"Menurutmu itu pantas dilakukan?"
Suara Ryan membuat Aila yang baru saja turun dari taksi tersenyum paksa. Gadis itu melepaskan high heels berwarna mocca miliknya lantas mengganti dengan sendal jepit yang nyaman.
Untuk membuat sang bunda tak lagi menjatuhkan tamparan padanya, lekas Aila mengenakan kacamata yang seharian ini sama sekali tak dia gunakan. Setelah selesai melakukan segalanya untuk memperbaiki diri, Aila menatap Ryan lagi.
"Bisa ulangi pertanyaannya, Dear?"
Ryan tampak bersungut-sungut, dia bahkan bersiap menendang motor miliknya seumpama Aila tak melanjutkannya dengan tawa.
"Aku jelasin di kamar, ya? Setelah ini deh, nanti bunda marah lagi kalau di luar lama-lama," tutur Aila.
Untuk sesaat Ryan kelihatan tak mau, dia terlihat segan melangkahkan kakinya. Namun, sorot mata Aila tampak tulus saat ini hingga luluh lantah pertahanan Ryan.
"Ya udah kalau gitu aku pulang dulu, jangan macam-macam. Aku kecup kening aja nggak kamu ijinin apa lagi—"
"I know, diem okey? Masuk dulu," potong Aila.
Gadis itu tampak terburu-buru masuk. Melihat kepergian Aila lekas Ryan menyusul pulang terlebih dahulu, dia pun juga baru datang. Sebetulnya saat ini Ryan masih sedikit terkejut.
Bagaimana mungkin Aila berubah sebanyak itu hanya dalam beberapa hari saja?
Ah, atau bahkan tak lebih dari semalam. Ryan melangkah gamang meninggalkan tempatnya dan Aila tadi. Setelah cukup lama bersiteru dengan pikirannya segera dia menghela napas dan menendang sebuah kerikil.
Sementara Aila di dalam kamarnya dengan santai membersihkan make up. Dia bahkan menekan keras pipinya yang dicium oleh seseorang tadi. Bagaimana bisa dia kecolongan?
Buat ingin aman justru malah membuatnya terlibat permasalahan besar di awal. Sesuatu yang sangat Aila sayangkan saat ini, dia benar-benar merasa buruk karena tidak becus melindungi dirinya sendiri.
Baru saja hendak melepaskan baju, suara ketukan di jendela menghentikan kegiatan Aila. Gadis itu menimang sejenak sambil memilah kata mana saja yang harus diucapkan pada Ryan.
"Intinya jangan sampai membuat cowok itu ikut pindah sekolah nanti," tutur Aila dalam hati.
Aila membiarkan Ryan masuk. Cowok itu datang dengan wajah suntuk, untungnya dia sudah berganti pakaian. Celana pendek dengan kaos oversize. Kalau melihat Ryan dalam keadaan seperti ini Aila jadi berpikir bahwa usia mereka selisih sangat jauh.
Ryan lebih mirip anak SMP, kekeh Aila dalam hati.
"Buruan jelasin," rajuk Ryan.
Cowok yang tak lain adalah tetangganya itu tampak duduk anteng di ranjang miliknya. Dengan santainya Ryan bahkan melemparkan guling, dia memang tak menyukai benda itu mungkin karena mirip pocong sih.
"Mau minum dulu nggak?" tawar Aila.
"Nggak usah basa-basi deh kamu tuh, jelasin ya jelasin. Kamu kalau ada apa-apa bisa ngasih kabar dulu nggak sih, Ai? Aku tadi nungguin, gara-gara kamu sekarang malah duduk sebangku sama Ariel!" seru Ryan dan kentara sekali bahwa dia tak bisa menerima keputusannya itu.
Tersenyum canggung Aila. "Bunda yang minta, Ayka juga dipindahkan ke yayasan pendidikan keluarga. Aku juga, singkatnya dipaksa buat jadi yang terbaik karena sebagian besar sepupu pun lulusan situ."
"Jadi?"
"Aku akan tetap di sekolah itu, Yan. Maaf banget tapi jujur di sana sedikit lebih nyaman, kalau boleh jujur lagi menganggap kamu saingan di kelas itu sedikit menggangguku," tutur Aila pelan.
Kini gadis itu menundukkan kepalanya, memainkan jemari sambil menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa Aila benar-benar tidak bisa memikirkan cara lain. Menggunakan cara ini, dia yakin Ryan akan merasa tenang untuk sejenak.
