Isaac mendekap Neti yang tertidur di ranjang. Ia mengelus wajah Neti yang tertidur pulas setelah lama menangis. Bulu matanya yang indah itu basah oleh air matanya,pipi dan hidungnya masih memerah, sesekali ia masih sesegukan di dalam tidurnya dan Isaac akan memeluknya dan menenangkannya. Isaac merasa benar-benar seperti pecundang karena telah membuat Neti seperti ini, seharusnya ia mengatakan kepada Neti sejak awal hubungan mereka, sebelum semuanya terlampau semakin dalam, kini apa yang di rasakan Neti juga menyakiti hatinya, melihat Neti menangis hanya membuatnya sesak untuk bernafas.
Isaac menyenderkan dahinya ke dahi Neti,seakan ingin menghapus segala kejadian menyedihkan hari ini. Ia ingin ketika Neti bangun,semuanya akan kembali seperti semula, ia ingin melihat senyum dan tawanya lagi, dan Isaac berdoa memohon agar permintaannya dikabulkan. Neti membuka matanya perlahan, ia masih merasa kantuk tapi sakit di dadanya membuatnya terbangun. Ia melihat Isaac yang menatapnya di depan wajahnya, tangan Isaac menyingkirkan rambut di dahi Neti dan mengelus pipinya yang membuat air matanya keluar kembali.
Mereka terdiam dan saling menatap, tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan perasaan mereka kali ini. Isaac menarik Neti lebih erat ke dalam pelukannya, ia mencium kedua mata Neti dan menempelkan dahinya ke pipi Neti yang membuat Neti memejamkan matanya. Perlahan, Neti mencoba mencerna dan mengatur hatinya. Ia membuka matanya dan kembali melihat wajah Isaac lalu menyadari satu hal, ia terlalu mencintai Isaac, semua hal yang tidak masuk akal ini, tatapan Isaac seakan mengatakan untuk Neti percaya padanya, tatapan matanya seakan mengatakan hal yang ingin sekali Neti dengar.
Neti menarik Isaac ke atas tubuhnya dan menciumnya yang membuat Isaac tersentak. Bibir Neti seakan mencari-cari pembenaran dalam setiap ciumannya. Isaac mengerang dan mencari posisinya lalu membenamkan mulutnya ke dalam ciuman-ciuman Neti. Entah mengapa kali ini membuat tangan Isaac gemetar, ketika Neti menelusupkan tangannya kedalam baju Isaac jantung Isaac berdebar lebih kencang, ia dapat merasakan hangat dan halusnya sentuhan Neti dan betapa tangan mungil itu membuat jantungnya menjadi tidak karuan.
Isaac mengangkat tubuhnya lalu membuka pakaiannya. Ia dapat melihat Neti yang terbaring dengan nafas terengah, Neti bangkit dan melingkarkan tangannya ke leher Isaac, ia kembali mencium Isaac, ciumannya sangat menuntut yang membuat Isaac sedikit kelabakan ketika Neti mendorongnya kebawah. Neti menciumi leher Isaac lalu ciumannya turun ke bawah yang membuat Isaac mendesah dan meremas kepala Neti. Isaac dapat merasakan emosi dan kemarahan Neti di setiap ciumannya, dan ia menyukainya, ini seperti salah satu sisi liar dari Neti yang baru ia temui. Neti duduk di pangkuan Isaac, ia dengan kasar membuka kancing celana Isaac dan menurunkan celananya ketika tiba-tiba ponsel Isaac berdering.
Neti pun tersadar, ia menarik rambutnya ke belakang dan melihat kearah Isaac yang langsung bangkit duduk dengan Neti di pangkuannya. Ia mengambil ponselnya dan mereka melihat nama Isabel di layar ponselnya, Isaac berdecak,menarik nafas lalu mengangkat telponnya. terdengar teriakan dan ocehan ibunya dari ujung telpon di sana. Isaac melihat Neti yang memalingkan wajahnya, tak lama ia bangkit dari pangkuan Isaac dan turun dari ranjang. Isaac mematikan telpon tersebut dan menyusul Neti yang duduk di sofa.
