Isaac mengetuk pintu ruang praktek Toni dan membuka pintunya. Ia menggelengkan kepalanya ketika melihat Toni yang tidur di ranjang pasien dan bertelanjang dada. Ia melemparkan scrub Toni ke wajahnya yang membuat Toni membuka matanya dan melihat Isaac yang duduk di atas meja.
"don't you have any shelter?" Tanya Isaac.
"no one welcome me home, once you get addicted to a person,you just can't sleep without them" kata Toni lalu turun dari ranjang pasien yang membuat Isaac mengangguk setuju dengan pernyataan Toni
"aku turut prihatin, jangan sampai dokter Reza melihat ini semua."
"you are my chief now!" Toni menunjuk ke arah Isaac. 3 bulan lalu Isaac resmi di angkat menjadi chief surgeon di RS oleh Dr.David.
"stop it! Jangan sampai bola ini masuk ke mulutmu" Isaac melempar bola futsal ke arah Toni yang membuatnya tertawa.
"kau langsung pergi ke lapangan?" Tanya Toni sambil mengambil seragam bolanya
"no, I'll stop for dinner,mau ikut?" Toni memicingkan matanya dan melihat curiga ke arah Isaac
"baiklah, kebetulan aku belum makan"
Toni sudah curiga kepada Isaac dari awal,dan kecurigaannya ternyata benar. Mereka sampai di sebuah restoran Jepang bertemakan self servis di Grand Indonesia Shopping Mall. Neti sudah menunggu sendirian di meja pojokan. Ia sempat terkejut karena Isaac datang bersama Toni, ia tersenyum dan menyapa Toni dengan canggung
"dia memaksa ikut" kata Isaac sambil menunjuk Toni. Ia duduk lalu tersenyum mengedipkan matanya pada Neti.
"no..no..no.. dia yang memaksa saya ikut" Toni membela diri. Netipun tertawa melihat Toni dan Isaac yang saling menyalahkan.
"bagaimana kabar dokter Lydia?" Tanya Neti
"she's doing fine, dia sedang menjalankan perawatannya di Amerika" senyum Toni dan ia melihat Isaac yang sedang menyiapkan alat makan untuk Neti di sebelahnya
"yang aku mau yang kemarin kamu pesenin, jangan sushi nggak ketelen aku" Neti mengangguk lalu mengambil menu yang berbentuk tablet gadget dan mencari yang Isaac mau
"are you two dating?" Tanya Toni yang membuat Neti dan Isaac melihat kearah Toni bersamaan. Neti tersipu malu dan menyembunyikan wajahnya di balik tablet.
"yes!" jawab Isaac tegas yang membuat Toni tertawa lalu mengucapkan selamat pada mereka.
Sebuah miniatur kereta datang di samping meja mengantarkan pesanan mereka. Neti masih sibuk dengan tablet di tangannya untuk memesan makanan. Ia melihat pesanan yang datang dan kembali melihat ke tabletnya
"Net, kamu pesen nggak kebanyakan?" Tanya Toni
"oh nggak Dok, chicken teriyaki bowl 3 buat dia 1 buat aku. Dokter pesannya salmon teriyaki bowl 1 kan."
"hah 3? Kau gak salah?" kaget Toni melihat Isaac yang hanya tersenyum dan memakan makanannya
"iya, kalo 2 porsi gak cukup, dia suka ngambil makanan aku" jelas Neti yang membuat Isaac mencubit pipinya. Toni tersenyum menggelengkan kepalanya melihat pasangan di depannya
"memangnya kau tidak pernah makan seperti ini bersama Lydia?" Tanya Isaac
"well.. she's prefer a healty food,you know.. the green leaf.." Toni menghembuskan nafasnya yang membuat Isaac tertawa
"dokter mau tambah pesanan? tidak usah malu-malu makan sama kita" senyum Neti. Toni melihat Isaac yang sudah menghabiskan 1 porsi dan mengangguk kearah Neti
"baiklah aku mau 1porsi yang seperti dia" senyum Toni dan Neti menekan tablet tersebut kembali
"yang sekalian tambahin ramennya 2 porsi ya" Toni melotot kearah Isaac dan tertawa
"satu aja, aku gak mau abisin kalau kamu kekenyangan, soalnya aku ada pesen 3 porsi sushi." Neti mengingatkan dan tak lama kemudian kereta makanan mereka datang.
Toni tidak berlama-lama makan bersama mereka, ia mengatakan akan duluan datang ke lapangan lalu meninggalkan Isaac dan Neti yang masih sibuk memakan pesanan mereka. Ia membayar tagihan makan mereka lalu meninggalkan restoran.
