Chapter 18 - 018 Plan

Rencana mereka adalah, Badai harus kembali dengan tubuh Anggun pulang ke rumah Anggun. Menghadapi keluarga Anggun dan beralasan kuat!

Badai akhirnya menemukan apa yang disebut sebagai rintangan besar dalam hidup. Setelah mendengarkan seluruh rangkaian bagaimana dia harus berakting di depan keluarga barunya.

"Aku terkadang pecicilan. Aku juga tomboy dan suka grasak-grusuk. Tapi aslinya, aku adalah perempuan. Jadi, jaga sikapmu baik-baik di hadapan kedua orang tuaku, terutama kakakku. Karena Kak Sonny adalah orang yang paling punya tingkat sensitif tinggi dan mata elang."

"Sebisa mungkin gunakan kata namaku saat menyebut diri sendiri di depan mereka. Aku terbiasa menggunakan cara itu saat berbicara dengan mereka."

"Tapi, tunggu sebentar."

"Jika aku perhatikan lagi. Di sekolah kamu tak banyak bicara. Sangat tertutup dan menutup diri dari pergaulan. Bahkan jika tidak ada yang menyenggol atau mengajakmu bicara, kamu tidak akan meladeni mereka."

"Jadi, sebetulnya bagaimana sifat aslimu? Ketika kuperhatikan, kamu sangat normal saat berada di luar sekolah," Anggun menunjuk kacamata kuda Badai yang super aneh, "Namun, apa-apaan kaca mata kuda itu? Apa kamu berharap aku akan memakainya saat aku menyamar menjadi kau?"

Badai memberikan penegasan.

"Harus. Itu adalah kewajibanmu. Dan tidak boleh kamu langgar jika ingin tetap mempertahankan sosok baikmu di depan kedua orangtuamu."

Anggun terbelalak.

"Apa baru saja kamu mengancamku?"

Badai bersikap santai, "Kamu bebas beranggapan. Tapi tak boleh menolaknya."

Anggun masih saja sulit menerima keputusan itu.

"Namun, bagaimana aku harus menjadi seperti kutu kelas di depan teman-temanku? Ini sulit! Dan yang terpenting, kamu sudah melakukan sebuah kamuflase. Matamu tidak minus. Penampilanmu juga sangat baik. Bahkan di dalam rumah kamu berpenampilan sangat normal!"

Karena itu, mari abaikan bagaimana situasi mereka saat pertama kali saling bertukar tubuh. Mereka bangun dari tidur panjang. Jadi Badai tentu saja tidak mungkin repot-repot mengubah penampilannya menjadi lebih culun.

Namun Anggun bisa tahu bahwa Badai sudah menutupi identitasnya adalah dari beberapa bingkai foto yang berdiri rapi di atas meja panjangan yang dalam kamarnya.

Badai sudah menduga bahwa penampilannya akan menjadi masalah.

Dia sadar meski Anggun kurang menyukai dirinya. Anggun adalah gadis yang peka. Dia tahu bahwa ada yang tidak benar pada Badai. Hingga perihal tentang kekayaan Badai yang sengaja dia sembunyikan dengan berbagai alasan logis yang sebetulnya tidak benar-benar menjawab kecurigaannya dengan tepat.

Anggun pun kini lebih memilih untuk menjadi manusia yang cuek.

Dia tidak peduli bagaimana kehidupan pribadi Badai sebenarnya. Yang dia butuhkan adalah tahu lebih banyak sesuai dengan apa yang dia butuhkan.

"Jadi, selain wajah tampan dan status kaya yang kamu sembunyikan. Serta penampilanmu yang tak boleh mencolok di dalam kelas atau sekolah. Apa lagi yang harus aku perhatikan dengan sungguh-sungguh?"

Badai menjawab santai.

"Tidak ada. Berperan sebagai aku, sangat mudah. Kamu hanya perlu diam di tempat yang tidak terlihat dan tak perlu melakukan apapun. Mengikuti kelas seperti anak-anak lain tanpa mencoba menarik perhatian. Dan terpenting, jangan menjadi paling pintar di kelas. Seperti yang selama ini sudah kamu lakukan."

