"Regan?"
Aila menggaruk pelipisnya begitu sampai di depan pintu kamar mandi cewek. Dia berencana mengganti bantalan penghambat ini, siapa yang menduga bahwa Regan justru menyusul saat ini?
"Cowok Lo ... Ryan?"
Meskipun bingung, Aila tetap menyahutnya. "Penting banget ya Lo tau?"
Wajah Regan seketika saja memerah. Hal itu tak membuat Aila peduli, dia berusaha menepis tangan Regan yang menghalanginya meski tak bisa.
"Mau Lo apa sih? Nggak usah ganggu deh," geram Aila.
Masalahnya saat ada gadis yang mencoba masuk kamar mandi tadi, dengan sigap Regan membuka jalan. Kenapa pula hal itu tak berlaku untuknya?! Regan sepertinya benar-benar gila kali ini.
"Maunya jadi selingkuhan Lo, bisa dipertimbangkan?"
Pertanyaan tak masuk akal Regan membuat Aila langsung mengerahkan seluruh tenaga dan menendang betis laki-laki itu. Sayangnya Regan sepertinya sudah tahu jenis hukuman apa yang akan diberikan olehnya hingga dia hanya terkekeh samar.
"Woah, kamu gagal, mau coba kasih hukuman pakai cara lain? Misal ... tubruk aja pakai bibirmu," kekeh Regan.
Aila mengambil ponselnya, dia melirik jam kemudian menelpon seseorang. "Yang?"
Panggilan Aila barusan membuat wajah Regan pias seketika, dia bisa melihat betapa kesal gadis di depannya. Tapi ternyata ekspresi Regan tak berselang lama, begitu dia tahu bahwa Aila pura-pura menelpon seseorang, tawa meremehkan terdengar.
"Udah nggak usah repot-repot kayak gitu. Kalau mau keluar cukup satu syarat aja, jadi pacar gue," ucap Regan tampak sungguh-sungguh.
Aila memasukkan ponselnya kemudian tertawa geli. "Oke."
Balasan singkat dan yakin yang Aila berikan membuat Regan sempat tertegun dan bertanya-tanya dalam hati.
'Semudah ini, kah?'
Untuk beberapa saat otak Regan bahkan tak mampu memikirkan hal lain, hanya ada Aila di dalamnya dan balasan yang gadis itu berikan. Bagaimana bisa seperti itu?
Jika Regan tau kalau segalanya akan semudah ini dan tak butuh banyak tenaga sudah sedari dulu dia melakukannya. Haha, betapa bodohnya Regan sampai dia menunggu hampir dua bulan tanpa disadarinya?
"Oke."
Mendadak Aila merasa aneh, cowok gila di depannya tampak merencanakan sesuatu tapi tentu saja tak membuatnya ingin tahu. Segera gadis itu melangkah pergi.
***
Nicky tertawa ngakak. "Bercandaannya kali ini agak berlebihan ya, Babe. Nggak usah ngadi-ngadi juga lah gue bunuh Lo lama-lama!"
Refia yang merasa bahwa ucapan Aila barusan tak berbohong sama sekali pun langsung menyahut dengan ekspresi datar. "Lo selalu kayak gini?"
Aila mengangguk, lebih baik imagenya buruk dalam hal ini ketimbang nilai. Selama dia dianggap sebagai manusia sampah yang sama sekali tak berguna maka ... nilainya tak akan diketahui massa. Mereka hanya akan mencoba menjatuhkan martabat, bukan nilai akademik.
"Mikaila! Ah lo mah nyebelin banget, kenapa sih nggak jujur aja? Biarpun kita nggak mungkin ngadu juga sih ke cowok lo. Tapi seriusan deh jangan bercanda masalah Regan, i think is bad," ucap Nicky setengah berbisik.
Gadis yang menurut Aila sedikit peka terhadap keadaan itu agak mengganggu. Tapi bukankah lebih baik jika salah seorang di antara mereka langsung mengadu pada Ryan? Dengan begitu Aila bisa merasa aman.
Maksudnya Ryan pasti akan melarangnya dekat-dekat dengan Regan apapun caranya. Sebagai sahabat dekat Ryan, Aila tahu betul karakter cowok itu.
"Gue beneran sama dia, emangnya kenapa sih? Kalem aja deh, guys," kekeh Aila kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya.
