Chereads / Cinta Seumur Jagung dan Semanis Gula / Chapter 15 - 015 Status : Aman

Chapter 15 - 015 Status : Aman

Anggun terbangun di tengah siang dari tidur lelapnya yang sangat pulas. Dia mengejapkan mata. Dia juga mengusap kedua matanya yang terasa berat. Anggun panik setelah menyadari keadaan di sekitarnya dan buru-buru menguasai diri.

"Astaga! Sejak kapan aku sudah tertidur? Dan kenapa bocah menyebalkan itu tidak membangunkanku!"

Anggun melihat sosok Badai yang terbaring lelap di atas sofa panjang. Anggun berteriak panik.

"Tidak mungkin! Tubuh kami sudah saling bertukar kembali?" Anggun ingin sekali berjingkrak-an. Badai yang sudah sadar, menatap lurus ke arahnya.

"Kita sudah kembali ke tubuh kita masing-masing?"

Anggun tersenyum ceria.

"Itu benar! Dan aku sangat senang sekarang. Kita ternyata tidak perlu waktu sampai dua bulan untuk dapat kembali ke tubuh masing-masing. Cara kerja ramuan ini ternyata hanya bertahan setengah hari!" Anggun berlari mengambil cermin. Dia bahagia melihat wajahnya yang bulat dan rambut panjangnya yang terulai lemas.

Badai masih dalam kondisi antara sadar dan setengah sadar.

Dia duduk diam di atas sofanya. Kemudian berulang kali memperhatikan tangan dan meraba tubuhnya.

"Kita kembali. Dan segala keanehan tadi hanya tinggal ceria."

Badai bergembira atas kabar baik ini. Anggun segera mengambil tas ranselnya.

"Kalau begini, kita berhenti saling berhubungan. Jangan mencariku atau mengungkit masalah ini!"

Badai sependapat.

"Begitu juga denganmu. Tolong perhatikan ide liarmu. Dan jangan mengulangi kesalahan yang sama."

Anggun menjulurkan lidah dan membuka pintu kamar Badai. Dia berjalan keluar sambil mengendap-ngendap. Anggun juga mengurungkan niat sopannya untuk berpamitan pada Demitri yang sejak awal sudah melihat kedatangannya bersama Badai.

Demitri masuk ke kamar Badai. Dia menundukkan kepala. Dia juga memberi salam.

"Makan siang sudah siap, Tuan. Tapi, tamu Anda sepertinya sudah pulang."

Badai hanya melirik Demitri sekilas.

"Aku akan ke ruang makan. Dan siapkan air hangat dalam bathtub untukku nanti. Aku perlu mengusir kesialan yang menempel padaku sejak pagi buta. Dan menyegarkan pikiran. Jangan lupa juga untuk menyaring udara dalam kamar ini setelah aku pergi."

Demitri menunduk. Dia mempersilahkan Badai untuk melangkah keluar.

"Saya akan melakukan semua perintah Anda."

Badai tidak mengeluarkan perintah lain. Dia melangkah pergi. Kemudian meregangkan otot punggungnya yang pegal.

***

Rangga masih dalam aksinya membujuk Mila untuk percaya padanya. Dia sudah mendorong Mila ke taman. Dan memberikan hadiah kecil untuknya sebagai permintaan maaf.

"Aku tahu kamu mungkin masih marah padaku. Dan salah paham terhadap apa yang terakhir kali kamu lihat. Namun, demi Tuhan. Aku berani bersumpah bahwa aku tidak punya hubungan khusus dengan Anggun. Dia hanya adik Sonny. Karena itu aku juga menganggapnya sebagai adik kecilku juga."

Mila masih saja memunggi Rangga.

Dia sebetulnya sudah tidak sakit hati pada Rangga karena Anggun. Dia hanya masih marah karena Rangga sering mengesampingkan hubungan mereka. Saat dia sudah sangat bersabar selama ini.

Mila akan mengatakan setuju jika Rangga mengajukan permintaan. Mila juga akan setuju jika Rangga membatalkan apapun yang mereka rencanakan sejak awal demi urusan yang lebih penting dan umum.

