Bertahanlah jika patut untuk dipertahankan, jika tak sanggup lagi untuk bertahan maka lepaskanlah kalau itu yang terbaik untukmu.
Seorang suami dapat menjadi pintu surga bagi istrinya sebagaimana ia dapat pula menjadi pintu neraka untuk istrinya.
Kedatangan Ibu Sulistiawaty membuat mereka terkejut. Terutama Hyuna yang merasa sedih dikarenakan kedatangan ibu mertuanya yang tiba-tiba itu membuat aib rumah tangganya terbongkar juga ke permukaan.
Selama ini Hyuna cukup pintar untuk menutupi kisruh rumah tangganya, tetapi hari ini Hyuna tidak bisa berkilah lagi. Mertuanya sendiri yang menjadi saksi mata dari perselingkuhan suaminya selama ini. Argument apa pun yang diutarakan oleh Hyuna sudah tidak ada artinya di mata mereka.
"Bagas!! ternyata seperti ini yang Kamu lakukan di belakang ibu, Bagas apa salahnya ibu sama Kamu? hatimu dengan teganya tidak memperdulikan perasaan ibu," ucapnya lalu terduduk di kursi dengan wajahnya yang nampak kecewa sekaligus sedih.
Bagas yang mendengar perkataan dari ibunya hanya bisa berdiri mematung di tempatnya sedangkan Diandra malah bahagia melihat kehancuran dan kesedihan di wajahnya Hyuna dan juga Ibu mertuanya.
"Akhirnya ketahuan juga, hal ini yang sedari dulu aku inginkan," senyuman licik nampak terbit di ujung bibirnya.
"Bagas, Ibu sama sekali tidak pernah membayangkan Kamu tega melakukan semua ini pada Hyuna, apa salahnya padamu nak? apa kurangnya dirinya padamu, hingga Kamu tega sekali nak," ucap ibunya yang terduduk di kursi dengan rasa kecewa yang sangat mendalam.
Ibu Sulistiawaty terduduk dengan menundukkan kepalanya yang tidak bisa duduk dengan tegak saking malunya dengan sikap dan kelakuan putranya terhadap menantu kesayangannya.
"Hyuna Kamu terlalu sabar nak jadi perempuan, seharusnya Kamu melawan mereka, Kamu istri sahnya sedangkan Dia hanya lah perempuan yang tidak tahu diri yang tidak punya perasaan dan hati nurani yang tega merebut suami sepupunya sendiri," jelasnya lagi.
Hyuna sedari tadi lidahnya keluh tak bisa berucap sepatah kata pun. Dirinya tidak kuasa mendengar tangis kesedihan dari mulut Ibu mertuanya.
"Ya Allah apa kah ini akhir dari hidup rumah tanggaku yang selalu aku perjuangkan?"
"Hahaha, rasakan emangnya enak, sedari dahulu Kami sudah bertanya dan memberitahukan kepada kalian semua tentang hubungan Kami ini, tapi kalian sedikit pun tidak ada yang perduli untuk memperjuangkan hubungan Kami."
Bagas yang sedari tadi terdiam akhirnya angkat bicara juga. Bagas emang salah, tapi sedikit pun tidak mau membantah perkataan dari ibunya.
Bagas lalu berjalan ke arah ibunya, langsung berlutut di depan ibunya itu dengan wajah nemelasnya.
"Ibu maafkan Bagas, tapi Bagas tidak bisa hidup dengan perempuan itu," ucapnya lalu mengarahkan jari telunjuknya ke arah Hyuna.
Ibunya mengikuti arah telunjuk putranya tersebut.
"Apa pun yang Ibu lakukan, Saya tetap tidak bisa mencintainya Ibu, hati ini hanya untuk satu orang saja, bukan untuk wanita lain dan selamanya akan seperti ini adanya," jawabnya.
"Bagas nak," ibunya memegang pundak putra sulungnya itu dengan penuh bijaksana.
"Apa Kamu sudah mencoba untuk membuka hatimu untuk Hyuna nak? apa Kamu pernah sedikit pun berfikir untuk menyayanginya seperti apa yang Kamu rasakan padanya?" tanya ibunya lagi.
Ibu Sulistiawaty berusaha untuk membuat pemikiran anaknya terbuka dan berusaha untuk mencoba untuk mencinta Hyuna.
"Maafkan putramu ini Bu, Bagas Sudah pernah mencoba, tapi Bagas tidak bisa, menyentuhnya saja sedikit pun Aku tidak ada rasa untuk melakukannya apa lagi untuk membuka hati ini untuknya," terangnya yang masih berlutut dan menenggelamkan kepalanya di kedua kaki ibunya.
Perkataan dari Bagas membuatnya terpojok dan kebingungan dengan seribu pertanyaan yang muncul di dalam benaknya.
"Kalau malam itu bukanlah Mas Bagas lalu siapa yang melewati malam itu bersamaku ya Allah? ini tidak mungkin aku berhubungan dengan pria lain yang bukan Suamiku, Aku sangat kotor, aku tak menyangka jika pria malam itu bukanlah Mas Bagas."
Kepalanya tiba-tiba serasa berputar, pusing dan matanya berkunang-kunang hingga perlahan pandangannya kabur. Tidak ada seorang pun yang melihat kondisi terakhir dari Hyuna yang sudah memegang kepalanya.
Penuturan putranya barusan membuatnya menutup mulutnya saking tidak percayanya, jika Bagas belum pernah menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami kepada Hyuna sedikit pun. Air matanya semakin menetes membasahi pipinya yang sudah nampak keriput itu di makan usia senjanya.
