Jika hari-hari sebelumnya Aila menolak diantar langsung ke dalam sekolah oleh Ryan, maka kini sebaliknya. Dia tak tega melihat cowok itu bangun pagi-pagi hanya untuk mengantarkannya, lebih lagi Ryan harus putar arah jika pergi ke sekolahnya sendiri.
"Besok-besok aku naik angkot aja deh, Yan," tutur Aila pelan.
Ryan menyentil kening gadis itu. "Lalu apa gunanya kamu pakai baju dan apa-apa serba wah ini? Ai, nggak perlu sungkan, selama bundamu nggak curiga tentang apapun aku bakalan antar-jemput. Lagian walaupun ribet gini aku seneng."
Aila mengernyit. "Kenapa kamu bisa seneng padahal ribet gini?"
"Karena walaupun aku harus ribet gini seenggaknya bundamu sudah jarang marah semenjak nilai-nilaimu membaik, Baby," jelas cowok itu.
Senyum Aila mengembang kala mendengar ucapan Ryan yang memang benar adanya. Dia pun memeluk cowok yang masih duduk anteng di atas jok motornya itu.
Ryan yang tak menyangka akan mendapat pelukan tiba-tiba pun tertawa geli dan membalas pelukan tersebut. Sambil memeluk erat Aila, Ryan berbisik tepat di telinga gadis mungil itu, "Semua orang liatin kita. Menurutmu seberapa parah gosip ini akan tersebar?"
Aila tak langsung melepaskan pelukan tersebut walaupun mendengar penjelasan Ryan barusan. Dia merasa bahwa kehidupannya sama sekali tak pantas dikritik orang lain.
Lagipula mereka bisa saja lebih sering dipeluk oleh orang-orang yang mereka cintai bukan? Sangat berbeda dengannya yang sama sekali tak pernah mendapatkan pelukan seperti ini dari Ryan.
"I don't care about it, Yan. Nyaman peluk kamu sebenarnya, tapi berhubung waktunya sekolah ya sudah kita pisah dulu," balas Aila kemudian.
Ryan benar-benar melepaskan pelukan itu. Dia kemudian mengenakan helmet lagi, barulah kali ini cowok itu menatap Aila dan mengusap pelan rambut sang gadis.
"Tetap jadi yang pertama ya? Biar kamu bisa senyum semanis ini," tutur Ryan.
Seakan-akan tahu bahwa Aila akan mencak-mencak karena ulahnya itu, Ryan segera meng-gas motornya dan pergi. Nicky yang sedari tadi mengawasi Aila pun langsung berteriak kegirangan.
"KYAAKK APAAN TUH?!" seru Nicky membuat suasana kian heboh saja.
Di sekitar, beberapa siswa siswi yang baru saja datang pun geleng-geleng kepala. Mereka sangat takjub dengan putri semata wayangnya Kolonel Akmal ini, gadis yang katanya memiliki sopan santun tinggi saat di rumah justru bertingkah sebaliknya kala berada di lingkungan sekolah.
"Apa? Yang mana?" balas Aila santai sambil melangkahkan kakinya menuju ke lapangan sekolah.
Jika yang lain lebih suka lewat lorong kelas maka Aila tak akan ragu untuk melewati lapangan basket. Lagian jaraknya jauh lebih dekat jika lewat sini dan menuju ke lantai tiga dimana kelasnya berada.
"Bagaimana bisa Lo ngelakuin hal kayak tadi, bodoh?!" maki Nicky yang mencoba mengimbangi langkah Aila.
Sebetulnya Nicky bisa berjalan lebih cepat karena dia jauh lebih tinggi dan kakinya panjang. Namun, Aila sedang mengenakan high heels hingga cewek yang hobi nyablak itu harus mengalah saat ini.
"Dih, udah biasa lah. Bukannya gue pernah bilang kalau udah sering sekamar sama dia?" Aila mengatakannya dengan jujur meskipun tanggapan Nicky sangat jauh berbeda.
Beberapa siswi yang tak sengaja melintas di samping Aila pun menggeleng kecil mendengar hal itu. Di lingkungan sekolah ini memang tak begitu ada aturan hingga acara prom night saja diadakan dengan sangat berantakan.
Namun, beberapa memang lebih suka menggunjing. Saat memiliki sesuatu yang pantas disebarkan mereka tak akan ragu untuk menjadi pemasok gosip. Beberapa justru memanfaatkan situasi seperti ini untuk merasa paling suci.
"Mikaila, please deh kalaupun lo emang beneran kek gitu ya jangan kencang-kencang juga ngomongnya, dodol!"