"sayang, I'm so sorry." Bisik Isaac dan duduk di sebelah Neti, ia menarik tubuh Neti agar bisa melihatnya, Isaac dapat melihat raut wajah kesalnya yang menurut Isaac sangat menggemaskan. Isaac mencium tangan Neti berkali-kali yang membuat raut wajah Neti berubah lebih tenang. Isaac menarik Neti kembali ke pelukannya dan mencium keningnya lalu mengelus punggungnya
"I'm so sorry…" bisik Isaac lagi lalu Neti menghela nafasnya dan menelusupkan wajahnya ke pelukan Isaac yang membuat Isaac sedikit tersenyum. Setelah Neti tenang, ia menggendong Neti ke tempat tidur dan meremas tangannya,seakan ingin mengatakan sesuatu
"kamu mau ngomong apa?" Tanya Neti lalu Isaac menatap wajah Neti
"Aku harus ketemu mama sekarang, nggak lama kok, aku akan pergi kalau kamu sudah tidur"
"menurut kamu aku bisa tidur setelah kejadian yang terinterupsi tadi?" kesal Neti yang membuat Isaac tersenyum dan menundukkan kepalanya
"tunggu aku sebentar ya" pinta Isaac dan mengelus pipi Neti yang membuatnya memaksakan senyumnya
Neti mengantar Isaac sampai ke depan pintu,Ia mengkup wajah Neti dan mengelus pipinya. Neti mendapat firasat aneh, sesuatu seperti indra keenam dalam dirinya, ia dapat merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Isaac mengecup bibir Neti berlama-lama,ia memeluk Isaac, meremas bajunya dan seketika air matanya jatuh kembali. Isaac melepas ciumannya dan menghapus air mata Neti
"I'll be back" bisik Isaac. Neti melihat punggung Isaac ketika keluar dari apartement, entah kenapa hatinya sakit, ia merasa sesak nafas dan berteriak sembari menangis.
Isaac sampai di kediaman kakaknya. Ia melihat ibunya,Tiur dan kakaknya sudah menunggunya. Begitu melihat Isaac berjalan masuk, ibunya langsung berdiri dan menghampiri Isaac lalu menamparnya
"Barani ho mangogap inangmu di jolo ni boruboru i, hah (berani-beraninya kau membentak ibumu, bahkan di depan wanita itu hah)" Isaac terdiam, ia melihat kakaknya tampak khawatir dan menarik ibunya
"aku cinta sama dia mak" Isaac menatap wajah ibunya dengan tatapan tulus. Ibunya dapat melihat mata Isaac yang berkaca-kaca ketika mengatakannya.
"Aha do na di dok ho di jolo ni pardijabu mu? (apa yang kau katakan di depan istrimu?)"
"Nga di boto Omak molo hami naung sirang 5 tahun (mamak sudah tau kan kalau kami sudah berpisah selama 5 tahun)"
"Ho dang hea be mangalului !! (kau yang tidak pernah mencarinya)" teriak ibunya di depan Isaac
"kau tidak menceritakan ke mama kenapa kau pergi meninggalkanku?" Tanya Isaac pada Tiur yang seketika membuat Tiur gelagapan
"apa maksudmu? Dengarkan kata mamakmu!" Isaac mendengus dan menghampiri Tiur
"what do you want? You beg for forgiveness, I already accept it. I told you that we never getting back together, but what do you said to her?" teriak Isaac sembari menunjukkan jarinya ke bahu Tiur yang membuatnya terdorong mundur dan mendengus melihat Isaac
"I want you to care about me. Aku tidur dengan laki-laki lain di atas ranjang kita, tapi kamu nggak pernah nanya kenapa aku ngelakuin itu, you mad at me dan yang kamu bisa lakuin cuman DIAM,DIAM DAN DIAM. Aku ini istri kamu,bukan patung, tapi begitu kamu lihat gadis itu menangis, kamu berani teriak depan mama kamu, kamu teriakin aku, apa yang telah gadis itu lakuin sampai kamu bisa seperti ini" teriak Tiur
"Tuhan Jesus hu, aha do nangkiningan na nidok ho i? (Tuhan Yesusku, apa yang baru saja kamu katakan?)" ibu Isaac tiba-tiba menutup mulutnya serasa tidak percaya. Isaac dan Tiur tersadar bahwa mereka bertengkar di depan ibu dan kakaknya
"Oto hian do ho, Dang boi di bereng hamuna adong mama dison? (dasar manusia bodoh, kalian nggak bisa lihat ada mama di sini?)" bentak Isabel. Ibunya Isaac memegang tangan Isabel dan sebelah tangannya lagi memegang dada kirinya
"mamak…" teriak Isabel
Isaac dengan segera menahan punggung ibunya, ia mendudukkan ibunya di lantai dan membuka beberapa kancingnya
"nafas pelan ma… coba tenang, mamak lihat Isaac, lihat Isaac okey… lihat Isaac ma.." Isaac menenangkan ibunya sementara kakaknya mencari obat jantung ibunya dan memberikan pada Isaac.
