Matahari bersinar terik. Seorang laki-laki berlari tergesa-gesa menuju ke rumah Anggun. Dia panik. Dia juga merasa tak bisa menghadapi kenyataan pahit ini.
Dia mengetuk jendela kamar Anggun segera setelah dia tiba. Jendela kamar itu kebetulan sekali berada di samping rumah dan dia tidak perlu sampai harus kesulitan untuk meraihnya. Serta membangunkan orang rumah dengan datang pagi-pagi sekali tanpa pemberitahuan.
Ketukan ini membangunkan sang penuhi kamar. Dia membuka lebar jendela kamarnya. Kemudian terkejut melihat siapa yang dia bertandang.
"Anggun?" tanya gadis itu pada tamunya. Dia mendapati tubuhnya ada pada orang lain. Dia merasa ini mustahil. "Anggun! Kenapa tubuhku ada padamu? Dan kenapa tubuhmu ada padaku??"
Anggun memejamkan matanya sejenak kemudian mengatur napas. Setelah pagi ini, dia bisa bangun lebih awal dari biasanya. Lalu, tersadar di tempat yang asing. Hingga bahkan tubuh orang lain, yaitu Badai. Seorang laki-laki asing yang sudah memberikan mimpi terburuk untuknya.
Anggun kesulitan mengontrol emosinya yang bergejolak.
"Aku pasti sudah dikutuk! Dan yang terburuk adalah aku dikutuk bersama denganmu!" Anggun histeris. Dia tidak bisa menerima kenyataan menyedihkan bahwa tubuh mereka tertukar. Badai membantu Anggun naik dan masuk ke dalam kamarnya. Keadaan ini mendorong Anggun menjadi semakin sadar bahwa ini bukanlah mimpi.
"Bagaimana ini? Bagaimana ini bisa terjadi?"
Badai mencoba tenang meski kepalanya hampir pecah.
"Anggun, tenang. Aku juga bingung kenapa ini bisa begini. Tapi, kita pikirkan masalah ini dengan kepala dingin. Aku tidak tahu siapa saja yang ada di dalam rumahmu. Tapi, kalau kamu teriak begitu dengan menggunakan wajahku. Semua orang bisa kemari dan jadi salah paham."
Anggun menangis meraung-raung. Dia mulai curiga kalau ini semua adalah karena kesalahan Badai. Dan pada kenyataannya memang begitu.
"Ini semua adalahmu! Siapa suruh kamu minum air yang aku berikan pada Rangga. Kalau kamu tidak minum air itu. Semua ini tidak akan terjadi! Semua kemalangan ini pasti terjadi karena tingkah menyebalkanmu!" Anggun melampiaskan amarahnya. Dia tak peduli pada peringatan Badai sebelumnya bahwa dia harus tenang.
Badai ternyata belum menyerah, "Jangan menangis. Apalagi dengan wajahku!"
Badai sulit menyembunyikan perasaan aneh dan tertekannya setelah melihat wajahnya sendiri begitu memiluhkan. Dia sebelumnya bahkan tidak pernah meraung-raung seperti anak kecil. Namun, karena tubuh Anggun terlalu pendek. Badai lagi-lagi kesulitan untuk menyentuh kepala Anggun yang sedang merasuki tubuhnya.
"Anggun!! Tenangkan dirimu! Ibu dan ayahmu bisa mendengar suaramu dari kamar ini! Apa kamu ingin mereka semua kemari dan menghakimi kita?"
"Hua...." Anggun berjongkok sedih dan tak ingin dihalangi.
"Aku benci. Bagaimana ini? Apa selamanya aku akan terperangkap dalam tubuhmu? Semua ini salahku. Jika saja aku tidak berpikir gegabah dan berbuat nakal. Semua ini tak akan terjadi. Aku seharusnya tidak mendengarkan paranormal itu bicara. Dia bahkan sudah menghilang tanpa jejak. Jadi bagaimana kita sekarang setelah ini?"
Badai mengernyit hebat.
"Tunggu. Apa maksud ucapanmu? Kamu sempat bicara dengan seorang paranormal? Apa yang kalian bicarakan? Kamu bernegosiasi tentang hal aneh-aneh dengannya?"
Badai terduduk kaku di atas tempat tidur Anggun. Dia beranggapan bahwa kini dunianya benar-benar sudah runtuh. Maka siapa yang bersedia menerima alasan remeh Anggun?!
"Demi hal apa kamu melakukan hal gila ini? Kamu menggunakan trik aneh pada Ketua OSIS. Tapi, alih-alih pelet aneh itu menempel padanya. Aku yang kini harus menjadi korban?"