Mila sudah banyak mengalah dan mendapat perhatian manis dari Rangga sebagai balasannya. Sebagai contoh, jika Mila sedang berpura-pura merajuk dan butuh perhatian. Rangga yang tahu bahwa Mila tidak sungguh-sungguh sedang marah padanya. Dia akan berusaha menyenangkan hati Mila seperti saat ini.

Membawakan coklat favorit Mila. Dan film kesukaannya untuk ditonton bersama. Rangga memberikan apa yang bisa dia berikan sebagai penebusan rasa bersalahannya.

Namun, mengapa kali ini. Mila masih saja mengabaikannya dan menjauhinya.

Segala pertanyaan itu, Rangga jajarkan dalam kepalanya. Dia tahu Mila adalah gadis terbaik. Dia cerdas. Dia penurut. Dia juga ramah terhadap banyak orang. Sama sepertinya. Mereka punya visi dan misi sama. Sehingga pernah satu kali, Rangga perpikiran praktis untuk langsung melamar Mila menjadi calon istrinya ketika mereka lulus sekolah nanti.

Rencana Rangga berubah dratis. Dia harus memikirkan masa depan. Dia juga terbiasa untuk memikirkan segala sesuatunya dalam jangka panjang.

Dia tidak akan mengambil sebuah keputusan penting secara gegabah dan tanpa perencanaan. Oleh sebab itu, Rangga berencana akan menjadikan Mila sebagai wanita terakhirnya setelah Rangga sudah mapan dan siap melamarnya dengan segala hal yang berkecukupan.

Sonny bahkan sampai memuji kedewasaan Rangga yang berpikir sangat jauh di depan. Padahal mereka masih duduk di bangku sekolah menegah. Namun, tindakan Rangga adalah benar. Dia dan Mila pun sudah saling mengenal satu sama lain.

Kedua keluarga sudah sering bertemu dan akrab. Jadi, tidak ada halangan bagi mereka untuk melegalkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan suatu saat nanti setelah memantapkan hati dan finansial.

Rangga mendekati Mila lagi. Dia meraih telapak tangan Mila dan menatapnya dalam setelah dia sudah mengubah posisi berdiri mereka menjadi saling berhadapan.

"Aku tahu aku banyak kekurangan. Aku juga tahu aku banyak mengesampingkan kepentingan dan perasaanmu. Aku beruntung karena aku punya pacar sebaik kamu, Mil. Tidak ada gadis di luar sana yang sebanding denganmu. Dan bisa menggantikanmu."

Mila menarik tangannya.

"Berhenti bicara manis. Dan meracuni pikiranku, Ga. Aku tahu bahwa kamu selalu begini. Dan selamanya akan begini. Aku bukan marah pada Anggun. Aku tahu bagaimana perasaanmu pada Anggun. Meski aku tahu kamu juga sudah tahu bagaimana perasaan Anggun padamu. Tapi, mendorongnya menjadi semakin menyukaimu itu bukan hal yang baik."

Rangga mengernyit.

"Apa yang salah dari sikapku? Aku hanya tetap bersikap baik pada siapapun. Aku tidak pernah pilih kasih. Aku berusaha tidak membuat mereka terikat padaku. Lalu, aku juga tidak pernah memaksa mereka menyukaiku. Terlebih lagi, aku tidak bisa mengatur perasaan orang lain."

Mila masih saja beranggapan bahwa sikap Rangga selama ini adalah salah.

"Aku sudah bilang bahwa aku tidak marah soal sikapmu pada Anggun. Aku tahu kamu hanya sedang menolongnya ketika hampir jatuh dan terluka. Maka, aku tidak mungkin menyalahkanmu. Aku hanya ingin menghindari pertikaian. Lalu, aku marah bukan karena masalah ini?"

Rangga mengajak Mila duduk di sampingnya. Ada sebuah bangku taman. Bercat putih dan berbahan sadar kayu.

