Lamunan Anggun tiba-tiba buyar setelah mendengar ucapan Rangga yang ternyata telah memasang telinga baik-baik saat sedang berada di tempat-tempat tertentu.
"Tapi, tadi. Aku tak sengaja mendengar kalau kamu sempat membuat Pak Iswara kewalahan. Memang, apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Rangga hati-hati tanpa maksud untuk menyinggung hati sang subjek.
Anggun bergidik. Dia memasang wajah tak bersalah, "Kewalahan?"
Rangga mengangguk dengan isyaratnya.
"Ya. Aku bukan sengaja menguping. Tapi, tadi. Saat melewati perpustakaan. Pak Iswara sedang mengobrol dengan Bu Melani. Mereka membicarakan kamu. Tapi aku tidak terlalu mendengarnya jelas."
Anggun menarik sudut bibirnya. Dia lega Rangga ternyata belum sempat mendengar apapun. Anggun spontan memutar otak untuk menjari jawabannya.
"Ah, itu! Kak Rangga seperti tidak tahu saja. Pak Iswara 'kan wali kelas Anggun. Jadi bagaimana mungkin dia tidak sering membahas murid kelasnya? Dia pasti keasyikan cerita kalau tadi Anggun terus berhasil menjawab pertanyaan darinya. Dan hasil makalah Anggun hari ini juga katanya sangat memuaskan."
Anggun bersikap malu-malu dan menyisir rambut ke belakang telinga. Jika teman-temannya mendengar. Anggun yakin mereka akan meneriakinya super kencang.
Dasar pembohong! Makalah macam apa yang kamu ungkit?!
Rangga terkejut mendengar kesaksian Anggun. Dia sudah tahu bahwa Anggun sangat populer di kalangan para guru. Dia termasuk murid unggulan. Tapi, mendengar secara langsung kesaksian dari juniornya yang terkadang tidak terlalu serius dalam menjalankan tugas sekolah. Hal itu mengingatkan Rangga kembali bahwa dia tak boleh meremehkan kecerdasan Anggun yang sudah diakui.
"Oke. Oke. Kakak mengerti sekarang. Kamu memang tidak ada matinya! Kakak bangga banget!"
Mila, gadis super dewasa dan menarik. Sudah berteman dengan Rangga sejak kecil. Waktu pacarannya dengan Rangga pun tak bisa dibilang hanya sebentar.
Rangga telah mengenal Mila waktu mereka masih di SMP. Menjadikan hubungan mereka yang awalnya hanya pertemanan. Berubah menjadi lebih serius dan manis. Lantaran keduanya saling tahu perasaan masing-masing yang mereka pendam. Rangga akhirnya memutuskan untuk mengajak Mila berpacaran dua tahun lalu. Saat MOS sedang berlangsung dan di hadapan banyak orang.
Aksi romantis Rangga bahkan kabarnya telah mengundang ketertarikan dari banyak murid. Hingga mereka kemudian dinobatkan sebagai pasangan paling cocok se-SMA Pelita.
Kepedihan Anggun mengembang drastis saat melihat putri cantik keturunan Manado itu berjalan mendekati mereka dari balik punggung Rangga.
Huh! Putri Agung sudah tiba!
"Kamu nunggu lama?" tanya gadis sopan itu pada Rangga. Keduanya memang jarang menggunakan nama panggilan sayang. Tapi tangan Mila yang tengah mengapit lengan Rangga dengan akrab pun bisa menjelaskan banyak hal. Bahwa hubungan mereka berdua begitu harmonis dan mengundang perasaan iri.
Senyum ceria Mila bahkan sampai berhasil menggetarkan hati pesimis Anggun.
Tanpa sadar, Anggun mulai bertanya-tanya. Kapan kiranya dua sejoli itu pernah bertengkar? Mereka lebih sering terlihat harmonis dibandingkan bersikap dingin terhadap satu sama lain atau acuh tak acuh. Seperti yang sudah sering Anggun harapkan akan terjadi.
