Anggun dan Badai seolah mengalami dejavu. Mereka sama-sama bangun di tempat asing sekali dan pernah mengalaminya. Kepala mereka berdenyut hebat.
Mereka kompak beranggapan bahwa pertukaran tubuh aneh ini seharusnya hanya akan terjadi satu kali. Namun, ternyata anggapan bodoh mereka itu ternyata salah. Kekacauan kembali terjadi. Lalu kini, Badai dibuat kalut jika seandainya mereka tidak bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing.
Badai menyelinap gesit keluar rumah setelag bangun dan berkemas. Dia mengambil seragam dan tas sekolah Anggun. Dia juga melompati jendela kamar Anggun setelah mengambil jaket dan tergesa-gesa memanggil taksi.
Demitri menatapnya heran setelah dia membukakan pintu untuk Badai. Dia tak menyangka seorang gadis akan bertandang ke rumah itu sepagi ini. Demitri juga mengenali sosok Anggun sebagai gadis yang sama seperti gadis yang kemarin mendatangi rumah ini bersama majikan mudanya.
Badai meletakkan wibawanya di hadapan Demitri.
Rumah ini hanya memiliki satu akses masuk. Jika Badai ingin menyentuh kamarnya. Dia harus melewati pintu utama. Dan itu berarti dia harus menekan bel. Dan tidak seperti kamar Anggun yang memiliki jendela dan bisa memudahkannya untuk melompat dan meloloskan diri dari kamar itu.
Kamar Badai terletak di lantai dua. Jaraknya sangat jauh. Badai tentu tidak mungkin melompat naik. Meski kamarnya memiliki sebuah balkon. Bisa dipanjat naik dengan menggunakan tangga panjang.
Masuk melalui akses normal adalah pilihan terbaik. Meski dia harus melewati kepala pelayan di rumahnya.
"Apa... Badai ada di dalam?" Lidah Badai keluh. Dia belum bersuara semenjak bangun. Tenggorokkannya pun terasa kering. Dia bahkan harus bertanya tentang dirinya sendiri. Seolah ini semua adalah mimpi yang akan menjadi panjang.
Demitri menjulurkan tangannya ke dalam untuk mempersilahkan.
"Tuan Muda masih ada di dalam kamarnya. Dia seharusnya sudah bangun. Namun apakah Anda berencana untuk menemuinya secara langsung, Nona?"
Badai memejamkan matanya sejenak. Dia seolah akan gila saat dipanggil 'nona'.
"Itu bukan ide yang buruk. Kamarnya di lantai atas, bukan? Kemarin aku sudah pernah kemari. Jadi, Anda tak mengantarku."
Demitri bermaksud menghalangi niat Badai. Namun Badai telah lebih dulu menatapnya tegas. Demitri tanpa sadar tertegun. Dia seolah telah menemukan sosok Badai dalam tubuh Anggun.
Badai menetralkan kembali ekspresinya.
"Tolong, siapkan air minum untukku. Dan antarkan ke kamar."
Cara bicara dan bagaimana dia berekspresi begitu mirip dengan majikannya. Demitri terpaksa menyanggupi. Meski sebelum ini, dia belum pernah mengizinkan tamu tuan muda-nya untuk langsung masuk ke dalam kamar. Dan menyalahi aturan yang masih dijaga dalam keluarga besar Daneswara.
Badai melangkah tenang melewati anak tangga. Dia telah mengumpulkan segenap kalimat untuk segera dia lontarkan pada Anggun, begitu mereka sudah bertemu. Demi kesopanan dan antisipasi, Badai mengetuk pintu kamarnya secara perlahan lebih dulu. Dia menunggu beberapa jeda. Dia kemudian membuka pintu coklat itu dengan lancar.
Di atas tempat tidur. Sedang duduk dengan wajah termangu, sambil melipat kedua kaki. Anggun terlihat masih tercengang hebat, menghadapi situasi tak benarnya. Anggun berulang kali membolak-balikkan tangannya tanpa rasa percaya.
Anggun juga masih belum bisa mengukur kejadian ini sebagai hukuman berat yang harus dia terima. Dia mengangkat wajahnya. Dia juga menatap Badai sangat sedih.
"Bagaimana ini? Kita tubuh kita ternyata sudah tertukar kembali. Dan aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya."
