"Bunda lihat akhir-akhir kamu makin menempel sama Ryan, ya?"
Langkah kaki Aila yang hendak memasuki kamarnya pun terhenti. Gadis itu mencoba untuk tersenyum meskipun tangannya gemetar, suara benda yang diseret tadi membuatnya gugup saat ini.
Dengan perlahan Aila menoleh. Dia mengulas senyuman lebar untuk sang Bunda. Wanita di depannya tak membalas, hanya diam mengamati.
Merasa bahwa sang bunda membutuhkan jawaban, Aila lekas membuka mulutnya. Tapi belum juga sepatah kata yang keluar, sang Bunda lebih dulu melanjutkan ucapannya.
"Ayka pengen nikah sama Ryan begitu dia berhasil jadi dokter. Aila, Bunda harap kamu sadar diri, meskipun nilai-nilai yang kamu dapatkan sangat sempurna tapi Ayka tetap lebih baik darimu, anak bodoh," umpat sang bunda.
"Tapi bunda saku sama Ryan kan—"
Plak!
Tamparan keras di pipi kanannya membuat Aila ambruk di lantai. Baru kali ini dia merasa bahwa sang bunda benar-benar menggunakan seluruh tenaga untuk membuatnya jatuh.
Bugh!
Tak cukup dengan tamparan kini Aila mendapatkan pukulan di punggung. Andai saja itu hanya menggunakan kepalan tangan maka Aila tak akan merasa kesakitan, sayangnya sang bunda justru memakai tongkat kayu.
"Kamu itu cadangan, nggak perlu merasa hebat karena bisa mendapatkan peringkat bagus," cibir bundanya.
Bugh!
Pukulan kedua mendarat di lengannya, Aila merintih kesakitan tapi sebisa mungkin dia menahan bibirnya agar tak mengeluarkan suara lebih keras.
"Bun, udahlah percuma."
Suara yang baru saja datang membuat Aila makin menggigit bibirnya hingga berdarah. Gadis itu menggenggam erat-erat rok selutut yang dibelikan oleh Ryan beberapa waktu lalu.
"Tapi dia ini agak gak tahu diri, Ayah! Bagaimana bisa Aila tetap minta diantar jemput sama Ryan saat Ayka berjuang mati-matian? Nggak adil kalau anakku justru diabaikan oleh Ryan!"
Deg!
Hati Aila mencelos rasanya. Anaknya Bunda hanya Ayka, ya? Lantas dirinya yang benar-benar memiliki paras yang identik dengan Ayka dianggap apa oleh mereka?
"Bunda, Ayah benar-benar lelah. Hentikan saja, biarkan Aila tenang untuk sementara waktu. Masala Ryan nanti ayah yang bakalan urus tunangannya sama Ayka," lerai ayahnya.
Itu terdengar seperti kalimat penenang, tapi sebetulnya sama sekali bukan. Untuk Aila ucapan ayahnya lebih menyakitkan dari pada dipukul ratusan kali.
Ryan, satu-satunya orang yang selalu ada untuknya ... haruskah dia bersama dengan saudara kembarnya?
Aila menangis dalam diam, dia tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa ada Ryan di sisinya.
***
Di sekolah Aila tampak merenung terus-terusan. Dia bahkan menolak ajakan kedua temannya ke kantin dan lebih memilih untuk berdiam diri di kelas sambil mencoret-coret buku.
Tunangan Ayka dan Ryan.
Ayahnya benar-benar berhasil membuat Aila merasa kesakitan lebih dari yang mereka harapkan. Kini Aila bahkan harus menghadapi seseorang yang benar-benar membuatnya merasa sangat ingin mati, meninggalkan dunia yang sempat dia nikmati.
"Permen, mau?"
Tawaran yang kelima belas kami dalam sepuluh menit terakhir.
"Sorry kalau gak sopan, cowok Lo main tangan?"
Pertanyaan yang berbeda, kali ini Aila mengangkat wajahnya dan menatap Regan.
"Gak semua orang bisa menerima baik-baik pertanyaan sensitif kayak gini, Regan. Lebih baik kamu balik ke kelas aja, udah tau gak sopan, ganggu tapi masih saja di sini," balas Aila nyelekit seperti biasanya.
"Ya maap lagi, gue bener-bener nggak bisa diam aja sih. Pipi Lo memarnya kelihatan banget setelah bedaknya agak pudar," tukas Regan sungguhan.
