Chereads / Cinta Seumur Jagung dan Semanis Gula / Chapter 4 - 004 Mengejar Arjuna

Chapter 4 - 004 Mengejar Arjuna

Luna mencetuskan isi pikirannya.

"Wah, dia sepertinya sangat sibuk! Bukankah sebentar lagi akan diadakan pertandingan olahraga? Karena itu, dia pasti akan sangat sibuk kesana kemari sampai beberapa waktu ke depan."

Anggun mengerutkan dagu setelah menilai bagaimana penampilan Rangga hari ini.

"Kak Rangga makin kurus, ya? Dia pasti sibuk banget ngurusin tetek bengek! Kapan sih dia punya waktu untuk santai? Jika saat jam istirahat begini dia masih saja ngobrolin soal tugas dengan anak-anak tim futsal."

Anggun bertopang dagu. Dia juga memperhatikan gerak-gerik Rangga dengan serius. Sang ketua OSIS yang jadi kebanggaan SMA Pelita Bumiraya akibat keramahan dan ketampanannya yang setimpal dengan reputasi yang luar biasa.

Seperti, mengusai bidang organisasi siswa dengan baik. Menjadi pemimpin OSIS yang dapat diandalkan. Predikatnya di akademik bahkan tidak usah diragukan lagi. Jadi, pria se-kece dan sehebat itu mana mungkin tak meluluh lantahkan perhatian Anggun agar terus tertuju hanya padanya.

Anggun bangun berdiri untuk mengejar arjunanya.

"Aku harus menyapa kak Rangga. Kalian makanlah bertiga! Dan abaikan aku jika aku tak kunjung kembali!"

Kecepatan Anggun dalam berlari, bagaikan angin topan. Dia sudah melesat pergi meninggalkan angin kencang di belakangnya. Luna yang terbiasa melihat semangat ini, menggeleng tak percaya saat perubahan tak kunjung Anggun perlihatkan.

Maia mendesah panjang dan mengawasi tingkah jenaka Anggun dari jauh.

"Anggun tak banyak berubah. Jika segalanya sesuatunya berkaitan dengan Rangga sang pujaan hati, dia pasti akan otomatis lupa pada segalanya."

Winda dan Luna kompak mengangguk.

***

Punggung Rangga ditepuk dua kali dari belakang oleh Anggun. Senyum manis terukir di wajah cerah Anggun. Dia bahagia saat bisa melihat Rangga menatapnya balik.

"Hai, Kak! Lagi sibuk?" tanya Anggun ramah. Dia selalu bersikap baik jika sedang berhadapan dengan pangeran tampannya.

Rangga. Pria dengan tinggi badan 170cm. Mata coklat dan poni tipis, serta senyum paling ramah sekaligus menentramkan. Pria itu terlihat senang melihat Anggun. Anggun tidak tahu lagi bagaimana dia dapat melukiskan kebahagian kecilnya ini.

"Anggun," Rangga menyapa Anggun seperti biasa.

"Kakak belum lagi sibuk, koq. Hanya saja, sedang rapat ringan dengan sebagian anak tim futsal untuk jejak pendapat," Rangga bertanya balik, "Kamu sendiri sedang apa? Sudah makan siang? Dan sedang senggang?"

Anggun mengangguk tegas. Dia senang ketika Rangga mengesampingkan anak-anak tim futsal untuk bicara dengannya.

"Aku sudah kenyang koq, Kak. Kak Rangga sendiri sudah makan siang?"

Rangga mengejek arlojinya.

"Rapat OSIS baru saja selesai beberapa menit lalu. Kakak belum sempat makan siang. Tapi Kakak sedang menunggu Mila untuk makan bareng."

Senyum Anggun mengendur.

"Kak Mila? Kenapa dia belum kelihatan? Apa dia juga sedang sibuk?"

Rangga menggeleng lemah.

"Tidak juga. Hanya saja tadi Kakak minta tolong Mila untuk antar beberapa laporan ke Pembimbing OSIS. Kami sudah buat rencana susunan acara tanggal 15 nanti. Lalu, sekalian minta petunjuk dan masukkan. Mana tahu masih ada kurang dan terlewat."