"Bagas putranya Ibu kalau emang Kamu belum pernah menyentuhnya, kalau gitu mulai sekarang tidurlah bersama dengan Hyuna, apa bedanya Hyuna dengan wanita itu, lebih cantik Hyuna jika dibandingkan dengan Wanita itu," ujarnya sambil memegang tangan Bagas dengan penuh kasih sayang lemah lembut.
Ibunya tidak ingin menghadapi permasalahan putranya dengan gegabah atau pun dengan kekerasan. Dia berusaha membujuk putranya dengan penuh kelembutan agar hati putranya yang sudah membatu itu tergerak sedikit saja untuk membuka pintu hatinya untuk Hyuna.
Ibu sangat berharap jika Kamu bisa mendengarkan perkataan Ibu, dan ibu sangat yakin jika putra Ibu adalah anak yang baik dan penurut, tolong penuhi permintaan Ibu nak untuk kali ini saja, Ibu mohon dengan sangat," ucapnya yang berlutut di depan putranya.
Mereka sama-sama berlutut dengan deraian air mata yang sedari tadi tidak berhenti sedikitpun.
Diandra yang mendengar perkataan dari Ibu mertuanya langsung mulutnya komat-kamit dengan wajahnya yang sudah menampilkan kilatan kemarahan dengan emosi yang sudah membuncah di dadanya.
"Mas Bagas jangan dengarkan perkataannya, jika mas Bagas mendengarkan dan memenuhi permintaan dari ibunya bisa gawat dan hancur rencanaku selama ini yang sudah berjalan mulus."
Wajahnya memancarkan kebencian terhadap Ibu mertuanya karena berusaha membujuk Bagas untuk berpaling darinya.
"Maafkan Bagas Bu, kali ini Bagas tidak bisa memenuhi permintaan dari Ibu, mungkin Bagas akan dicap anak durhaka yang tidak berbakti kepada Ibu, tapi hati ini tidak mungkin bisa menduakan Diandra Bu, cintaku terlalu besar untuk Diandra seorang hingga akhir hayatku selamanya akan seperti ini," jelasnya agar ibunya mengerti dengan semua ini.
Diandra yang mendengarnya tersenyum penuh kemenangan karena Bagas tidak memenuhi permohonan ibunya itu.
Sedangkan Hyuna nafasnya tercekat, wajahnya memucat, kepalanya pusing pandangannya sudah kabur dan rumah ini di penglihatannya sudah kabur dan akhirnya tumbang juga ke atas lantai keramik.
Pingsannya Hyuna membuat Ibu Sulistiawaty berteriak keras.
"Hyuna!! putri Ibu," lalu berjalan tergesa-gesa untuk menolong Hyuna.
Bagas dan Diandra sedikit pun tidak berinisiatif untuk menolong Hyuna, mereka hanya menatap saja. Ibu Sulistyowati sudah duduk di hadapan Hyuna yang pingsan dan terbaring di atas lantai.
"Hyuna sayang, ini Ibu Nak, apa yang terjadi padamu sayang, ayok bangun Nak," ucapnya sambil memeriksa keadaan Hyuna.
Diandra ingin berteriak kegirangan melihat kondisi Hyuna yang mengenaskan itu, Tapi Diandra berusaha untuk menahannya sekuat tenaga jika tidak Bagas akan mengetahui kebusukannya selama ini.
"Bagas! apa yang Kamu lakukan di sana haaaa! apa Kamu ingin melihat kondisi Hyuna terusan seperti ini?" teriak ibunya ke arah Bagas.
Bagas pun berjalan ke arah ibunya, tapi tangannya ditarik oleh Diandra lalu menggelengkan kepalanya. Bagas menatap dengan memelas ke arah Diandra.
"Untuk kali ini saja sayang, kasihan juga dia jika kita tidak menolongnya, anggap saja ini yang pertama dan terakhirnya Mas lakukan untuk menolongnya," ucapnya yang setengah berbisik di telinga Diandra.
Bagas pun menggendong tubuh istrinya ke dalam kamarnya yang selama ini Hyuna tempati. Ibu Sulistiawaty dan Diandra mengekor di belakang mereka. Ibunya kembali tercengang melihat penampakan dari kamarnya Hyuna yang sangat jauh dari kata layak sebagai seorang istri dari eksekutif muda.
"Baringkan tubuh Hyuna di atas ranjangnya, cepat hubungin nomor dokter pribadi agar segera datang ke sini," titahnya pada anaknya.
Ibu Sulistiawaty memberikan minyak angin, minyak kayu putih juga di kepala Hyuna serta menggosokkan di dadanya. Bagas segera melaksanakan perintah ibunya itu.
Tidak butuh waktu lama, Dokter sudah hadir di tengah-tengah mereka dan sedang memeriksa kondisi Hyuna yang sangat nampak pucat, lemah belum sadarkan diri hingga sekarang.
Dokter lalu memeriksa tubuh Hyuna dengan seksama hingga tersenyum dan pandangannya dia alihkan ke arah Bagas. Bagas yang melihat raut wajah dokter tidak mengerti dengan maksud dari senyumannya itu.
"Bagaimana dengan kondisi menantuku Dokter?" tanya ibu Sulistiawaty yang tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan dari Dokter.
Dokter pun berdiri dan merapikan kembali peralatan medisnya ke dalam tasnya.
"Selamat Nyonya, menantu Ibu hamil Sudah dua bulan," jawab Ibu Dokter.
Pernyataan dari dokter membuat mereka tidak menyangka dengan apa yang mereka dengar.
"Apa!!, itu tidak mungkin Dokter?" teriak mereka secara bersamaan.