Ibu Sulistyowati mengambil kotak p3k, yang tersimpan di rak di atas meja nakas ranjangnya Hyuna.
Ibu Sulistiawaty berjalan ke arah ranjang di mana Hyuna berada. Hyuna terduduk memegang ke dua kakinya sedangkan dagunya bertumpu di atas lututnya.
Sesekali ia masih menangis sesegukan. Terkadang terdiam dan tiba-tiba bereaksi dengan mencakar seluruh tubuhnya yang menurutnya sudah kotor.
Ibu Sulistiawaty sangat sedih dan khawatir melihat keadaan Hyuna yang tidak stabil.
"Sayang, ingat Allah SWT itu adil dan tidak mungkin memberikan ujian ini jika kamu tidak sanggup menahannya," tutur ibu mertuanya.
Beliau berusaha untuk mengingatkan dan menyadarkan dengan apa yang dilakukan oleh Hyuna.
Ibu Sulistiawaty memeluk tubuh menantunya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
"Teruslah beristigfar sayang, ingat ada calon bayi Kamu yang tidak bersalah sedikit pun, jika Kamu seperti ini, dia juga pasti akan ikut sedih."
Ibu Sulistiawaty berusaha menenangkan Hyuna, beliau ingin menghubungi nomor hp dokter pribadinya, tapi dicegah dan dilarang oleh Hyuna.
"Astaugfirullah, astaugfirullah."
Perkataan itu yang sedari tadi diucapkan oleh Hyuna untuk mengusir rasa kecewa dan sedihnya yang dia rasakan.
"Ya Allah maafkanlah Aku yang sudah terlalu banyak dosa, bantu Aku ya Allah agar lebih kuat menjalani hidup ini."
Sesekali Hyuna menghapus jejak air matanya mengalir membasahi pipinya. Sesekali ia lukai dirinya, tapi berkat kehadiran mertuanya bersamanya di dalam ruangan itu sehingga Hyuna tidak terlalu menyakiti dirinya.
"Sayang obati luka-lukamu terlebih dahulu, bahaya kalau dibiarkan terus menerus nanti infeksi," terang Ibu Sulistiawaty.
Hyuna hanya menatap ke arah Ibu mertuanya dan lewat matanya mewakili permintaan ibu mertuanya.
Ibu Sulistiawaty segera membersihkan terlebih dahulu lukanya dengan meneteskan obat merah, lalu memasang plaster obat.
"Ibu sudah mengobati semua luka yang ada di atas permukaan kulitmu, kalau Kamu ngantuk silahkan tidur saja Nak," pinta Ibu Sulistiawaty.
Baru ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya, Pintu rumahnya tiba-tiba digedor dengan sangat kuat oleh seseorang. Mereka saling bertatapan tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Hingga suara ribut yang cukup keras membuat mereka terkejut. Mereka saling berpandangan dan saling melempar pertanyaan satu sama lainnya.
"Ibu apa yang terjadi di depan, kenapa ada suara seseorang yang berteriak?" tanyanya Hyuna yang keheranan dengan suara itu.
"Kamu istirahat saja nak, biarkan ibu yang melihatnya, kira-kira apa yang terjadi," balasnya.
Hyuna hanya menganggukkan kepalanya, lalu menarik selimutnya yang sudah bersiap untuk istirahat.
Bibirnya tidak pernah berhenti untuk mengucap kata istighfar agar pikirannya bisa tenang dan sikapnya terkendali.
Ia berbaring memiringkan tubuhnya, lalu mengelus perutnya yang sudah sedikit membesar.
"Ya Allah maafkanlah Aku, aku sudah banyak dosa, tolonglah aku dan kuatkan hati ini untuk lebih kuat menghadapi semua ujian dan cobaan yang Engkau berikan untukku."
Ibu Sulistiawaty segera berjalan ke arah luar. Ibu Sulistiawaty terperangah melihat apa yang terjadi sebenarnya di depan pintu.
Ia pun berjalan tergesa-gesa ke depan pintu masuk rumah putranya yang sudah banyak orang-orang yang berdiri di sana.
"Ada apa ini? kenapa kalian berbondong-bondong mendatangi rumah putraku?" tanyanya yang keheranan melihat begitu banyaknya orang yang berdiri di depan pintu.
Diandra tersenyum licik saat melihat jika mertuanya sudah datang dan berjalan menghampiri mereka. Ia kembali memulai aktingnya yang begitu selalu sempurna.
Dia segera berjalan ke arah ibu Sulistyowati dan memegang lengan ibunya. Diandra bersikap seperti itu berpura-pura sedih dan kecewa serta tidak tahu apa-apa yang terjadi.
"Ibu masyarkat datang ke rumah kita, mereka marah-marah dan ngomel-ngomel Bu, bahkan mereka menghina kita," jelasnya disertai dengan air mata buayanya.
Diandra memandang Seorang ibu-ibu yang memakai hijab yang cukup besar dan memakai masker. Ia memberikan kode agar segera memulai aktingnya.
"Akhirnya Ibu pemilik dari rumah ini sudah muncul, maafkan atas kelancangan dan kedatangan Kami yang tiba-tiba ini," ujar ibu-ibu itu.
"Kami ke sini setelah mendengar kabar dan informasi jika menantu Ibu ada yang hamil tapi bukan putra ibu yang menghamilinya."