Anggun mengangguk mengerti. Meski dia lebih puas jika Mila, pacar Rangga berhalangan ikut makan siang bersama Rangga. Maka Anggun dengan senang hati bersedia menggantikannya secara cuma-cuma.

Anggun tetap mempertahankan suasana hati cerianya untuk membangun keakraban antara mereka berdua.

"Aku ikut senang jika semuanya berjalan lancar. Lalu, seperti yang sudah-sudah. Jika Kak Rangga butuh bantuan. Kakak tinggal bilang saja ke Anggun. Anggun pasti bantu sesuai kemampuan Anggun!" Anggun berubah melting, alias meleleh tingkat tinggi.

Dia puas menikmati wajah meneduhkan milik Rangga siang ini. Rahangnya Rangga yang tega dan sorot matanya yang lembut. Anggun pun merasa dia akan sanggup mengerjakan apapun yang ditugaskan olehnya.

Rangga tertawa geli.

"Kamu memang selalu royal ya, Gun. Kak Rangga senang punya junior yang punya solidaritas tinggi seperti kamu. Tapi, sayang. Kenapa kamu tidak pernah mau mencalonkan diri untuk jadi anggota OSIS? Kamu cocok loh untuk menggantikan kakak atau Mila setelah kami sudah berhenti dari OSIS."

Anggun terkekeh.

"Ujian sebentar lagi tiba. Kak Rangga juga harus tetap fokus belajar. Tapi, bukan berarti Kak Rangga akan sia-siakan kegiatan OSIS untuk urusan pribadi. Kakak akan sebisa mungkin membuatnya jadi seimbang. Dan bisa menguntungkan banyak pihak."

Anggun mengacungkan dua jempolnya.

"Bagus itu, kak! Tapi, sayang sekali. Jari tangan manusia cuma ada dua. Coba kalau ada 10. Anggun rela deh kasih semua pujian itu ke kakak!!"

Rangga tertawa lebar. Anggun tak kuasa menahannya.

"Kakak hebat! Selalu! Tapi Anggun nggak sehebat kakak. Anggun sulit, kak. Untuk konsentrasi mengerjakan dua hal sekaligus. Anggun hanya bisa fokus belajar. Tapi, kalau untuk bantu-bantu, bisalah. Serahkan semuanya ke Anggun!"

Anggun membusungkan dada dan menyombongkan diri. Rangga tak berhenti tersenyum geli.

"Baiklah. Kak Rangga mengerti. Tugas utama seorang murid adalah belajar. Jadi tidak ada salahnya kalau kamu mengutamakan hal itu. Kakak juga tidak pernah bermaksud memaksamu. Hanya mengagumi kelebihanmu."

Anggun membalas senyum Rangga. Dia lagi-lagi harus berbohong di depan pujaan hatinya yang bagaikan kertas putih dan selalu memiliki aura positif setiap kali dia melihatnya. Namun, jika mereka sudah mengobrol dan membicarakan hal-hal tertentu. Lidah dan bibir Anggun secara spontanitas beradaptasi pada hal-hal tidak sesuai dengan kenyataannya.

Dia tidak mendaftarkan diri menjadi anggota OSIS bukan karena dia tak pernah bermimpi bisa bekerja bersama Ketua OSIS. Bukan juga karena dia lemah dalam hal menyeimbangkan antara jadwal belajar dan tugas OSIS yang terkadang bisa super sibuk pada waktu-waktu tertentu. Anggun sebetulnya hanya malas melakukan pekerjaan yang melelahkan.

Dia tak serius membantu urusan OSIS. Semua dia lakukan demi bisa mengobrol santai dengan Rangga. Dan jika bukan karena sosoknya yang masih menarik di mata, Anggun tak mungkin mau bersusah payah mengerjakan tugas-tugas yang merepotkan itu.

Anggun beruntung karena Rangga tak sering meminta bantuan padanya. Meski bukan jarang, Rangga sering memuji hasil kerja Anggun.

Laki-laki itu terkadang enggan merepotkan orang lain. Dia sebisa mungkin mengerjakan apa yang dia bisa.

***