Dua hari berlalu dengan Ryan yang terus bersama Ayka.
"Haruskah aku bersyukur?" tanya Aila pada dirinya sendiri.
Ini hari ke tiga di mana semua orang hanya fokus pada Ryan dan Ayka. Tentu saja berkat semua itu Aila jadi bisa keluar rumah dengan sangat mudah, dia bahkan tak menyelinap sama sekali.
Dalam artian, Aila benar-benar pamitan pada bundanya beberapa saat lalu. Kini dengan gugup dia melangkah masuk ke dalam bioskop. Penerangan yang remang-remang sempat membuat Aila ketakutan.
Dia sengaja menghabiskan semua uang yang ada di tabungan untuk memesan kursi pasangan. Haha, meskipun sendirian tak masalah untuknya menduduki kursi ini bukan?
"Tapi kalau kayak gini gugup juga, duduk di mana ya ak— awh," ringis Aila saat merasa bahwa ada seseorang yang mendorong tubuhnya.
Lekas dia mendongak, menatap laki-laki yang mengenakan topi bisbol dan masker hitam.
"Maaf, kau menghalangi jalan, Dek. Bisakah langsung masuk saja?" tanya cowok itu.
Dengan gugup Aila mengangguk. "Maafkan aku," balasnya lantas tergesa-gesa menemukan kursi yang sudah dipesannya tadi.
Bangku 13 dan 14. Dengan segera Aila duduk kala sudah menemukan bangkunya itu. Gadis itu menampilkan senyuman lebar lantas dia menaruh pop corn di pangkuannya.
Aila terus saja tersenyum manis kala film mulai ditayangkan. Sesekali Aila tertawa geli saat pemeran utama wanita terlihat sedang merayu di pameran pria. Adegan demi adegan membuat Aila tak tahan, tangis, tawa hingga murka.
Film yang ditontonnya berkisah tentang seorang gadis muda yang mencoba bertahan hidup setelah dilecehkan kakak tirinya. Dia hamil dalam keadaan masih bersekolah, dua bulan lagi akan ujian. Hanya saja karena teman dekat yang paling dipercaya olehnya justru menyebarkan berita kehamilannya dan segalanya menjadi kacau.
"Benar-benar teman sialan," umpat Aila.
Sebagai seseorang yang terus terluka karena saudaranya yang merupakan seorang wanita juga bundanya, Aila tahu bagaimana susahnya bertahan hidup. Seperti halnya pemeran utama wanita di film itu, dia bersyukur karena memiliki seorang pria yang mau menjaganya dengan sepenuh hati, Ryan
Gadis yang kini melepaskan kacamata dan menggantinya dengan softlens itu mengusap sudut matanya yang berair. Dia menatap ke samping kala seseorang menyerahkan sapu tangan padanya.
"Makasih," ucap Aila tulus.
Meskipun sebetulnya dia membawa tisu di dalam tasnya. Hanya saja kalau ada yang menawarkan mengapa dia harus repot-repot?
Tapi tunggu ....
... ah, Aila ingat.
Saat menatap pria di sampingnya dia ingat bahwa sosok itulah yang sempat mendorongnya di pintu masuk tadi. Melihat keadaannya dan pria itu, Aila pun meringis. Sama-sama duduk di kursi pasangan tapi sendirian.
Ha-ha-ha, bukankah kelakuannya ini sangat manis kawan?
"Mau gabung duduk denganku dari pada sendirian ... Kak?" ajak Aila.
Pria di sampingnya itu tampak berkedip lucu. "Bolehkah aku melakukannya? Bagaimana jika nanti pasanganmu tiba-tiba datang?"
Kontan saja Aila mati-matian menyembunyikan tawanya. Dia tak boleh berbicara ataupun tertawa keras di area seperti ini.
"Aku gak punya pasangan kok, Kak. Kalau mau pindah ya silahkan, masih ada setengah jam lagi sampai filmnya selesai," ucap Aila dengan bisik-bisik tentunya.
Aila kira dia akan ditolak, tetapi pria itu justru memintanya bergeser. Walaupun tak pernah berinteraksi dekat dengan pria lain kecuali Ryan, tentu saja Aila tahu cara memperlakukan orang asing dengan baik.
Dia tersenyum kala pria itu kini sudah duduk di sampingnya, meskipun samar-samar dia mendengar seseorang meledeknya dari belakang.
"Pasangan yang aneh, gadis itu harusnya langsung meminta kekasihnya duduk di situ. Cih gara-gara pemborosan ini kekasihku tak bisa bergabung!"