Perkataan dari Bapak tersebut membuat Ibu Sulistiawaty terheran dan terkejut.
"Dari mana mereka tahu, dan gimana berita tersebut secepat itu mereka tahu, siapa yang membocorkan rahasia keluarganya."
Ibu Sulistiawaty memandang penuh selidik ke arah Diandra sedangkan yang ditatap seperti itu kembali berpura-pura dan segera mengeluarkan air mata palsunya.
Bagas menatap wajah ibunya dan meminta penjelasan dari apa yang mereka katakan.
"Maaf, apa yang anda katakan semuanya itu tidak benar, lagian info dari mana bapak-bapak dan ibu-ibu dapatkan?" tanya Ibu Sulistyowati yang ingin mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
"Seperti yang dikatakan oleh Ibuku benar adanya, istriku tidak ada yang hamil dari pria lain, kalian jangan sembarang bicara ini sama saja dengan fitnah," kilah Bagas.
"Ibu Sulistiawaty dan pak Bagas, tidak usah menutupi semua fakta yang ada, Kami semua yang ada di sini sudah tahu kalau bapak memiliki dua istri dan salah satu dari mereka ada yang hamil tapi bukan bapak yang menghamilinya," balasnya.
"Kami hanya meminta tolong kepada kalian untuk segera mengusirnya dari sini, Kami tidak ingin komplek perumahan Kami ternoda gara-gara kelakukan menantunya Ibu," jelasnya dengan wajah yang serius.
"Kami tidak ingin gara-gara kejadian ini lingkungan kita ini tercemar dan parahnya jika harus mendapatkan azab dari Allah," timpal si bapak itu.
"Kalian semua ini dapat informasi itu dari mana?" tanya Bagas.
"Bapak Bagas tidak perlu tahu semua itu, yang paling penting di sini bapak mengusir dan menceraikan Hyuna segera agar Kompleks kita aman dari kutukan."
Hyuna yang berdiri tidak jauh dari mereka terkejut dengan perkataan dari orang itu. Air matanya kembali mengalir membasahi wajahnya. Bibirnya bergetar serta tiba-tiba kakinya menjadi lunak dan tidak mampu menopang berat tubuhnya. Untung tangannya masih mampu meraih tembok sehingga bisa berpegangan.
Diandra mengangkat jarinya ke arah mereka. Ia tersenyum penuh arti dan bahagia karena, sukses membuat orang-orang percaya dengan perkataannya. Mereka membantunya untuk mengusir Hyuna dari sini untuk selamanya, walaupun semuanya tidak gratis.
"Astagfirullahaladzim," ucap Ibu Sulistiawaty yang shock mendengar penuturan dari orang-orang.
"Kenapa kalian bersikeras untuk mengusir Hyuna dari sini, apa salah Hyuna pada kalian?" tanya Bagas yang sudah mulai emosi.
"Bapak bagaimana caranya Kami mengusir Hyuna yang sedang sakit, di mana hati nuraninya bapak haaa!!"
Diandra tidak percaya melihat reaksi dari suami sirinya yang membela Hyuna.
"Mas!! aku takut jika semua perkataan dari mereka jadi kenyataan, apa yang akan kita lakukan kalau seperti itu," ucap Diandra yang menangis dan bergelantungan di lengan suaminya.
"Betul sekali yang dikatakan ibu Diandra, Kami pun takut jika hal tersebut terjadi."
"Jadi apa yang kalian inginkan?" tanya Bagas yang sudah kehabisan akal dan cara untuk meyakinkan mereka.
"Kami berikan waktu dua hari, jika Bapak dan ibu tidak mengusir dan menceraikan Hyuna, Kami akan bertindak lebih kasar dari ini, kemungkinan besar Kami akan menyeret dan memanggil polisi," terangnya.
Setelah berbicara seperti itu mereka meninggalkan rumah Bagas. Diandra tersenyum penuh kemenangan.
"Akhirnya perempuan itu akan pergi dari sini."
Ibu Sulistiawaty dan Bagas saling berpandangan satu sama lain. Air mata ibunya menetes yang tidak menyangka jika hidup Hyuna sangat lah berat dan penuh dengan cobaan.
Hyuna berjalan tertatih ke dalam kamarnya. Hyuna tidak menyangka jika akan berakhir seperti ini Rumah tangganya yang sudah dia pertahankan dengan mati-matian.
"Mungkin ini sudah jalannya, Aku harus pergi dari sini demi kebaikan mereka."
Tak pernah terbayang
Akan jadi seperti ini pada akhirnya
Semua waktu yang pernah kita lewati Bersama nyata hilang dan sirna
Hitam putih berlalu
Janji kita menunggu
Tapi kita tak mampu
Seribu satu cara kita lewati
Tuk dapatkan semua jawaban ini
Bila memang harus berpisah
Aku akan tetap setia
Bila memang ini ujungnya
Kau akan tetap ada di dalam jiwa
Tak bisa tuk teruskan
Dunia kita berbeda
Bila memang ini ujungnya
Kau akan tetap ada di dalam jiwa
Memang tak mudah
Tapi aku tegar menjalani kosongnya hati Buanglah mimpi kita yang pernah terjadi Tersimpan tuh jadi history
Hitam putih berlalu
Janji kita menunggu
Tapi kita tak mampu
Seribu satu cara kita lewati
Tuk dapatkan semua jawaban ini.