"Tapi kenapa nggak kasih kabar dulu ke aku? Harus banget ya aku dengar cerita ini dari orang lain?"
Nada bicara Ryan yang melembut membuat Aila mengangkat kepalanya. Tanpa disadari olehnya, ternyata Ryan sudah berdiri tepat di depannya saat ini. Aila terkejut kala Ryan membawanya ke dalam pelukan laki-laki itu.
"Harusnya kamu ceritain semuanya tanpa ragu, Ai. Aku tetap akan berada di pihak kamu, jadi lain kali jangan merasa ragu saat menceritakan sesuatu padaku," bisik Ryan.
Jika memang benar begitu adanya, maka Aila tak akan ragu untuk mengatakan segalanya. Namun, dia mengingat sesuatu yang sangat buruk saat ini. Dalam sebuah novel yang dibacanya beberapa hari lalu ... laki-laki yang mengatakan hal ini pada wanita dia akan menghilang dan meninggalkan bekas luka abadi nantinya.
***
"What's wrong, Baby?"
Ayka tersenyum tipis lantas menggeleng. Dia mengeratkan pelukannya pada sosok cowok yang seumuran dengannya ini.
"Kamu ada masalah lagi sama adikku? Come on dear, dia sama sekali nggak akan buat kita berada dalam kesulitan. Lagian siapa yang menduga bahwa ada yang tahu rahasia ini?" bisik sang kekasih—Royn.
Terkadang saat menyebutkan nama kekasihnya Ayka justru teringat Ryan. Sudah bertahun-tahun Ayka mengincar laki-laki itu, sayangnya tak berhasil dan dia malah menyukai adiknya. Tak rela dikalahkan, Ayka berniat melancarkan segala rencana bahkan yang terburuk sekalipun!
"Adikmu itu benar-benar membuatku ketakutan. Dia memang tersenyum lebar saat mengatakan sesuatu padaku, tapi ... matanya terlihat sangat bengis," adu Ayka.
Menjadikan laki-laki ini kekasihnya tak lebih dari main-main saja bagi Ayka. Dia bosan hidup begitu-begitu saja, lebih lagi semua temannya mengadu ingin tidur dengan Royn.
Ayka yang memang sejak kecil selalu menginginkan apa yang didambakan oleh orang lain pun merasa sangat tertantang. Siapa yang menduga bahwa cowok ini ternyata juga memberikan respon yang baik untuknya? Kalau dihitung-hitung sudah 5 bulan mereka bersama dan dua kali melakukan hal ini.
"Dia tidak salah apa-apa, Baby. Please maafin, okey? Adikku cuman punya aku makanya dia manja. Paling tidak dia mau berteman dan tak mengganggumu," bisik Royn dengan lembut sambil meninggalkan kecupan di kening Ayka.
Gadis yang memang sudah merasa sangat nyaman itu akhirnya terlelap dalam pelukan Royn.
Royn yang menyadari kekasihnya tertidur pun tertawa kecil. "Sampai kapan aku harus menjadi pelampiasan untukmu, Ayka?"
Ya, Royn tahu semuanya. Meskipun mereka tak sekelas dan beda jurusan tapi Ayka adalah siswa populer, wajahnya yang begitu cantik dengan bentuk tubuh sempurna membuat banyak orang mendambakannya. Royn sudah mengawasi Ayka sejak awal, sedari 3 tahun lalu.
"Dulu kamu sangat manis."
Ya, Ayka saat awal-awal masuk sangat manis hingga Royn merasa siap melakukan apa saja demi membuat gadis ini berada di sampingnya. Sayangnya Ayka terlalu susah digapai dan sama sekali tak meliriknya. Sampai pada saat di mana banyak gadis menyatakan cinta padanya di kala Royn memenangkan lomba basket dengan posisi menjadi ketua.
Waktu itu Royn pikir Ayka juga tak akan menatapnya, tetapi dugaannya salah. Rupanya Ayka justru menawarkan sesuatu yang tak biasa.
"Mau tidur denganku sebagai hadiah ulang tahunku?"
Royn hampir saja menampar pipinya karena merasa bahwa itu adalah mimpi. Namun, saat dia mulai menjamah gadis ini hingga kini, Royn menyadari sesuatu.
"Dia hanya ingin menjadi pemenang, haha."
Meskipun demikian Royn tak berniat meninggalkan Ayka. Biarkan saja gadis ini memanfaatkannya selagi dia memang benar-benar berguna.
-Bersambung ....