Badai mendesah panjang. Dia juga melempar asal tas ransel Anggun ke atas sofa. Dan berjalan menuju ranjangnya. Badai melipat kedua tangannya setelah sampai di hadapan Anggun.
"Pertanyaan itu yang seharusnya aku tanyakan? Kenapa aku bisa berada dalam tubuhmu lagi? Apa mungkin semalam, sebelum tidur, kamu kembali melakukan ritual aneh untuk menjebakku?"
Anggun mengusap wajah Badai yang kini sedang menjadi miliknya. Dia tertekan. Dia juga sulit berpikir jernih.
"Aku pun tidak tahu, Dai! Jika aku tahu, aku pasti akan berusaha mengembalikan jiwa kita ke tubuh masih-masing!"
Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi. Nasibnya dua kali menjadi lebih menyedihkan saat Badai bahkan menuduhnya hal yang tidak-tidak dan menyalahkannya.
Anggun merasa kepalanya berputar hebat.
"Apa semalam kamu sempat flu? Kenapa tubuhmu sedikit panas. Dan pandangan matanyku juga kurang nyaman? Bahkan kepalaku seperti sedang berputar-putar?"
Badai menyentuh kening Anggun. Dia merasakan hawa panas yang Anggun maksudkan.
"Apa rasanya begitu buruk?"
Anggun mengangguk lemah. Dia juga sudah mulai memejamkan separuh matanya yang terasa berat. Badai buru-buru mencari bantuan. Dia bergegas keluar. Dia juga segera menahan Demitri yang datang untuk mengantarkan minuman.
"Anggun! Ah, tidak! Maksudku, Badai! Dia sedang demam tinggi. Bisakah Anda membawanya ke rumah sakit, sekarang?"
Demitri menerjang masuk ke dalam kamar dan menghampiri Anggun. Dia memeriksa suhu tubuh Anggun. Dia spontan terkejut. Setelah mencocokan suhu tubuh Anggun dengan miliknya.
"Tuan Muda pasti sudah salah makan sesuatu. Maka lebih baik, kita segera membawanya pergi!"
Demitri memanggil beberapa pelayan. Dia menyuruh dua orang untuk membantunya membopong Anggun. Dia juga meminta Badai ikut bersama dengannya jika dia penasaran. Namun itu berarti dia mungkin harus bolos sekolah.
Badai tentu tidak bisa membiarkan Anggun mengalami kesulitan ini seorang diri. Maka dia pun memutuskan untuk ikut daripada menunggu dengan tidak tenang.
***
Dokter ternyata hanya mengutakan kabar baik. Setelah selesai memeriksa tubuh Badai yang sedang dirasuki oleh Anggun.
"Dia hanya sedikit keracunan makanan. Tidak berakibat serius. Namun demam akan berlangsung selama beberapa jam ke depan. Saya sudah berikan obat penawarnya. Lalu, jika dia sudah siuman. Tolong berikan lagi vitamin ini untuknya. Dan sarankan dia untuk menyeleksi makanan yang bisa masuk ke lambungnya dan tidak."
Demitri mengucapkan terima kasih pada sang Dokter. Dia senang karena Tuan Muda-nya baik-baik saja. Namun tanpa mereka sadari, Badai menyimpan rasa bersalah pada Anggun.
Dia mendekati tempat tidur Anggun yang sedang tertidur lelah. Dan membiarkan Demitri pergi mengantar Dokter keluar ruangan dan bicara di luar.
Badai melihat sosoknya yang sedang tertidur pulas dan bergumam pelan.
"Kamu seharusnya tidak harus menggantikanku merasakan rasa sakitnya."
Badai dengan setia menemani Anggun sampai sadar. Dia duduk di ruang tunggu sambil membuka ponsel Anggun dan memeriksa isinya.
Mata Anggun perlahan terbuka setelah efek obat biusnya sudah habis. Dia melihat langit-langit kamar rumah sakit. Dan menemukan cerita ironi dalam pengalamannya.
Tubuhnya dan Badai saling tertukar. Dan berkat itu juga Anggun jadi merasakan bagaimana rasanya sakit dalam tubuh orang lain. Anggun mengedarkan pandangannya ke segala arah dan menemukan sosok Badai sedang duduk sambil menunduk.
Anggun mengerutkan keningnya kesal setelah melihat apa yang Badai kerjakan.
"Kenapa kamu seenaknya saja membuka ponselku? Lalu, darimana kamu tahu kode sandi ponselku?"
***