Luna, Maia dan Winda histeris, "Apa?? Paranormal??!"
Anggun gagal membekap mulut mereka ketiga lantaran hanya memiliki dua tangan. Dan jika saja dia punya tangan cadangan. Dia pasti akan langsung membekap mulut Winda juga.
"Tidak, Gun! Jangan lakukan hal gila!" Winda memperingatkan. Dia sudah terlihat ketakutan setelah mendengar kata 'paranormal'.
Maia terserang pusing akut.
"Apa kataku? Dia sudah tak waras! Bahkan ide mainstream-nya semakin berkembang pesat dan menyesatkan!" Maia merasa matanya berkunang-kunang. Kepalanya terguncang hebat. Bobot tubuhnya bahkan mungkin akan turun drastis dan tidak seimbang dengan postur tinggi tubuhnya.
Anggun mengacak-acak rambutnya yang tercepol rapi, "Kalian sungguh-sungguh memperlakukan aku begitu buruk?" ucapnya kecewa. Namun, tak seorang pun ada yang membantah. Anggun pun menjadi letih.
"Baik. Jika begitu, aku akan pergi sendiri! Aku juga tidak akan takut! Dan berjuang sampai titik darah penghabisan."
Sebuah suara muncul dari arah belakang mengejutkan Anggun.
"Kamu mau kemana, Gun?" tanya Rangga pelan setelah dia keluar bersama Sonny. Anggun, Maia, Winda dan Luna sontak berbalik sekaligus panik.
"Kak Rangga! Sejak kapan kakak ada di belakang Anggun?" tanya Anggun panik. Dia berharap Rangga dan kakaknya tidak mendengar percakapan mereka.
Senyum tipis, Rangga tunjukkan dengan baik. Meski suasana hatinya masih mendung akibat retaknya hubungannya dengan Mila.
"Belum lama, Gun. Hanya sampai kamu bilang mau pergi sendiri entah kemana," papar Rangga yang memang hanya mendengar bagian buntut saja, "Jika tak ada yang mengantar atau menemanimu. Kamu mau kakak yang antar?"
Sonny menghalangi niat baik Rangga.
"Jangan berikan perhatian tak berguna untuk adikku! Dia sudah besar. Dia bisa pergi bebas kemanapun dia mau. Sendirian. Kamu juga tidak boleh lupa kalau ayahku sudah memberi bekal ilmu bela diri padanya."
Anggun terkekeh lembut. Dia senang diperhatikan oleh pujaan hatinya. Tapi niat baik Rangga tentu harus dia tolak. Meski Anggun kurang menyukai cara Kakaknya menunjukkan kelebihan Anggun pada Rangga.
"Kak Sonny, apa-apaan sih? Ayah hanya mengajarkan seperlunya. Anggun tidak sehebat kakak. Banyak hal masih belum bisa Anggun kuasai. Lalu jika dikeroyok, Anggun juga bisa kewalahan dan akhirnya tumbang."
Maia menyentuh pundak Anggun demi untuk menunjukkan dukungannya.
"Urusan itu biar saya saja kak yang temani. Anggun hanya ingin pergi ke sekitar komplek saja, koq. Kak Sonny dan Kak Rangga tak perlu cemas."
Mata Anggun menyipit. Dia bergerak ke samping dan berbisik di dekat telinga Maia.
"Hei! Bukannya barusan kamu menolak dengan tegas untuk ikut denganku? Kenapa sekarang kamu berubah pikiran?"
Maia tidak meladeni pertanyaan Anggun. Dia sibuk mengulas senyum. Wajahnya sedikit bersemu memerah. Tatapan matanya juga sulit berpaling dari Sonny, kakak satu-satunya Anggun yang punya kharisma lebih menarik daripada Rangga jika Maia mempertimbangkannya.
Anggun mengawasi tindak-tanduk Maia sambil mencibir. Sonny memberi kode keras pada Rangga.
"Sudahlah. Kita biarkan mereka mengerjakan tugas. Atau pergi kemanapun mereka mau," Sonny mengambil tas dan jaketnya yang digantung di luar kamar, "Kita temui anak-anak yang lain. Dan tuntaskan apa yang ingin kamu kerjakan terkait pesta kejutan untuk Mila."
