mandi dan tidak melakukan hal aneh-aneh?" ]

Teriakan Anggun bergema.

"Tidak!!!! Ini membuatku gila! Bagaimana? Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi?"

Maia yang duduk di sampingnya terkejut bukan main.

"Anggun! Kamu ini kenapa sih? Sudah tidak waras? Kenapa teriak-teriak? Dan kenapa juga berusaha membuat telingaku jadi tuli karena berada paling dekat dengan mulutmu?"

Anggun meresapi kepedihan hatinya.

"Aku mau mati saja, Mai! Mungkin mati adalah cara yang paling cocok untukku menghapus seluruh rasa malu ini."

Anggun tidak sedang berakting.

Dia benar-benar sedang sedih dan frustasi. Dia tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi dirinya yang sudah dilihat, diraba, dan mungkin... ah... Tidak. Tidak. Anggun tak mau membayangkan hal buruk. Tapi suasana hatinya tak kunjung membaik saat dia gagal mempertahankan kepolosan tubuhnya.

"Huaaa... Ibu! Bapak! Apa dosa Anggun? Kenapa siksaan rohani dan jasmani ini menghimpit Anggun?"

Pesan balasan dari Badai masuk ke inbox Anggun.

Awalnya Anggun menolak untuk melihatnya. Namun, Badai berulang kali melempar gumpalan kertas kecil ke arahnya. Anggun mau tak mau membuka pesan Badai dengan separuh ikhlas.

[ "Kau tak usah khawatir. Aku hanya mandi. Tidak melakukan hal aneh. Aku juga menutup mataku dan memindahkan cermin yang ada di kamar mandi." ]

Pesan baru dari Sonny masuk ke inbox Anggun juga.

[ "Hei, bocah! Kenapa kamu memindahkan cermin yang ada di atas wastafel dalam kamar mandi? Apa mungkin kamu tak sengaja sudah memecahkannya? Jika begitu, aku akan meminta ayah untuk membelikan yang baru!" ]

Anggun buru-buru membalas pesan kakaknya lebih dulu.

[ "Tidak, Kak! Jangan! Biarkan saja seperti itu. Anggun lebih suka jika kaca itu disingkirkan!" ]

Anggun kemudian beralih pada pesan dari Badai.

[ "Kali ini aku akan percaya padamu. Tapi, jika kamu sampai macam-macam pada tubuhku! Aku akan pastikan kamu mendapatkan malu yang jauh lebih kejam!" ]

Badai tersenyum samar ketika dia selesai membaca pesan ancaman dari Anggun. Dia melirik Anggun yang duduk dua meja di depannya.

Badai pun mulai melakukan negosiasi kecil pada teman laki-lakinya yang duduk tepat di depannya.

"Hai, Wan. Bagaimana jika kita tukeran tempat duduk? Mataku minus. Jadi aku sedikit kesulitan untuk melihat ke papan tulis."

Wandi menyanggupi permintaannya. Sejak awal dia memang lebih suka duduk di belakang. Namun karena aturan duduk yang ditentukan oleh nomor. Wandi terpaksa duduk di tempat yang kurang stategis untuk tiduran.

"Oke, Dai! Silahkan pakai. Kamu tak usah malu-malu."

Wandi dan Badai akhirnya bertukar tempat duduk.

***

Anggun beberapa kali melihat penampilan dirinya di depan cermin. Saat ini jam pelajaran olahraga sedang berlangsung. Sebagian besar anak-anak diminta untuk duduk rapi di pinggir lapangan.

Sementara anak-anak lain yang kebagian harus bermain, berkumpul di tengah lapangan dan saling memperebutkan bola basket untuk mencetak skor.

Anggun justru tidak menyimak permainan saat sebagian tim pria terbagi menjadi dua kelompok, yaitu regu A dan regu B. Anggun yang sengaja duduk di urutan paling belakang, diam-diam menilai bagaimana penampilannya selama ini.