Neti keluar dari toilet dan melihat Isaac yang sedang bicara di ponselnya dengan wajah serius. Ia berbicara dengan bahasa daerahnya dan sesekali membentak hingga membuat Neti kaget. Isaac melihat kearah Neti yang berada di sebelahnya lalu merendahkan suaranya. Ia menunggu Isaac yang masih berbicara di telpon, tak lama Isaac melirik Neti dan menyudahi panggilan telponya. Isaac menghembuskan nafasnya, wajahnya merah menahan marah, ia menatap Neti yang memulaskan senyum di bibirnya. Ia menarik lengan Isaac,mengelusnya perlahan dan mengaitkan jemari mereka yang membuat Isaac tersenyum dan merangkul Neti lalu mengajaknya pulang.
"kamu kenapa sayang, tadi telpon dari siapa?" Tanya Neti ketika mereka sampai di depan kostnya, Isaac menatap Neti yang mengelus lengannya lalu mengaitkan kembali jari mereka
"kakak tadi telpon,dia emang nyebelin,tukang maksa!" jawab Isaac dengan wajah kesalnya
"emangnya kakak kenapa? Sampe bikin kamu begini" Neti menunjuk ke dahi Isaac yang mengerut, ia mengusap dahi Isaac yang membuatnya tersenyum lalu menarik Neti ke pangkuannya. Ia menelusupkan kepalanya di leher Neti, menghirup wangi parfumnya yang sedikit menenangkan dan memeluknya.
"dia mau aku ikut pulang ke Medan, opung sedang sakit dan kami semua harus kumpul di kampung." ia mengangkat kepalanya dan memandang wajah Neti
"masalahnya adalah, aku dan papaku sudah lama tidak saling bicara ,aku malas harus ketemu dia." Isaac melihat raut wajah Neti berubah,ia mengerutkan dahinya dan memincingkan matanya pada Isaac
"kalau kalian tidak saling bicara, memangnya harus tidak saling bertemu? Kamu tidak pernah ngerasain nggak bisa ketemu orang tua kamu lagi selamanya." air mata Neti mengembang, ia memalingkan wajahnya dari Isaac ketika air matanya jatuh di pipinya. Isaac menggigit bibirnya, ia tahu Neti sudah kehilangan kedua orang tuanya, dan hal seperti ini sangat sensitive baginya
"I'm so sorry sayang… sayang liat aku dong" Isaac menarik wajah Neti yang menangis, Ia memeluknya dan mengelus punggung Neti. Sebelumnya Isaac tidak pernah meminta maaf untuk hal kecil seperti ini, tapi gadis ini lebih berarti daripada egonya. Isaac menangkup wajah Neti dan mengusap air matanya, ia melihat kesedihan di wajah cantiknya, yang seketika membuat hatinya kecut.
"kamu tidak boleh seperti itu sama orangtua kamu, mereka masih sehat,kamu masih bisa ketemu mereka,jangan sampai kamu nyesel di kemudian hari" Isaac mengangguk dan kembali memeluk Neti di pelukannya, Neti melingkarkan tangannya di leher Isaac yang membuat Isaac dapat merasakan kesedihan gadis itu yang membuatnya ingin menyerap semua kesedihannya.
Neti merapihkan berkas pasien di counter perawat. Saat ini ia bertugas mendampingi Dr.Hendrix karena Lydia sedang cuti berobat di luar negeri. Neti melihat seseorang yang sepertinya di kenalnya,seorang wanita berumur 40an mengenakan dress brokat hitam, rambutnya di jepit asal dan wajahnya sembab seperti sehabis menangis. Ia berjalan terburu-buru menuju lift, Neti meghampirinya dan tebakannya benar, ia adalah Isabel, kakak Isaac.
"Kakak.." sapanya, Isabel menoleh dan bernafas lega begitu melihat Neti
"syukurlah aku bertemu denganmu, Neti kau bisa bantu aku?" tanyanya panik
"ya..ada apa kak, coba tenang dulu" ia menarik nafas dan Neti mengantarnya untuk duduk di kursi dan menenangkan Isabel
"opung kami meninggal tadi subuh, aku dan Isaac harus segera pulang ke Medan, tapi anak itu tidak mengangkat teleponnya dari tadi" Neti tampak terkejut mendengar perkataan Isabel
"aku turut berduka cita ya kak, mungkin ia sedang operasi. Kakak mau aku antar ke ruangan prakteknya?" Tanya Neti, kakaknya menggeleng
"aku harus bertemu dokter Reza untuk meminta izin agar Isaac bisa pulang ke Medan, kamu bisa bantu untuk membujuk Isaac? aku akan menunggunya di parkiran, pesawat kami akan berangkat jam 1, tidak ada waktu lagi, kami harus segera ke bandara" Neti ragu Isaac akan mendengarkan dirinya,tapi ia mengangguk dan akan berusaha membujuknya. Pintu lift terbuka Isabel masuk ke dalam setelah sekali lagi ia meminta Neti untuk membujuk Isaac.