Wow. Satu kata yang terlintas dalam benak Aila saat ini adalah, wow.
Ya, sangat Wow, bagaimana bisa seseorang menyimpulkan dengan semudah itu, hah?!
Dari mana dia dan pria ini terlihat seperti pasangan yang habis bertengkar hanya karena duduk berdua seperti ini? Aila benar-benar heran dengan pemikiran random seperti itu. Baginya yang sudah terbiasa melihat Ayka dan Ryan duduk bahkan makan bersama tapi bukan sebagai pasangan, sesuatu yang seperti ini amat lumrah.
'Dasar aneh, mana ada pasangan yang hanya duduk berdua seperti ini di tempat seperti ini?' gumam Aila dalam hati lantas memakan pop corn lagi.
***
"Hati-hati."
Aila tersenyum, dia baru saja keluar dan hendak menuju ke kamar mandi. Hanya saja karena letaknya jauh pria itu memaksa untuk mengantarkan. Ingin sekali rasanya Aila menolak, hanya saja kantung kemihnya benar-benar sudah penuh dan harus segera pergi.
"Aku hanya ingin buang air kecil, Kak," tutur Aila lantas buru-buru masuk.
Dia sangat beruntung karena ternyata semua bilik kosong. Begitu selesai dengan kegiatan barusan, Aila menatap pantulan dirinya di kaca. Softlens mahal memang berbeda, meskipun dia menangis tapi masih saja aman.
"Tapi uangku habis karena semua ini," cibir Aila pada pantulan dirinya di kaca.
"Bukankah ada kekasihmu? Minta saja padanya ... Dek. Gunanya pacar buat apa kalau nggak dimanfaatkan."
Aila berjengit kala seseorang tiba-tiba saja menyahuti ucapannya. Dia bicara pada diri sendiri loh, jadi kenapa wanita ini tiba-tiba saja menyahut?
"Ah, aku bukannya mengikuti kalian kok. Hanya tak sengaja tujuan kita sama, tempat dudukku dan kekasihku di samping kekasihmu, kalian terlihat sangat romantis. Dan juga ... yang barusan aku katakan coba saja, dia terlihat seperti pasangan loyal, bukan pelit seperti priaku," jelasnya tanpa Aila minta.
Tentu saja Aila kebingungan, dia tak paham harus merespon bagaimana. Ini kali pertamanya dia bertemu dengan seseorang yang langsung mengajaknya berbicara sebanyak itu di awal pertemuan.
Seingat Aila, kebanyakan orang yang bertemu akan menganggapnya cupu karena mengenakan kacamata. Saat berangkat tadi pun Aila masih mengenakan kacamata tersebut. Hanya saja begitu tiba dia memperbaiki riasan wajah hingga tatanan rambutnya, meski belum sering tapi Aila bisa.
Apakah penampilan seseorang menjadi patokan untuk mendapatkan teman aneh begini? Jika iya mana Aila tak akan menggunakan riasan wajah lagi.
"Kau ... salah sangka," tutur Aila.
Dia mengecek tas miliknya. Bersiap keluar, tetapi sosok wanita yang mengajaknya bicara tadi justru mencekal lengannya.
"Kalau Lo udah bosen, boleh kenalin gue ke dia?"
Aila melepaskan cekalan itu dengan sopan dan hanya membalas permintaan wanita itu dengan senyuman. Tak mau kembali terlibat dengan orang aneh, dia bergegas keluar. Sialnya laki-laki itu masih di depan.
"Sudah ya?"
Basa-basi yang luar biasa basi. Di mata Aila pertanyaan barusan terdengar sangat konyol, seperti menjelaskan tentang tatacara menghitung perpajakan pada anak balita.
"Iya, Kak. Kalau begitu saya pamit," balas Aila.
"Tidak bolehkah aku mengantarkanmu pulang?" Pria yang masih belum melepaskan maskernya itu kembali bertanya.
Aila mencoba tersenyum dengan sopan lantas menunjukkan aplikasi Mo-jek miliknya. "Maaf sebelumnya, Kak. Saya sudah memesan ojek melalui aplikasi ini dan masnya sedang dalam perjalanan. Jadi, saya permisi, sampai jumpa jika takdir mengijinkan."
Begitu sudah berbalik, Aila langsung memasang tampang datar. Dia ... sepertinya harus berusaha memahami aturan masyarakat mulai sekarang.
-Bersambung ....