Maka mungkinkah ini karena mereka sudah berteman sejak lama? Karena itu, Anggun harus berani mengubur dalam-dalam keinginan buruknya ini?
Hah! Anggun mendesah dalam kepasrahannya.
Ya, ampun! Membayangkan Kak Rangga dan Kak Mila akrab begini saja, sudah membuatku malas untuk berlama-lama berdiri di samping mereka. Jadi, sebetulnya untuk apa dia masih di sini dan tidak tahu diri?
Anggun mengangkat kepalanya lebih tinggi. Dia mencari celah untuk berpamitan.
"Aku juga baru selesai ngobrol sama anak-anak tim futsal, Mil. Setelahnya, ketemu Anggun. Gimana kata Pak Wiryo? Dia sudah acc dan bilang oke?" tanya Rangga yang sukses mengacuhkan Anggun sepenuhnya.
Mila membulatkan dua jarinya.
"Semua oke. Pak Wiryo suka sekali sama rancangan kita. Dia juga berharap kita bisa merevisi hanya di beberapa bagian yang menurutnya akan lebih bagus lagi jika kita mengikuti arahannya. Lalu, saat meeting berikutnya. Aku akan paparkan semuanya."
Rangga mengangguk paham. Anggun sontak berdeham.
"Kak Rangga, Kak Mila. Karena kalian pasti juga sudah lapar dan sisa waktu istirahat hanya sedikit. Aku balik ke tempat teman-temanku, ya. Mereka sudah menunggu di sana. Dan terima kasih untuk waktu bicaranya. Aku duluan ya, kak Mila juga! Bye-bye!"
Anggun buru-buru kembali ke tempat teman-temannya.
Tatapan dingin kembali dilayangkan ke arahnya. Anggun tak mungkin melewatkan kesempatan yang ada. Dia memutar kepalanya berbelok ke samping dengan gerakan super tajam dan membidik.
Tatapan mereka akhirnya bertemu.
Namun hanya setelah sepersekian detik, bola mata Badai bergerak turun demi menghindari pertemuan dua pasang mata yang tidak dia rencanakan.
Anggun tak mau bersabar. Dia menjauhi meja teman-temannya. Dia berjalan dengan percaya diri ke hadapan Badai. Anggun juga meletakkan satu telapak tangannya di atas meja makannya.
"Aku sangat yakin kalau sejak tadi kamu terus menatapku. Apa kamu punya urusan khusus denganku? Atau, ada yang ingin kamu bicarakan?"
Badai diam selama beberapa saat. Dia kemudian menggelengkan kepalanya.
"Aku tak punya urusan denganmu. Aku pikir kamu salah menafsirkan sesuatu."
Anggun terkekeh.
Sementara, Badai. Dia dengan tenang membetulkan letak kacamata tebalnya yang sedikit turun. Segera setelah dia telah menyelesaikan makan siangnya. Lalu, dia bisa saja pergi begitu saja meninggalkan Anggun yang belum puas dengan jawabannya. Namun Anggun ternyata telah lebih dulu menghalangi aksesnya untuk keluar dari bangku kantin.
"Jangan menghindariku! Aku tahu sejak awal kamu terus mengawasiku. Kenapa? Apakah aku punya salah? Atau, apa kamu tertarik padaku?"
Sembari mengibaskan rambutnya. Anggun menatap Badai angkuh. Badai mendengus. Dia menertawakan perkiraan konyol Anggun.
"A-aku tidak bermaksud menatap atau memperhatikanmu. Hanya saja, tatapan kita mungkin tak sengaja bertemu. Itu sebabnya, kamu salah paham dan mengartikannya secara bebas."
Penjabaran Badai masuk akal. Namun pernyataan tegasnya itu juga menyinggung perasaan Anggun. Padahal awalnya, Anggun hanya bermaksud untuk sedikit bercanda. Namun, lawan bicaranya terlalu kaku dan kurang peka.
Anggun terkekeh kikuk.
***