"Aku cantik. Aku juga manis. Aku yakin banyak dalam diriku bisa dibanggakan."

Winda, Luna san Maia menatap kosong sosok percaya diri Anggun yang aneh.

Winda menjadi orang pertama yang mengomentari.

"Apa otakmu terluka entah dimana, Gun? Kenapa kamu bicara hal yang mengerikan dan sangat aneh? Lalu, siapa juga yang menyombongkan dirinya di depan cermin, selain ibu tiri Snow White?"

Anggun terbersit untuk bermain drama.

"Cermin-cermin yang paling mungil sedunia! Siapa yang paling cantik se-SMA Pelita? Lalu, siapa yang paling menawan?"

Suara dari samping berbisik di telinga Anggun.

"Tentu saja bukan Anda, Nona Anggun Jayanti. Anda adalah wanita cantik kesekian-kian-kian. Jadi syukuri itu dan jangan bertingkah!"

Anggun menatap sinis Maia.

"Mai, apa jangan-jangan sebenarnya kamu juga punya dendam kesumat padaku?" Anggun menyindir dengan ketus.

Maia, Winda dan Luna cekikikan meladeni sikap gila Anggun.

"Aku begini karena tertular olehmu! Jadi jangan berusaha mengocok perutku."

Anggun dengan kekecewaan besar menyimpan kembali cermin kecilnya ke dalam saku celana olahraganya. Agar tak ketahuan Pak Noto Suseno bahwa dia sedang bersolek dan bermain-main.

"Jangan ikuti hal buruk dariku. Tapi ikutilah hal-hal positif dalam diriku!"

Permainan berganti. Pluit sudah dibunyikan, Pak Noto juga meminta tim regu putri tiga dan empat untuk segera bermain.

Kekesalan dari tim regu A menyusup ke telinga Anggun ketika dia melewati salah satu pemain.

"Sial! Aku seharusnya tidak memasukkan dia dalam tim! Dia membawa peruntungan buruk untuk tim kita."

Anggun bertanya-tanya, siapa yang mereka bicarakan?

Luna membantu Anggun menemukan jawabannya.

"Badai Daneswara. Dia sudah menjadi target anggota yang harus diblacklist karena kemampuan olahraga-nya yang buruk."

Tatapan Anggun kemudian berpaling pada Badai.

Pria itu terlihat kelelahan. Baju olahraga-nya sudah basah kuyup. Sampai-sampai, napasnya juga belum berhenti saling memburu. Anggun memprediksi bahwa Badai pasti sudah mengerahkan hampir seluruh kemampuannya untuk bertanding. Namun, sayang. Masih saja ada orang yang tidak menghargai usahanya.

Permainan antara tim Anggun (sebagai regu tiga) dan regu empat dimulai.

Badai mengawasi sosok Anggun dari jauh. Dia sudah berhasil mengontrol kelelahannya yang meluap-luap. Setelah meneguk habis satu botol mineral. Kini fokusnya berpindah pada bagaimana cara Anggun bermain.

"Hei! Lempar ke dia!"

"Tidak! Tidak!"

"Jangan ke sana!"

"Oke! Oper padaku!"

"Sebelah sini!"

"Awas!"

"Yup!!"

"Good job!"

Selain bisa mendribel bola dengan baik. Anggun ternyata memiliki basis sebagai seorang kapten. Dia berulang kali menggiring timnya menghindari lawan. Mengoper bola. Bahkan mencetak skor. Kemampuannya unggul tidak hanya dalam pelajaran teori dan hitungan. Anggun ternyata cerdas dalam hal mengkoodinasi kerja sama team?

Tep!

Tembakan ketiga Anggun gagal.

Ternyata meski dia terlihat sangat menguasai panggung. Anggun mudah gagal dalam memasukkan bola ke dalam ring. Badai mengacuhkan segera tatapan tak suka dari anggota tim-nya.

Badai berdiri dan meminta izin ke toilet.

***