Neti masuk ke dalam ruangan praktek Isaac. Ia melihat Isaac yang baru saja menyelesaikan operasinya, wajahnya tampak lelah tetapi ia segera tersenyum ketika Neti masuk ke dalam ruangannya. Ia menarik Neti ke pangkuannya begitu Neti menghampirinya, ia merebahkan kepalanya di pelukan Neti. Setelah pagi yang berat dan melelahkan,hanya pelukan gadis ini yang bisa meredakan segalanya, ia mengeratkan pelukannya di pinggang Neti seakan tidak ingin melepaskannya.
"sayang.." panggil Neti seraya menepuk bahu Isaac, tapi ia tetap terdiam dan menganggukan kepalanya
"sayang, look at me.." Neti mendorong kepala Isaac, ia menangkup wajah Isaac yang tersenyum menantapnya. Neti tampak ragu untuk berbicara, Isaac yang melihat keanehan pada Neti memincingkan matanya
"ada apa sayang? Seseorang mengganggumu di bawah?" Tanya Isaac. Neti menggeleng, meremas bahu Isaac dan menatap wajahnya
"opung kamu meninggal tadi subuh." kata neti yang membuat raut wajah Isaac berubah, senyumnya hilang, kini ia termanggu menatap Neti.
"kakak ada di bawah, kalian harus segera berangkat ke Medan… sekarang" bisiknya, Isaac melepaskan pelukannya, ia menyenderkan tubuhnya ke kursi dan memejamkan matanya. Neti bangkit dari pangkuan Isaac lalu menarik lengan Isaac untuk berdiri. ia melihat wajah Isaac yang muram dan kesal, Neti mengelus lengan Isaac dan menariknya untuk lebih dekat.
"are you alright?" Tanya Neti, mata Isaac melembut, ia menarik pinggang Neti, memeluknya erat seakan tidak ingin melepasnya. Mungkin Isaac akan menjadi cucu yang durhaka, ia sedih bukan karena opungnya yang meninggal, tetapi Hatinya sedih seperti tertindih batu,begitu berat rasanya untuk berpisah dengan Neti. Entah apa yang telah di lakukan gadis ini, Isaac merasa kecil di depannya, mengapa ia selalu luluh tak berdaya seperti ini di depannya.
"kamu tahu kan bahwa acara ini akan memakan waktu yang lama"
"iya aku tahu, aku mau kamu di sana, menemani keluarga kamu, they need you" kata Neti sambil mengelus punggung Isaac
"I'll miss you" bisik Isaac padanya. Isaac memendamkan wajahnya di pelukan Neti
"pesawat kalian jam 1, tidak ada banyak waktu. Kakak sudah menunggu di parkiran" bisik Neti. Isaac menggelengkan kepalanya
"sebentar lagi, sebentar lagi, aku mau seperti ini sebentar lagi, aku akan sangat menginginkan ini beberapa hari kedepan, biarkan aku seperti ini sebentar lagi" erangnya, Neti tersenyum merasakan eratnya pelukan Isaac yang seakan tidak ingin melepaskan Neti.
Pesawat air bus Batik air mendarat dengan mulus di bandara Internasional Kualanamu. Isaac pergi bersama Isabel, suaminya serta 2 orang putranya. Isaac menyewa sebuah mobil untuk mereka. Perjalanan dari bandara menuju kampung halaman opungnya di Brastagi memakan waktu 3 jam. Isaac duduk di samping supir, mengirimi pesan bahwa ia sudah sampai di Medan kepada Neti, tapi pesan itu masih belum di baca, Isaac melihat jam tangannya, ia menarik nafas karena saat ini pasti jam sibuk Neti.
Isaac merebahkan kepalanya, baru sebentar saja ia berpisah dari Neti, hatinya terasa sesak, ia sudah sangat merindukan gadis itu. apakah ia sudah makan siang? Neti selalu lupa makan siang, ia akan menyalin semua laporan pasien untuk dokter Hendrix atau ia akan sibuk berkutat dengan ponselnya. Isaac kembali menarik nafasnya dan tiba-tiba kakaknya menepuk pundaknya
"Boasa ho manarik hosam songoni, sahira na naeng di paksa ho mangoli (kenapa kau menarik nafas, kau seperti akan di nikahkan paksa saja)" Isaac terdiam dan hanya menatap ke arah jalanan.
Mereka sampai di rumah opung mereka ketika hari sudah malam. Rumah opung mereka berada di Daerah dekat Medan Baru Hanya 5 menit ke Brastagi Buah, rumah lebar bernuansa country bercat coklat tua itu, terlihat sudah ramai orang berdatangan. Isaac dan kakaknya di sambut oleh keluarga opung mereka karena mereka sudah lama tidak pernah pulang kampung. Isaac menemui ibunya dan memeluknya, ia juga menyapa ayahnya yang hanya terdiam begitu melihat Isaac datang.