Isaac segera meletakkan obat itu di bawah lidah ibunya, ia melihat tangan ibunya mengepal, dan ia mengutuk dalam hati
"kita harus segera bawa ke RS, kursi roda, kursi roda dimana? kakak bawa mobil siapin di lobby depan." Isabel tampak panic lalu membereskan barang-barang ibunya
"aku aja yang ambil mobil" Tiur segera mengambil kunci mobil, Isaac mengangguk dan mengukur denyut nadi ibunya.
Isaac mengarahkan Tiur yang sedang mengendarai mobilnya untuk ke RS, Isaac berada di kursi tengah memantau denyut nadi ibunya. Begitu mobil sampai di depan IGD, ibunya tiba-tiba tidak sadarkan diri, Isaac berteriak memanggil ibunya, berusaha menyadarkannya, kakaknya panik dan turun dari mobil. Mereka tidak sempat mendudukkan ibunya di kursi roda, Isaac menggendong ibunya masuk ke IGD yang di sambut langsung oleh dokter jaga di sana
"tangannya sudah mengepal sejak 15 menit lalu, siapkan EKG" teriak Isaac, ia menyuruh seorang perawat mengambil kantung ambu dan memberi pernafasan secara manual, seorang dokter dengan sigap menarik mesin EKG memasangkan alat tersebut di pergelangan kaki dan tangan ibu Isaac. Tak lama hasil print EKG keluar, Isaac menariknya dengan kasar dan melihat garis grafik di kertas tersebut
"siapkan RO, arterinya tersumbat, dia mengalami serangan jantung kita harus segera mengoperasinya, suntikam 4mg morfin,alirkan nitrogen 10mcg permenit, lakukan sekarang lalu bawa ke ruang operasi, saya akan bersiap-siap." Sebelum ia beranjak pergi ia membalikkan badan
"telpon dokter Toni untuk segera datang dan dokter Naomi SEKARANG" teriak Isaac lalu berlari keluar.
Alarm di ponsel Neti berbunyi,ia melihat layar ponselnya yang menunjukkan pukul 6 pagi. Ia sudah menunggu Isaac semalaman dan ia tidak kembali seperti yang di janjikannya. Neti sudah mempunyai firasat itu ketika Isaac memeluknya. Air matanya kembali turun di pipinya, ia bangkit berdiri, mandi dan merapihkan dirinya untuk berangkat ke RS. Ia melihat baju Isaac ketika membuka lemari pakaian dan sekali lagi hatinya seperti remuk, ia menangis lagi dan membekap mulutnya.
Neti melihat mobil Isaac yang terparkir di halaman RS. Ia berjalan kearah pos perawat mencari sosok Isaac tapi ia tidak menemukannya. Ia bahkan naik ke ruang dokter untuk mencarinya tapi tidak menemukan Isaac. Ia masuk ke dalam ruang praktek Isaac dan lagi-lagi tidak menemukan Isaac di sana, ia menaruh tumbler kopi Isaac di meja kerjanya dan tiba-tiba pintu ruang praktek itu terbuka yang membuat Neti berbalik melihatnya. Toni masuk ke dalam ruang praktek Isaac dan melihat Neti yang berdiri menghapus air matanya yang membuat toni kaget
"lho Neti, kamu kenapa?" Tanya toni ketika menghampirinya tapi Neti malah makin menangis dan menutup matanya. Toni memeluk Neti dan menenangkan Neti sambil menepuk bahunya.
"its okay… its okay…calm down Neti.. calm down.." Toni mengajak Neti untuk duduk di kursi dan menunggu hingga tangis nya mereda. Toni menyender di kursi dan menyilangkan kakinya menunggu Neti tenang.