Sedari tadi Aila sedang menuliskan poin-poin penting pelajarannya. Lusa akan ada penilaian harian, saat semua orang menyibukkan diri mereka dengan kehidupannya, Aila akan belajar mati-matian.
"Lo berencana untuk membuat seisi sekolah gaduh, ya?" Refia geleng-geleng kepala.
Beberapa siswa-siswi di kelas pun mengangguk setuju. Meski ada yang ingin mendekat pada Aila tapi mereka lebih dulu membawa kaca. Kebanyakan siswa di kelas ini hanya para cewek yang berasal dari keluarga berada, jika cowok mereka masuk melalui jalur KIP.
Entah mereka menggunakan prestasi akademik maupun ... non-akademik. Seperti basket, seni lukis, dance ataupun yang lainnya selama pernah memiliki prestasi di sekolah sebelumnya.
Aila mengangkat kepalanya, dia menatap Nicky, Refia juga seluruh teman sekelasnya. "Emangnya Regan sehebat itu? Menurutku dia biasa-biasa saja."
Kini wajah teman-teman sekelas Aila langsung memerah, mereka lantas tertawa geli. Mungkin karena baru pertama kali mendengar seseorang yang menjelek-jelekkan idola mereka.
"Dia sehebat itu," sahut salah seorang teman sekelas Aila.
"Wajahnya menurut gue memang standar sih, tapi prestasi di bidang non-akademik terlalu bagus. Bahasa Inggris good, dia bahkan pernah pertukaran pelajar di Korea Selatan selama 3 bulanan," timpal yang lainnya.
Kontan saja Aila merasa rendah, dia tersenyum singkat. "Sehebat itu ternyata, ya baguslah kalau gue sama dia jadi pasangan bukannya nanti bisa saling bantu belajar, ya?"
***
Adit menatap sahabatnya yang sedang memakan semangkuk bakso. Ya, saat ini di depan Regan sang sahabat memang hanya ada satu mangkok saja. Namun, bukan beda di bawah mereka tak ada mangkok lain.
"Jadi, Lo semudah itu dapat cewek?" Adit bertanya sambil melirik Estu—si kompor.
Estu yang ditatap pun menahan tawa, agaknya dia sejoli ini sama seperti dua teman baru Aila. Sama-sama tak percaya dengan fakta yang baru saja mereka dengar.
"Hem," balas Regan singkat.
"Oke, kalau gitu coba lo telepon cewek Lo," suruh Adit.
Kontan saja tawa Estu meledak kala Regan menghentikan aktivitasnya. Sendok plastik yang sedari tadi Regan pegang mendadak dilepaskan begitu saja.
"Pfft, mana mungkin dia punya nomor Aila?" ledek Estu.
Regan menempeleng kepala Estu dan Adit secara bergantian. "Kalaupun gue beneran nggak punya nomor Aila, kudu banget ye kalian kek gini? Malu nyet malu!"
Tawa Adit makin keras saja hingga anggota keamanan lain pun sedikit penasaran. Masalahnya rata-rata penghuni kantin saat ini adalah bawahan Regan, mereka tentunya ingin tahu tentang bos mereka. Dan tentu saja sekarang tak mungkin jika semua orang setia, salah seorang di antara mereka yang mendengar bahwa Regan berpacaran dengan Aila pun merasa tak adil.
"Lo yakin bos bakalan—"
Belum sempat pria itu mengatakan rasa iri dengki-nya, Aila tampak mendekati Regan dan duduk di depan pria itu. Tanpa kata Aila mengambil ponsel Regan hingga beberapa orang menganga menyaksikannya. Mereka tak habis pikir dengan gadis yang baru datang itu.
"Lo ... ngapain, Yang?" tanya Regan sambil mencegah tangan Adit dan Estu yang hendak mengambil alih ponselnya itu.
"Nomormu, aku nggak punya."
Rahang kedua orang yang tadi mengejek Regan mungkin saja akan jatuh jika tak menempel dengan baik di wajah mereka. Aila sang pelaku menggoyang-goyangkan ponsel Regan begitu berhasil mendapatkan nomor cowok itu.
"Aku balik dulu, See you!"
Adit menepuk-nepuk pundak Regan kencang. "Njir, beneran cewek Lo tu anak?!"
-Bersambung ....