Acara di rumah duka berlangsung selama 3 hari lamanya. Setiap hari akan berdatangan kumpulan dari keluarga ataupun gereja mereka. Isaac dan kakaknya sibuk membantu dan menyalami para sanak keluarga ataupun kenalan mereka. Di kala ia punya waktu sendirian, ia akan menggunakannya untuk beristirahat dan tidur sejenak. Isaac sedang duduk di kamarnya membaca pesan dari Neti ketika kakaknya masuk ke dalam.
"Nunga pajumpang ho dohot bapak? (kau sudah ketemu papa?)" Tanya kakaknya, Isaac mengangguk sambil tetap menatap ponselnya.
"aku sudah menyapa beliau ketika kita baru sampai, tapi seperti yang kita ketahui bersama, dia membuang mukanya seakan aku ini tai."
"Unang ho manghata songoni ho, Opung Doli baru pe Monding, loja do pe Ibana mamikkiri sude (janganlah kau begitu,kesampingkanlah egomu sebentar, opung doli baru meninggal,papa anak tertua tentu dia masih syok dan lelah)" Isaac hanya terdiam mendengar celotehan kakaknya. Sejak perpisahannya dengan Tiur, ayahnya tidak pernah mau bicara dengan Isaac, mereka sempat bertengkar ketika mendengar Isaac akan bercerai dengan Tiur,sejak saat itu ayahnya tidak pernah menelpon atau bicara padanya.
"Ahu mangaop ho boi mardomu dohot Bapak. Asa di boto ho, holan ho do na jotjot parjolo di sungkun bapak molo manelepon ibana (aku harap kau bisa berbaikan dengan papa,asal kau tau orang yang selalu di tanyakan pertama ketika ia menelponku adalah kau!)" Isaac menaruh ponselnya dan menarik nafas. Kakaknya bangkit berdiri dan menepuk pundak Isaac untuk kembali menyapa tamu.
Keesokan harinya, pada saat acara adat di mulai, ayah Isaac memberikan sambutan pada para tamu dan sanak keluarga yang datang. Isaac duduk di depan bersama ibu dan kakaknya sampai tiba-tiba ia melihat sosok yang selama ini di bencinya, seseorang yang ia harap tidak akan di temuinya lagi. Tiur datang bersama adik perempuan dan pamannya. Ia mengenakan long dress hitam dengan turtleneck berlengan panjang. Rambutnya di sanggul rapih dan ia mengenakan make up tipis yang membuatnya terlihat cantik dan anggun. Tiur menyapa beberapa sanak saudara Isaac yang mengenalnya.
Ibu Isaac melihat Tiur datang,raut wajahnya pun berubah menjadi riang gembira. Tiur menyapa dan memeluk ibu Isaac, sedangkan Isabel melihatnya dengan sinis dan menghindari Tiur. Isaac melihat Tiur dari jarak 2 meter, mata mereka pun bertemu. Tiur memulaskan sebuah senyum cantiknya tapi Isaac terdiam dan mengikuti langkah kakaknya.
ketika Upacara adat di mulai,Isaac dan kakaknya di pakaikan ulos oleh saudara mereka, ayah mereka memberikan sambutan kembali dan upacara tutup peti di mulai. Tiur selalu menemani ibu Isaac sampai Saat acara pemakaman. Isabel tidak menyukai tindakan Tiur, orang tua mereka tidak tahu apa yang sudah Tiur lakukan pada Isaac. Ketika acara pemakaman selesai, Isaac pun menghampiri Tiur dan menarik tangannya.
"Sae dison ma angka na si ulaon mi (kurasa apa yang kau lakukan cukup sampai disini). Aku berterima kasih kau masih berpartisipasi hadir hari ini tapi sepertinya kehadiranmu tidak diperlukan kembali" cibir Isaac kepada Tiur yang mengatupkan bibirnya.
"I'm so sorry Isaac, I know this time is not right but i just want to talk to you" Tiur menghampiri Isaac dan berusaha menyentuh tangannya tapi Isaac mundur dan menghindarinya.
"I don't want to talk to you , Ndang olo ahu manghatahon I saonnari (aku tidak mau membahas soal itu hari ini). better you leave now" usir Isaac dan tepat pada saat itu ibunya datang mendengar perkataan Isaac
"Lokma dison si Tiur. Ro di Parsidunghon ni ulaon on.(Tiur akan tetap disini, dia akan mengikuti acara ini sampai selesai)" ibu Isaac menggandeng tangan Tiur dan membawanya pergi bersamanya. Tiur menyunggingkan senyumnya di belakang Isaac dan merangkul lengan mertuanya. Isaac begitu kesal, apa yang di inginkan wanita itu, sudah cukup ia menghancurkan harga diri Isaac, dan kini ia datang tiba-tiba setelah 5 tahun berlalu.