"Bukan urusan Lo, Regan," tegas Aila.
"Gue tau itu bukan urusan gue, tapi emangnya nggak mau dikompres dulu apa gimana? Ai, gue nekat ke sini padahal temen-temen lagi tanding basket loh." Regan tampak memancing keributan lagi kali ini.
"Lo aja yang goblok," umpat Aila kencang.
Beberapa teman sekelasnya yang baru saja masuk pun melongo mendengar gadis yang terlihat santai bahkan idaman para guru mendadak mengumpat. Namun, rasa terkejut mereka berubah menjadi senyum malu-malu saat mendapati Regan dengan cengiran lebarnya.
"Cewek cantik nggak boleh ngomong gitu loh," kekeh Regan.
Dia seolah-olah tak masalah dengan umpatan barusan.
"Gan gue beneran nggak—"
"Aila, tidur aja," bisik Nicky yang entah kapan datangnya.
Aila menunduk, dia sama sekali tak berani mengangkat kepalanya. Tentu saja karena tak ingin Nicky mengetahui kelemahannya. Mereka baru berteman beberapa hari, latar belakang masing-masing saja masih sering disembunyikan.
"Aila!" Refia tampak memaksa Aila mendongak.
Refia berseru heboh saat melihat memar yang terlihat sangat jelas di pipi Aila.
"Lo gila ya?! Jangan bilang cowok Lo yang kelihatan manis itu main tangan, ya?!"
Aila menaruh jari telunjuknya di bibir Refia sebelum gadis ini kembali membuat masalah. Sial, lain kali Aila akan memberikan review terburuk untuk produk foundation pilihannya. Bagaimana bisa foundation tebal tak bisa bertahan lama?!
"Oke gue diam, tapi cerita semuanya!" desak Refia.
Entah ini sekadar prasangka atau memang seperti ini keadaannya. Hanya saja kali ini dengan jelas Aila bisa melihat bahwa ... Refia sangat mengkhawatirkannya bahkan terkesan berlebihan.
Aila menatap Nicky dan Regan sejenak, tatapan keduanya amat berbeda dengan cara Refia menatapnya saat ini. Jika melihat keadaan sebelumnya, bukankah sifat temannya begitu mencurigakan?
Meskipun benar adanya Aila hanya bisa menghela napas panjang dan dia pun mulai berbicara. "Semuanya bakalan aku ceritain, pertama-tama tolong usir anak ini, bisa?"
***
Pffft!
Adit, Nio bahkan teman-teman anggota keamanan SMA Raharja tertawa ngakak melihat wajah kusut ketua mereka. Di sini memang tak ada aturan yang mengikat kecuali ketua harus dihormati dan ketua yang harus memilih penggantinya.
Untuk semua orang yang ada di sini baik kelas 10, 11 atau 12 sama-sama akrab. Mungkin memang ada yang pendiam seperti Estu tapi dia juga tak dibenci karena prinsip mereka satu jiwa dan raga.
"Jadi Lo lagi-lagi dibuang sebelum melangkah maju, Bos?" Adit yang paling dekat dengan Regan pun bertanya.
"Nggak dibuang juga, syalan!" balas Regan kesal.
Dia melemparkan black card miliknya ke arah Estu yang sejak tadi tertawa mengejek tanpa suara.
"Beliin semuanya minum, pesen di depan. Muka Lo makin hari makin nyebelin babiii," titah Regan dengan tampang geram.
Memang beberapa yang baru masuk anggota merasa langsung menciut nyalinya. Namun, tidak untuk anggota lama. Semuanya tertawa ngakak bahkan sampai menggebrak meja pula.
Estu yang menjadi sasaran kali ini hanya bisa menggelengkan kepala. "Cewek memang gitu, bro. Lagian muka Lo agak kusam, coba beli produk Mama gue."
Regan melemparkan kotak tisu hingga mengenai dada bidang Estu. "Sialan Lo! Sempat-sempatnya nawarin produk pas temen lagi kesusahan gini."
Estu yang biasanya hanya diam kini tergelak ringan. "Kalau Lo nggak percaya sih ya udah, tapi perlu diingat kalau produk Mama gue bagus. Eh, pacarnya Mikaila model iklan Mama gue juga sih, kayaknya."
-Bersambung ....