"saya tahu saat ini pasti saat terberat untuk kalian berdua. Isaac sangat butuh dukungan, kamu harus kuat dan tenang. Saat ini keadaan ibunya sudah lebih stabil, Isaac sedang menemaninya di ICU" Neti mengangkat kepalanya dan kaget mendengar kata-kata toni
"HAH? ICU dok?" Neti menutup mulutnya tak percaya
"dia nggak cerita kalau semalam ibunya mengalami serangan jantung ?" Tanya Toni, jantung Neti pun serasa di remas karena firasatnya semalam menjadi kenyataan.
"Isaac yang mengoperasi ibunya, itu benar-benar operasi darurat, dia mungkin saat ini sangat butuh dukungan" jelas toni. Neti tersenyum miris dan melihat toni yang tersenyum dan menepuk bahu Neti untuk menyemangatinya
"apa dokter tahu kalau dokter Isaac sudah menikah sebelumnya?" Tanya Neti yang membuat Toni melonjak kaget dan menurunkan lipatan kakinya.
"ibunya sakit pasti karena aku dok,kami kemarin bertemu dengan ibu dan istri dokter Isaac, mereka semua ribut ketika ia pergi denganku." Neti menundukkan kepalanya dan kembali menangis di hadapan Toni
"sumpah aku tidak menahu soal ini Neti, dia atau Lydia tidak pernah cerita soal ini sebelumya" Toni berusaha menjelaskan kepada Neti yang menangis kembali
"aku tidak bermaksud membela Isaac,tapi dia pasti punya alasan mengapa tidak menceritakannya padamu, saat ini dia sangat kelelahan dan tidak tidur semalaman karena ibunya dan kurasa dia sangat membutuhkan kehadiranmu." Toni menepuk tangan neti dan berusaha meyakinkannya.
Isaac duduk di kursi di depan ruang tunggu pasien ICU. Ia menundukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia sangat merindukan Neti tapi ia juga sangat mengkhawatirkan ibunya, apakah Neti menangis kembali karena menunggunya semalaman? Ia melihat ponselnya yang mati karena habis baterai dan mengutuknya. Sesuatu yang panas menyentuh bahunya, ia melihat kakaknya membawakannya secangkir kopi hangat dan memberikannya padanya.
"istirahatlah, kau juga butuh tenaga untuk bekerja" Isaac mengambil cangkir kopi tersebut dan menegakkan tubuhnya
"bagaimana keadaan mamak?" Tanya kakaknya
"operasi berjalan dengan baik,kita hanya tinggal menunggu hasil tes darah. Beberapa hari lagi keadaannya akan membaik,aku akan terus memantaunya." Kakaknya menganggukkan kepalanya, ia melihat sekeliling ruangan dan tidak melihat Tiur di sana
"kemana penyihir itu?"
"aku menyuruhnya pulang nggak lama ketika kakak pulang." Kakaknya mengangguk dan menyesap kopinya
"aku telpon papa tadi pagi, nanti sore dia akan datang ke sini"
"kakak nggak cerita kejadian semalam kan?" kakaknya melirik kearah Isaac dan menggeleng lalu menarik nafasnya
"Taringot tu hajadian nabodari, Dang bermaksud au ihut sampur. Alai ho ingkon intropeksi diri tu sude na hajadian on (mengenai kejadian semalam, bukannya aku bermaksud ikut campur. Tapi sepertinya kau harus intropeksi diri atas semua kejadian ini)." ia melihat kearah Isaac yang menunduk melihat isi cangkirnya seakan-akan kopi itu akan berubah menjadi air putih
"You always run from your problems. you run when your marriage is in trouble, you run when your wife wants to divorce you, you also run from your fear when you are in a relationship with Neti. You're a 37 year old coward." Isaac memandang kearah kakaknya yang menyesap kopinya.
"don't look at me, I don't have an answer for your life."
"kakak benar, aku memang seorang pengecut" Isaac menundukkan kepalanya
"yes, I'm always right. Just face it like a man. Apapun hasilnya akan membuatmu kuat di kemudian hari" Isaac bangkit berdiri dan melihat Neti yang memasuki ruang ICU, matanya sedang mencari-cari hingga ia menemukan Isaac yang berdiri memandangnya. Isaac dapat melihat mata gadis itu bengkak, ia pasti menangis semalaman, Isaac mengepalkan tangannya dan memberikan kopinya pada kakaknya
"kau mau kemana?" Tanya kakaknya
"menghadapi masalah" kata Isaac seraya meninggalkan kakaknya.