Rombongan keluarga Isaac kembali ke rumah opung mereka untuk acara keluarga. Beberapa rombongan keluarga dan gereja mengadakan acara untuk keluarga inti. Isaac melihat Tiur duduk dengan manis di samping ibunya di tengah-tengah acara tersebut.
Isaac melihat ayahnya yang sedang duduk sendiri di teras halaman sembari meminum kopinya. Mengingat perkataan kakaknya semalam, Isaac pun memberanikan diri menghampiri ayahnya
"Nunga mangan ho Pa? (sudah makan pa?)" Tanya Isaac. Ayahnya menoleh kearah Isaac dan mengangguk menjawab pelan pertanyaan Isaac. Ia duduk di samping ayahnya, melihat ke jalanan depan rumah opungnya yang ramai dengan orang-orang yang hendak pulang. Mereka berdua duduk terdiam bersebelahan dan merasa nyaman.
"Nunga beha parkarejoan mi? Hu bege sian ibotom nunga naek pangkat ho? (bagaimana pekerjaanmu? Kakakmu bilang kau naik jabatan?)" Tanya ayahnya. Isaac tersenyum simpul mendengar pertanyaan ayahnya. Ia batuk membersihkan tenggorokannya lalu tersenyum tipis
"ya… kupikir kompetisinya gampang tapi ternyata tidak seperti yang kupikirkan. Someone said It's not just a competition, it's all about people, dan aku bisa mengatasinya dengan baik berkatnya" Isaac kembali teringat pada Neti dan memulaskan senyumnya , ia dapat melihat seulas senyum pada pinggir bibir ayahnya ketika ia menyeruput kopinya
"Nga denggan i, molo boi ho lam denggan di parkarejoan mi. Nunga beha parsaripeon hamu na dua?(baguslah kau bisa lebih baik dalam pekerjaanmu. Bagaimana dengan istrimu?)" ayahnya menunjuk ke arah Tiur dengan anggukan wajahnya
"Hu rasa nunga boi lima tahun hamuna mar instropeksi dohot padenggan hon diri (kurasa 5 tahun sudah cukup untuk kalian berintropeksi dan memperbaiki diri)" Ayahnya beranjak dari bangkunya dan meninggalkan Isaac,tepat ketika Tiur datang menghampiri mereka. Ayah Isaac mengangguk balik menyapa Tiur lalu masuk kedalam rumah.
"we need to talk Isaac" Isaac bangun berdiri dan berjalan meninggalkannya. Tiur menarik tangan Isaac dan memohon padanya, tapi lagi-lagi ibunya datang dan tersenyum melihat Isaac bersama Tiur.
"not now!" bisik Isaac lalu melepas tangan Tiur dan meninggalkannya.
Jam menunjukkan pukul 11 malam, rumah opung mereka masih ramai dengan orang-orang dan Tiur masih ada bersama ibunya membantu membereskan makanan.
"Omak, Dang mulak do pe ibana? (mak,bukankah seharusnya dia sudah pulang?)" Isaac berbisik pada ibunya
"Unang ho sahira dakdanak Isaac, nunga hu siap on kamar tu hamuna, si Tiur modom di son (jangan seperti anak abg Isaac, kami sudah menyiapkan kamar untuk kalian,Tiur akan menginap di sini)"
"kamar mana mak,aku tidur dengan Brian dan Dion, kalau dia menginap,mau taro di mana 2 anak itu?" ibunya terdiam dan berfikir sejenak
"Modom di ruang tamu ma ho dohot pahompu i, si Tiur modom di kamar, nunga borngin on,dang mungkin hita suru mulak ibana (yasudah,kau tidurlah dengan mereka di ruang tamu, biar Tiur yang tidur di kamar, sudah malam mana mungkin kita suruh dia pulang)"
"seriously mak? ahu anak mu boasa ahu na modom di ruang tamu (aku anakmu, tidur di ruang tamu?)" protes Isaac tapi ibunya tidak mendengarnya dan pergi meninggalkan Isaac
Isaac dengan kesal membereskan bajunya di kamar dan mengajak 2 orang keponakannya untuk ikut bersamanya menginap di hotel. Tiur masuk ke dalam kamar dan melihat Isaac yang sedang membereskan tasnya.