Anggun jadi bergidik ngeri.

"Apakah ini berarti, kamu akan membuat peringkatku merosot jauh saat tubuh kita tertukar?

Badai memasang wajah datar. Anggun tak mau mimpi buruk itu sampai terjadi.

"Itu tergantung pada peruntunganmu."

Anggun merasa dirugikan.

"Lalu, soal ayah dan ibuku. Jangan ceritakan apapun tentang Kak Rangga! Sampaikan saja kamu harus menjenguk temanmu yang sedang sakit. Kamu bolos pada hari pertama karena kamu harus membawanya ke rumah sakit. Lalu pada hari kedua, kamu tetap harus merawat orang itu karena kedua orangtuanya sedang berada di luar kota."

Badai menemukan semacam firasat buruk.

"Jika begitu, teman mana yang akan kamu kambing hitamkan?"

Anggun menunjuk sosok dirinya yang ada dalam tubuh Badai.

"Badai Daneswara. Mulai saat ini kita akan menjadi teman baik dan akrab!"

Badai hampir saja terjatuh dari kursinya. Dia tak bisa berkomentar lagi. Dia juga memutuskan untuk tidak banyak mendengarkan celotehan Anggun tentang masa depan mereka.

***

Badai pulang ke rumah Anggun dalam keadaan pucat. Dia mematuk dirinya terlalu berani menghadapi resiko. Padahal dia tidak terlalu tahu menahu sama sekali bagaimana kepribadian keluarga Anggun.

Bagaimana ibu dan ayah Anggun akan menanggapi sikap nakal putrinya. Dan bagaimana Kakaknya akan mendukung atau malah mengacaukan pembelaan dari adiknya.

Untuk beberapa waktu yang cukup lama, Badai berdiri kaku tanpa berniat untuk masuk ke dalam rumah. Namun setelah dia berpikir ulang bahwa ini bukan pertama kalinya dia berakting atau berbohong. Badai kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Terkejut ketika tiga pasang mata sudah mengawasinya di depan pintu masuk dan bersiap-siap menegur.

"Anggun! Darimana saja kamu? Kamu sudah pandai membolos dan berbohong pada ibu?" Seorang wanita dengan rambut keriting dan wajah galak akibat sedang marah bercampur khawatir. Wanita itu pasti adalah ibu Anggun, Mariam.

Badai menemukan kesalahan salam pengucapan ibu Anggun.

"Saya tidak berbohong pada ibu. Saya memang membolos. Tapi, saya tidak pernah bilang bahwa saya akan berangkat ke sekolah."

Mariam terkejut luar biasa. Dia menjauhkan sedikit tubuhnya dan mengatur napas.

"Apa yang baru saja kamu sampaikan?" Mariam terlihat sudah terlatih menghadapi tingkah beragam Anggun. Badai pun tahu bahwa Anggun sering membuat keluarganya kelimpungan menghadapi sikapnya yang bagaikan ombak.

Terkadang tidak berada di jalurnya. Dan terkadang melengkung tinggi menyebabkan sebuah kapal terombang-ambing.

Badai lebih memilih untuk diam. Akan berbahaya jika dia banyak bicara dan dicurigai. Meski tanpa dia sadari, ucapannya sudah menimbulkan kejanggalan.

"Anggun, Kak Sonny juga tidak pernah mengajarkanmu untuk membolos secara sembunyi-sembunyi. Ayah dan ibu juga sudah pernah bilang. Kalau kamu ingin bolos sekolah. Kamu boleh sampaikan itu pada kami. Ayah ibu tak akan mendorongmu untuk harus berangkat sekolah setiap hari. Karena ayah dan ibu percaya ada saat dimana anak mereka merasa jenuh saat berada di sekolah." Seorang anak laki-laki. Masih berseragam sekolah. Duduk di kursi makan yang tidak berada jauh dari ruang tamu yang ada di dekat pintu keluar.

Anak laki-laki itu pasti Sonny. Kakak Anggun. Dan bersekola di SMA Pelita juga sebagai senior Badai.

"Namun," mata elang Sonny persis seperti apa yang digambarkan oleh Anggun.

***