Tawa Aila meledak. Hehe, haruskah dia menjaga imagenya saat penampilannya saat ini saja sudah menimbulkan banyak asumsi buruk?
***
Ryan menatap Anika yang datang sambil membawakan tas milik Ariel. Ini baru jam pelajaran kedua, kemana perginya teman sebangkunya itu?
"Kenapa Lo yang bawa ini? Nik, walaupun sekarang kalau kayaknya udah pacaran tapi please lah gue ogah ditanya-tanya masalah ginian," cibir Ryan.
Anika tampak menghela napas panjang. Melihatnya saja Ryan tau bahwa Ariel yang berharap lebih sedangkan gadis ini tampak tak peduli sama sekali, haha.
"Udah lah, Yan. Nggak usah ngadi-ngadi walaupun tu anak bilang gue ceweknya. Ah, perlu lo tahu kalau dia terlalu polos," cibir Anika.
Ucapannya yang mirip Aila saat di sekolah barunya membuat Ryan langsung menyimpulkan sesuatu. Gadis ini sama halnya dengan Aila-nya, dia kesepian tapi enggan memberitahukan pada dunia lantaran takut ditertawakan.
"Terus? Nik, kita sebentar lagi bakalan ada penilaian dan persiapan ujian. Lo bujuk dia lah biar nggak banyak tingkah," pinta Ryan sungguh-sungguh.
Anika menggeleng. "Gue nggak akan mencoba melakukan hal kek gitu. Sorry tapi bisa nggak tas-nya Lo umpetin aja?"
"Dia megang rahasia Lo?" tuduh Ryan.
Semula dia benar-benar hanya asal menebak. Namun, respon mengejutkan Anika membuat Ryan kian berpikiran buruk saja.
"Dia ... nggak cerita apa-apa sama Lo 'kan, Yan? Please bilang nggak, gue sebenernya—"
"Siang anak-anak!"
Sapaan guru barusan membuat Anika terburu-buru pergi ke bangkunya sedangkan Ryan mematung beberapa saat sampai guru menegurnya. Meskipun samar-samar tapi Ryan melihat sesuatu yang tidak seharusnya tadi.
Menghembuskan dan menghirup napas berkali-kali. Selama 4 jam pembelajaran Ryan benar-benar gemas ingin menanyakan sesuatu. Untungnya begitu istirahat tiba Aila menelepon video hingga senyuman Ryan pun terbit menggantikan kecemasannya yang tadi.
"Aku makan kok tadi," tutur Ryan.
Dia menatap dua gadis di belakang Aila. Satu kata yang terlintas di benak Ryan hanya, "Nakal." Dalam artian yang tak biasa-biasa saja.
Namun, dia menghormati pilihan Aila tersebut hingga tak banyak berkomentar.
["Gimana sama Ariel yang kamu bilang ngilang tadi? Dia balik lagi? Aku sebel sih sama dia,"] cibir kekasihnya.
Deg!
Meskipun dalam hati menyebutkan kata-kata tersebut tapi Ryan meringis. Entahlah tapi jujur saja menggunakannya terasa nyaman, seperti seolah-olah Aila memang sudah menjadi miliknya.
"Nggak balik, kayaknya lagi ada masalah tapi aku nggak ada niatan nyari tau juga sih," balas Ryan.
Di seberang Aila tampak tertawa cekikikan. ["Padahal kamu sendiri yang bilang beberapa hari lalu kalau mau jadi teman yang setia buat dia. Hoax ya?"]
Disindir seperti itu membuat Ryan pura-pura merajuk. "Nggak tuh."
["Dih muka kamu jelek banget, ya udah deh aku tutup ya. Eh emang beneran mau masuk sayangku, see you nanti jangan telepon balik habis ini!"]
Haha.
Selalu saja begini, saat merasa bahwa Ryan sudah tak penting maka Aila akan langsung mematikan panggilan. "Gadis sialan," umpat Ryan tapi disertai senyuman.
***
Malam harinya.
"Sorry, aku benar-benar keceplosan, Kak."
Refia meringis saat laki-laki di depannya tampak tersenyum penuh makna.
"Jangan membuatku kesal atau kamu ikut Mama dan papa saja ke Amerika," balas cowok itu dengan pelan.
Refia yang hanya berpura-pura merasa bersalah pun kini melebarkan matanya. "Ih kakak! Awas aja ya kalau sampai ngomong gitu lagi, semua rahasia kakak bakalan aku bongkar, huh!"
-Bersambung ....