"apa yang kau lakukan sudah terlewat batas, apa kau tidak punya harga diri setelah meludahi wajahku?" Isaac menutup tasnya dengan kesal dan meninggalkan Tiur dengan mata berkaca-kaca
Isaac membawa keponakannya untuk menginap di sebuah hotel. Akhirnya Isaac mendapatkan waktunya sendiri, ia menghubungi Neti lewat video call dan mendapati Neti yang sedang mengenakan bandana dan piyama bermotif beruang berwarna pink. Isaac tersenyum melihat malaikatnya yang begitu menggemaskan
"kamu pakai apa itu di kepala?" Tanya Isaac sambil tersenyum
"aku baru sempat melakukan perawatan, aku nggak bakalan sempet begini kalau ada kamu" Isaac memelototi Neti dan memberi jari telunjuk di bibirnya, ia mengatakan saat ini sedang bersama 2 ponakannya, Neti tertawa dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya sembari tertawa. Isaac lalu mengenalkan Neti dengan 2 orang ponakannya, mereka mengatakan Neti sangat cantik yang membuatnya tersipu malu.
"I miss you lot, aku akan pulang minggu depan kalau tidak ada perubahan." Kata Isaac lalu merebahkan dirinya di kasur
"I miss you too sayang.." senyum Neti sambil memberikan ciuman jarak jauhnya.
"bagaimana acaranya? Is everything alright?" Tanya Neti, ketika melihat wajah Isaac yang begitu muram, Isaac mengangguk dan berusaha tersenyum
"kamu sudah bicara ke papa kamu?" tanyanya lagi
"sudah, dia mengucapkan selamat atas kenaikan jabatan aku" jawab Isaac yang membuat Neti tersenyum
"you did a great job sayang,aku akan kasih kamu hadiah nanti" Neti tersenyum nakal membuat Isaac tertawa dan semakin merindukan Neti.
Tiur memasuki lobby hotel, ia tahu bahwa Isaac mengajak kedua keponakannya di hotel ini dari ibunya. Ia hanya ingin bicara empat mata dengan Isaac, dan memastikan bahwa Isaac masih ada sedikit perasaan kepadanya, bahwa ia masih ada harapan, harapan untuk memulai semua dari awal. Tiur melihat kedua keponakan Isaac yang berjalan masuk ke hotel. Ia meminta tolong kepada mereka agar memanggilkan Isaac ke bawah.
ketika Isaac turun ke lobby, ia melihat Tiur yang sudah menunggunya di bawah. Isaac memutar kedua bola matanya merasa kesal kepada kedua keponakannya dan berbalik untuk pergi tapi Tiur mencegahnya.
"Boi do satokkin hita manghatai di lobby? (kumohon sebentar saja,bisa kan kita ngobrol sebentar di lobby)" pinta Tiur. Isaac menghela nafasnya dan menuruti kemauan Tiur.
Mereka duduk di bangku lobby, saat itu sudah terlalu larut malam, lobby pun terasa sangat dingin dan sepi, hanya mereka berdua dan seorang penjaga yang berjarak 5 meter dari mereka. Tiur membuka percakapan dengan menanyakan kabar Isaac dan Ia hanya menanggapinya dengan anggukan kepala.
"Hu bege nunga adong hallet mu?(aku sudah dengar bahwa kamu sudah punya pacar baru)" Isaac lalu langsung melihat ke arah Tiur
"Selamat ma di ho, hira na serius do ho tu ibana? (selamat ya, sepertinya kali ini kau serius dengannya)" Isaac berdeham dan memperbaiki letak duduknya
"apa yang mau kau katakan, tidak usah berbelit-belit"
"Au manolsoli Isaac, mangido maaf ma au (aku menyesal Isaac, sungguh, aku hanya ingin minta maaf)"
"bukankah kau mengatakan tidak akan menyesal atas apa yang kau lakukan?" Tiur tertunduk dan terdiam, ia menatap mata Isaac, mata yang dulu penuh sinar cinta dan kerinduan padanya kini memandangnya dengan dingin
"I miss you.." Isaac tersentak, ia mengedipkan matanya dan melihat Tiur yang tiba-tiba menangis
"I've never been this silly, im so stupid right?"
"you're already chosen your own path " ucap Isaac sambil memalingkan wajahnya
"kamu sekarang sangat mengagumkan, tidak seperti yang dahulu" Tiur tersenyum sambil menyeka air matanya
"kau berubah untuknya atau dia yang membuatmu seperti ini?" Tanya Tiur
"Tumagon ma ho mulak, nunga bagas borngin on (sebaiknya kau pulang, ini sudah terlalu larut)" Isaac berdiri dan beranjak pergi tapi Tiur menarik tangannya
"Nunga di lupahon ho au ate? (apa kamu benar-benar sudah melupakanku?)" Tiur menatap mata Isaac, ia mendekat dan memeluk Isaac mencoba mencari kehangatan yang dahulu pernah ia rasakan. Isaac melepaskan pelukan Tiur dan menahan bahunya
"Listen, Di tingki ho mangirimhon surat i,Nunga sae be sude (kita sudah selesai ketika kau mengirimkan surat cerai itu padaku)" Isaac melepaskan tangannya dan melihat air mata Tiur yang mengalir di pipinya. Isaac berdecak dan membuka jaketnya menyelimuti bahu Tiur
"I forgive you, I forgive you Tiur… terima kasih kau masih mau peduli dengan keluarga kami, tapi kumohon cukup sampai di sini. Orangtua kita akan semakin susah melepas perpisahan kita nantinya"
"apa kau mencintainya?" Tanyanya, Isaac melihat ke dalam mata Tiur, ia terdiam selama beberapa detik memastikan perasaannya lalu tersenyum dan mengangguk
"yes.. I love her, she changes my whole world."