Anggun berdiam diri.
Dia sama sekali tak berharap kemalangan ini terjadi.
Bukan seperti ini juga yang dia inginkan dari dukun itu.
"Hua.... Mana aku tahu bahwa segalanya akan berubah menjadi begini? Jika aku tahu. Aku tak akan menuruti keinginan egoisku. Lalu, aku tak mau kita selamanya begini? Aku tetap mau tubuhku! Aku juga tidak butuhnya!"
Badai mendesis, "Kamu pikir aku menginginkannya?"
Tangis Anggun kembali pecah. Dia belum siap menjalani kehidupan orang lain. Apalagi seorang laki-laki!
Badai semakin kesal tak karuan melihat penampilan netralnya yang tenang, hancur hanya karena sebuah tangisan. Badai (dalam wujud Anggun) membekap mulut Anggun (dalam sosok Badai).
"Jangan buat keributan. Atau aku akan membungkam mulutmu dengan caraku!" Badai menarik Anggun jatuh ke atas tempat tidur. Dia membiarkan wajah mereka hampir saling menempel. Badai bahkan sampai mengunci tubuh telentang Anggun ( dalam sosok Badai ).
Anggun terpaksa mengernyit hebat.
"Apa yang kamu rencanakan?" Anggun menatap Badai sini. Mereka sama-sama merasa aneh dengan pandangan mata mereka. Tubuh mereka sudah terlanjut tertukar. Di mata Anggun, dia hanya melihat sosok dirinya. Begitu juga sebaliknya, bagi Badai.
Anggun spontan mendorong Badai ke samping dan menjauhkan diri. Dia turun dari atas tempat tidur kemudian berdiri tegak dengan sikap angkuh. Anggun juga menunjuk-nunjuk Badai dengan telunjuknya.
"Jangan berani-beraninya kamu melakukan hal tak bermoral dengan tubuhku! Kamu pria mesum! Beraninya kamu menjadi wanita liar dengan tubuhku?" Anggun tanpa sadar merinding. Dia terkejut melihat wajah dan tubuhnya bergerak bebas menjadi seorang penggoda.
Badai tidak terlalu menganggap serius tuduhan Anggun. Dia hanya mendengus kecil. Kemudian bangkit berdiri dan mensejajarkan posisi mereka.
"Berhenti menggunakan tanganku untuk mempermalukanku! Kenapa kamu harus menyilangkan tangan dengan tubuh laki-laki? Apa kamu pikir aku akan punya niat kotor padamu?"
Anggun ingin mengumpat. Namun dia menahan diri demi untuk menjaga harga dirinya. Badai memperhatikan sekeliling kamar sambil berpikir jauh.
"Hari ini, kita harus bolos sekolah. Carikan alasan yang masuk akal untukku beralasan pada ibumu. Lalu, aku tampaknya tidak perlu melakukan hal yang sama karena kamu sudah terlanjur keluar dari rumahku tanpa berpamitan."
Anggun menjauhkan diri dan memasang wajah tak senang.
"Bagaimana kamu tahu hal itu?"
Badai menyeringai samar. Dia kemudian berjalan ke arah lemari pakaian Anggun. Membuka pintu lemari dan bersiap-siap mencari sesuatu. Anggun sontak menghalangi padangan mata Badai.
"Kenapa kamu harus membuka lemari pakaianku dan mencari sesuatu?"
Badai mendorong Anggun.
"Aku harus ganti pakaian. Atau boleh juga jika aku pura-pura pergi ke sekolah padahal aku akan pulang ke rumahku bersama denganmu."
Ide Badai tidak buruk. Namun kenapa dia harus memilih untuk berganti pakaian.
"Aku tidak bisa membiarkanmu melakukannya. Bagaimanapun juga kamu adalah laki-laki. Dan tubuhku adalah tubuh seorang perempuan. Aku tak akan membiarkanmu melihatnya."
Badai mendekatkan wajahnya ke wajah Anggun (dalam wujud Badai).
"Aku bukan ingin. Tapi harus! Apa kamu pernah pergi sekolah dengan mengenakan piyama rusuh ini? Lalu, jika kita ingin berbohong. Bukankah harus totalitas?" Badai menyipitkan mata, "Lagipula pagi ini. Kamu pasti juga sudah meraba-raba bagian tubuhku. Jadi, untuk apa kamu masih merasa malu. Dan supaya adil. Bukankah aku juga harus melakukan hal yang sama?"
Anggun panik. Dia menutup pintu lemarinya sambil memejamkan mata.
"Awas saja jika kamu berani melakukan hal-hal mesum pada tubuhku!!"
***