Isaac menghampiri Neti dan menarik tangannya keluar dari ruang ICU lalu membawanya ke sudut ruangan. Ia mengenggam tangan Neti yang terasa dingin,air mata mengembang kembali di matanya dan Isaac langsung merengkuhnya ke dalam pelukannya. Mereka berpelukan cukup lama sampai Neti berhenti menangis dan bernafas dengan teratur. Neti melingkarkan tangannya di punggung Isaac dan merebahkan wajahnya di dada Isaac. Ia dapat mendengar detak jantung Isaac yang mulai teratur dan bau pemutih dari bajunya. Isaac mendekap Neti dalam pelukannya dan menopangkan dagunya di kepala Neti. Ia mengelus punggung Neti menenangkannya dan mengecup kepalanya
"maafin aku… maafin aku karena nggak pulang semalam, baterai handphone aku mati, aku tahu kamu pasti khawatir semalaman, maafin aku ya…" bisik Isaac lalu mencium kepala Neti berkali-kali. Neti terdiam sejenak, kabut yang melingkupi hati Neti seakan sirna seketika, ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya lalu melepaskan pelukan Isaac
"are you alright? Bagaimana keadaan mama kamu?" Tanya Neti sambil mengaitkan tangannya dengan tangan Isaac .
"dia sudah melewati masa kritisnya,kita tinggal lihat hasil tes darahnya nanti" jawab Isaac Sambil menangkup wajah Neti dan mengelus pipinya, ia mencium kening Neti lalu turun mencium pipi Neti.
"I make you some coffee, aku taruh di meja kamu. Kamu istirahat dulu di ruangan kamu , aku akan jaga di ICU kalau ada apa-apa nanti aku akan langsung panggil kamu" senyum Neti sambil mengelus lengan Isaac. Raut wajah Isaac melunak, ia menarik nafas lega dan mengangguk sambil tersenyum pada Neti.
Isabel memaksa Isaac untuk pulang dan beristirahat. Hasil lab sudah keluar dan semuanya baik-baik saja, ibunya akan pulih beberapa hari lagi,tetapi Isaac masih ingin terus menjaga ibunya hingga siuman. Setelah kakaknya mengatakan Neti menjaga ibunya dari siang dan belum makan apa-apa,Isaac pun menyerah. Iapun memutuskan untuk mengantar Neti pulang, selama perjalanan menuju apartement mereka hanya terdiam, Jarak yang biasa dilalui hanya 10 menit terasa bagaikan 10 jam di dalam mobil itu.
Isaac masuk ke dalam apartement tanpa bicara pada Neti, ia duduk di tepi ranjang dan menundukkan wajahnya. Hati Neti kembali serasa di remukan melihat Isaac yang seperti itu, ia menangkup wajah Isaac yang lelah dan memeluknya. Isaac melingkarkan tangannya di pinggang Neti dan memeluknya, ia mengerang dan memeluk erat Neti,seakan-akan ia baru bisa bernafas di dalam pelukannya. Neti melihat Isaac yang akhirnya tertidur pulas di dalam pelukannya. Ia menggantikan baju dan celana Isaac, membersihkan wajah,tangan dan kakinya lalu menyelimutinya. Ia dapat melihat Isaac yang merenggangkan tubuhnya dan membalik badannya yang membuat Neti tersenyum lega.
Neti masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci dirinya. Ia kembali menangis sambil menutup mulutnya agar tidak membangunkan Isaac. Sesuatu di dalam hati Neti terasa sangat mengganjal, ia merasa bahwa dirinyalah penyebab ibunya sakit sepeti ini, ia tidak ingin Isaac sedih seperti ini, ia tidak ingin menjadi beban bagi dirinya, tapi ia terlalu mencintai Isaac, ia tidak tau harus bagaimana, di satu sisi ia ingin berada di samping Isaac, tapi ia tidak bisa melihat Isaac yang sedih seperti itu karena dirinya. Air mata terus mengalir seiringan dengan rasa sakit dan sesak di dadanya yang tidak tertahankan.