"and what about us? we haven't legally separated" Tiur menatap Isaac yang kini tampak gusar
"kita akan bicarakan itu di Jakarta saja, bukan saat yang tepat membicarakannya di sini." Kata Isaac lalu mengantarkan Tiur menuju mobilnya.
Isaac bangun dengan sebuah perasaan aneh. Seperti batu yang dulu ada di dalam ulu hatinya kini terlepas sudah. Ia berfikir apakah karena pertemuannya semalam dengan Tiur? ia meminta maaf padanya, dan permintaan maaf itu bagaikan puzzle yang hilang di dalam hati Isaac, Sesuatu yang selama ini dia cari-cari kini melengkapi hatinya dan semua itu mengembalikan ego laki-lakinya yang sempat hancur. Kedua ponakannya masuk ke dalam kamar dan membuyarkan lamunannya, Mereka mengajak Isaac untuk menemani mereka jalan-jalan.
"kalian tanya mamak kalian dulu lah"
"justru mamak tadi yang suruh tulang jalan-jalan,katanya tulang di suruh telpon kalau sudah bangun" Isaac menarik nafas dan mengiyakan lalu menyuruh kedua ponakannya untuk turun sarapan terlebih dahulu agar ia bisa menelpon kakaknya.
Isabel menyuruh Isaac untuk tidak pulang dulu kerumah, dan mengajak kedua anaknya jalan-jalan. Isaac bercerita bahwa semalam Tiur datang ke hotel untuk bertemu dengannya. Setelah mendengar itu, sontak membuat Isabel berteriak dan marah.
"Holan mangalesehon parsoalan hami do Kak (kami hanya bicara menyelesaikan masalah kami yang lalu kak)"
"Dang sae do pe hamuna?(apa lagi yang di selesaikan)"
"iya dia minta maaf daaan…"
"Dang sae holan mangido maaf, dang di ingot ho pambaenanna tu ho?("maaf aja gak cukup,kau lupa apa yang di lakukannya padamu?)"
"Boru boru i sahira ulok. Ibana na modom dohot baoa di jabum dung 5 taon asa mangido maaf, Asi roha tu mamak dang di boto pangalahoni ibana. Manggigi ahu mamereng I (wanita itu seperti penyihir, ular berbisa. Dia tidur dengan lelaki lain di kamarmu,dan setelah 5 tahun dia baru minta maaf. Sayangnya mamak tidak tahu tingkah lakunya. Jijik kali aku lihat dia gelayutan bagai ular sama mamak)" bentak kakaknya
"Au pe manahan diri demi omak Kak (aku juga menahan diri demi mamak kak)"
"Unang ho mulak,dison ma jo ho, lao ma jolo ho mardalani dohot berem asa menak utokutoki (sudah kau jangan pulang ke sini dulu,tenangkanlah dirimu,pergilah kau jalan-jalan ajak anakku biar pikiranmu terbuka)" Isaac mengiyakan dan mengakhiri percakapannya dengan kakaknya. Isaac merebahkan dirinya di kasur dan menutup matanya, hatinya berdenyut meneriakan Neti dan bibirnya tersenyum bersorak sorai mengibarkan bendera kemenangannya atas Tiur.
Keponakan Isaac mengajaknya untuk mengunjungi sebuah destinasi wisata di dekat kaki gunung Sinabung. Dalam perjalanan ke Danau Lau Kawar, Isaac melihat pemandangan pohon pinus di sepanjang jalan, kebun, bangunan rumah adat Karo, dan perkampungan warga. Perjalanan yang mereka lalui meliuk liuk dan di tempat destinasi wisata mereka masih harus mendaki perbukitan dengan jalan yang sempit dengan kanan kiri rimbun dengan pepohonan. Tetapi semua itu terbayarkan ketika mereka sampai di tempat tujuan mereka. Danau indah yang terhempas luas di depan mata mereka.