"Jika kamu ingin aku menjauh dari Anggun. Aku akan menurutimu. Lagipula, Sonny juga sudah mengatakan hal yang sama. Dia melarangku memberikan perhatian lebih pada adiknya. Dia juga mencegah kami sering-sering mengobrol dan terkadang harus berbohong untuk menjauhi kami."

Rangga menempelkan telunjuknya pada bibir Mila yang hampir dibuka.

"Aku minta maaf karena sudah membatalkan janji kencan kita minggu lalu. Aku sudah mengatur ulang jadwalnya. Kita bisa pergi akhir pekan ini. Lalu, aku akan menjemputmu di rumah."

Mila memeluk Rangga dan memutuskan untuk berbaikan.

***

Anggun tidur damai di atas kasurnya. Meski kamarnya tidak terlalu besar. Dan tidak sebanding dengan kamar Badai. Anggun merasa sangat nyaman dan bahagia hanya dengan hal yang sederhana. Begitu juga dengan hal buruk yang berubah jadi hal baik pada hari ini.

"Aku harus tidur nyenyak malam ini. Dan bermimpi indah. Aku akan belajar bangun pagi mulai besok. Dan mengurangi kebiasaanku bergadang sampai pagi hanya untuk bermain game."

Anggun siap menyongsong pagi indahnya besok. Dan mulai mencoba akrab dengan Badai. Meski dia tidak mau juga terlalu dengan pria aneh dan kaya itu. Karena perbandingan mereka yang terlalu jauh, suatu saat akan terlihat semakin jelas dan membebani.

Malam itu, Anggun tidur lebih cepat. Yaitu, pukul 8 malam.

Ayah, ibu, dan kakak Anggun menempelkan telinga mereka ke daun pintu Anggun dari luar kamar.

"Bagaimana? Apa dia sudah tidur dan kamu sudah tidak mendengar suara apapun?" Mariam terlihat antusias. Dia berbisik di samping putranya yang ikut mempertajam pendengarannya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam kamar Anggun.

Sonny mengangkat kepalanya.

"Anggun sepertinya sudah tidur, Bu. Apa dia salah menyetel jam dindingnya dan melindur?" Sonny meragukan pendengarannya. Dia menambahkan asumsinya.

"Aku yakin sekali biasanya dia baru bisa tidur pukul 2 atau 3 pagi. Tapi, kali ini. Dia bisa tidur lebih cepat dariku. Dia buru-buru menyelesaikan makan malamnya setelah pulang dari sekolah. Lalu sepertinya, dia sempat mengerjakan tugas sekolahnya sebentar. Jadi, sebetulnya apa yang terjadi padanya? Dan kenapa dia bertingkah aneh sejak kemarin?"

Baskoro menatap istri dan putranya secara bergantian.

"Sejak kemarin? Memang apa yang terjadi pada putri tercintaku?"

Mariam mengusap punggung suaminya seperti semacam kebiasaan.

"Kata Sonny. Anggun pulang dengan wajah masam dan bertekuk dalam. Dia pasti baru saja ribut dengan temannya. Atau mungkin sedang tertimpa masalah."

Sonny menghalangi ayahnya untuk menerjang masuk ke dalam kamar Anggun.

"Jangan masuk, Yah. Anggun sudah tidur. Dan jangan ganggu dia. Lalu, aku sudah lihat dengan kedua mataku kalau barusan wajah Anggun berubah menjadi sangat sumringah setelah pulang dari sekolah. Jadi Sonny percaya bahwa masalahnya pasti sudah selesai dan dia mungkin sedang menghibur diri dan merayakan kemenangannya."

Baskoro, Mariam dan Sonny saling pandang. Mereka setuju pada pendapat Sonny. Dan mengikuti larangan Sonny untuk tidak usah menganggu Anggun hanya malam ini. Dan akan mengawasi sampai besok.

Mereka bertiga kemudian berpisah. Berpencar ke kamar masing-masing dan melakukan aktivitas lain.

Tulisan tangan Sonny soal singa mengamuk telah dicambut. Lalu statusnya berubah menjadi tanda aman.

***