Daun telinga Anggun berdenyut hebat dan seolah melebar.
"Kalian ingin mengadakan pesta kejutan? Untuk Kak Mila?" Perhatian Anggun sepenuhnya teralihkan. Dia merasakan firasat buruk. Sonny tak menanggapi Anggun dengan serius. Dia hanya bersikap netral dan mengambil helm-nya.
"Pura-pura saja tak dengar apapun. Dan ingat! Jangan beritahu siapapun tentang apa yang baru saja kamu dengar," Sonny melirik teman-teman Anggun dengan penuh arti juga,"Ini berlaku juga bagi kalian."
Luna, Winda dan Maia pura-pura tak mendengar. Anggun mencibir tak senang. Namun sebelum Sonny menyeret Rangga pergi. Anggun bertanya sekali lagi.
"Pesta kejutan. Apa ini artinya Kak Rangga dan Kak Mila akan berbaikan?"
Sonny mengernyit. Sonny tahu bahwa Anggun selalu punya rasa ingin tahu yang besar. Namun, baginya tetap saja aneh jika Anggun menaruh perhatian besarnya pada Rangga, teman sekelasnya.
"Jangan urusi urusan pribadi orang lain, Anggun. Kerjakan saja tugas sekolahmu dan belajar yang giat!" Sikap dingin Sonny sama sekali tak meluluhlantahkan keinginan besar Anggun untuk harus mengetahui lebih banyak.
"Kakak! Aku 'kan bertanya pada Kak Rangga! Kenapa Kakak terus yang menjawab pertanyaan Anggun? Lagipula, Anggun belum dengar apapun. Jadi, Anggun harus banyak bertanya!"
Kekeraskepalaan Anggun, Rangga abaikan. Dia menarik Rangga pergi dan membiarkan rasa penasaran menempel lama dalam benak Anggun. Rangga diam-diam sudah tahu bahwa Anggun menyimpan perasaan khusus pada Rangga.
Anggun duduk lemas di kursinya.
"Aku tak bisa berdiam diri. Aku harus berbuat sesuatu sebelum terlambat. Aku tak boleh membiarkan Kak Rangga dan Kak Mila berbaikan. Apalagi dalam waktu dekat ini."
Anggun menatap tiga temannya dengan tatapan serius dan iba.
"Aku tak peduli siapa orang itu. Salah satu dari kalian, ayo ikut aku pergi menemui paranormal itu!"
Luna, Winda dan Maia dibuat cemas pada keesktriman Anggun.
Mereka telah melakukan semacam permainan kecil. Mengundi siapa yang akan pergi dan pemenang-lah yang akan menetap dalam tugas kelompok mereka. Sementra kelompok yang kalah harus mengawasi Anggun dan ikut bersamanya.
***
Winda berulang kali ketakutan saat melewati pintu masuk ke kediaman sang paranormal.
Kesepakatan telah dibuat.
Winda dan Maia kalah dalam permainan. Mereka terpaksa harus pergi bersama Anggun ke rumah sang pranormal yang sudah tua dan berada di ujung komplek rumah Anggun.
Sementara Luna yang menjadi pemenang. Dia duduk manis dalam perjalanan pulangnya menuju rumah. Dia pulang sambil membawa tugas kelompoknya. Dia tetap bisa menyunggingkan senyum puas meskipun harus menyelesaikan tugas itu seorang diri.
Winda dan Maia berulang kali mengucapkan kata permisi, setiap kali mereka melangkah. Mata mereka bertiga bergerak awas untuk mengawasi keadaan di sekitar dan mendeteksi tanda bahaya.
Jarak panjang antara pintu gerbang dan pintu utama berhasil mereka lewati. Anggun mencari tanda-tanda kehidupan di dalamnya.
"Permisi! Apa ada orang di dalam? Mbah Bija ada di dalam? Masihkah menerima tamu?" tanya Anggun sesopan mungkin ketika dia sedang bertamu pada orang asing. Maia menepuk punggung Anggun dengan gusar.
***