Cuaca hari ini sangat sejuk dan karena hari ini bukan akhir pekan, pengunjung pun tidak terlalu ramai. Keponakan Isaac merengek untuk bercamping di dalam tenda, awalnya Isaac menolak karena ia tidak berencana untuk berlama-lama,tapi cuaca berkata lain, gerimis pun turun dan mereka terpaksa harus berteduh. Isaac menolak untuk bermalam di dalam kemah, akhirnya ia memutuskan untuk menyewa sebuah villa kecil yang ternyata harganya membuatnya tak bisa berkata apa-apa. Ia hampir saja memutuskan untuk menyewa tenda, tapi ia melihat kedua ponakannya yang sudah basah kuyup,ia pun menggerutu dalam hati dan akan menagih biaya akomodasi hari ini kepada kakaknya.
Ketika kedua keponakannya sudah tertidur, Isaac membuka ponselnya, ia hendak mengabari kakaknya tapi sayangnya tidak ada sinyal di sana, ia pun membuka pesan dari Tiur yang memberitahu bahwa ia akan kembali ke Jakarta besok lusa dan berharap Isaac bisa pulang bersamanya. Isaac menarik nafas dan menutup pesannya dengan acuh lalu membuka pesan dari Neti. Sebuah foto selfi dirinya di RS sambil menyuap sebuah makanan dengan pesan "aku makan bebek goreng loh hari ini" Isaac tersenyum dan tertawa kecil, sebelumnya Isaac selalu menanyakan apakah ia sudah makan. Hatinya terasa penuh dengan rasa rindu, dia membuka galeri ponselnya dan melihat satu-demi satu foto Neti yang di ambilnya diam-diam membuatnya tersenyum, hatinyapun penuh dengan rasa rindunya yang begitu besar kepada Neti.
Isaac dan keponakannya kembali ke rumah opung mereka pada siang hari. Orang tua Isaac memutuskan kembali ke kediaman mereka di Medan, sedangkan Isabel dan keluarganya masih akan tinggal di rumah opungnya. Sesampainya di rumah mereka di komplek perumahan Tasbi 1 Setiabudi Medan. Rumah bergaya tahun 90an bercat putih itu tampak masih elegan dengan taman luas di depan yang masih terawat rapih.
"Maradian jo ho, Au pe na mamboan tu bagas (kau istirahatlah dulu,biar nanti papa yang bawa ke dalam)" kata ayahnya sembari mengambil tas yang Isaac bawa, sejenak hati Isaac terasa hangat, ia tersenyum girang kepada ayahnya. Isaac merebahkan diri dan beristirahat dengan santai di dalam kamarnya. Ia melihat ke sekeliling kamarnya yang sama sekali belum berubah sejak 20 tahun yang lalu. Poster-poster maradona masih terpasang rapih di dinding kamar, kasurnyapun terlihat bersih, ibunya pasti membersihkannya ketika tahu Isaac akan pulang. Pintu kamar Isaac terbuka,ibunya masuk ke dalam kamarnya ketika ia hendak mengganti bajunya.
"Andigan ho mulak tu Jakarta? (kapan kau pulang ke Jakarta?)" Tanya ibunya
"sepertinya minggu depan"
"Ooh hu rimpu marsogot ho mulak tu Jakarta (oh mamak kira besok kau balik ke Jakarta)"
"Ito na manuhor tiket na, sude ito na manangani (kakak yang pesan tiketnya, semua dia yang urus) memang kenapa? Mamak mau aku pulang besok?"
"Dang songoni, marsogot si Tiur mulak, asa ho na mandongani ibana mulak (bukan begitu, besok Tiur pulang, ada baiknya kau temani dia pulang)" Isaac terdiam dan menghembuskan nafasnya
"Dang maksa ahu di ho, alai nunga 5 taon ho dohot si Tiur mar dao dao, cukup ma i di hamu, mardame ma hamu padua (bukannya mamak maksa, tapi sudah 5 tahun berlalu,bukannya sudah cukup untuk kalian berpisah? Kalau memang masih bisa di perbaiki kenapa tidak)" Isaac terdiam dan memalingkan wajahnya dari ibunya
"Hu bege sian ibotom nunga adong hallet mu sionari? (kau sudah punya pacar lain ya, ku dengar dari kakakmu kau sedang berpacaran sekarang)" Isaac mengangguk dan melihat wajah ibunya
"Olo mak, dia gadis baik, dan dia membuat diriku lebih baik dari yang sebelumnya" raut wajah ibunya berubah, ia menghembuskan nafas dan menggerakkan bibirnya tanda tidak suka anaknya tidak sepemikiran dengannya
"Lomom ma di ho, nunga diboto ho nadia na denggan tu ho dohot tu keluarga (terserah kau lah, kau harus tau mana yang terbaik untukmu dan keluarga)" kata ibunya ketus dan pergi meninggalkan Isaac.