Isaac menatap ke luar jendela mobil, sebuah taksi membawanya dari bandara menuju rumahnya di komplek perumahan Tasbi 1 Setiabudi Medan. Suara lagu-lagu daerah terdengar nyaring dari radio taksi tersebut tetapi telinganya serasa tuli tidak dapat mendengar apapun, ia terlarut dalam pikirannya tentang apa yang akan di sampaikan pada orangtuanya.
Taksi itu berhenti di depan rumahnya, ia menurunkan barang-barangnya dan melihat ayahnya sedang menyirami tanaman di luar.
"Masuklah dulu,biar papa yang bawa barang-barangmu"
"taruh di luar aja Pa" kata Isaac lalu masuk ke dalam rumahnya. Ayah Isaac mengerutkan keningnya,tapi seperti biasa ia tidak berkata apa-apa dan terus menyiram tanamannya.
Isaac duduk di meja makan, ia sibuk berkutat pada ponselnya, ibunya sudah duduk di meja makan bersama ayahnya. Ia tidak mengganti baju yang menyebabkan kedua orangtuanya bertanya-tanya.
"Gonti ma abit mi jolo (Gantilah bajumu dulu)" kata ibunya seraya memberikan sepiring nasi.
"Tidak usah Mak, penerbanganku 5 jam lagi, aku langsung ke bandara habis ini" kedua orangtuanya terdiam dan melihat ke arah Isaac dengan wajah bingung.
"Kau mau kemana?" Tanya ayahnya
"Kawanku menawarkan sebuah pekerjaan di Amerika, tapi masih uji coba, mungkin 3 sampai 6 bulan di sana."
"kok baru ngomong sekarang?" Tanya ayahnya
"Semuanya juga dadakan,aku pakai visa undangan ke sana,dan akomodasi juga gratis. Hitung-hitung untuk belajar." Jelas Isaac
"Kau sudah ngomong sama Lusy?" Tanya ibunya. Isaac mengangguk dan melihat ke arah ibunya
"Aku tidak bisa melanjutkan sama Lusy Mak, mungkin Lusy sudah cerita sama Mamak."
"Ninna ibana, ho pajumpang dohot boru boru i di ulaon parbogason ni Lydia, mambaen maila do ho di jolo ni si Lusy, mambaen hansit ni roha ibana (Dia bilang kau bertemu dengan wanita itu di kawinan Lydia kan, bikin malu kau di depan si Lusy, kau terang-terangan nyakitin dia)" marah ibunya. Ayahnya menarik tangan ibunya dan memberi isyarat ke jantung Isaac, tak lama ibunya sadar dan mendengus. Isaac hanya mengangguk dan tidak berkata apa-apa pada ibunya
"Ho lao dohot ibana? (Kau pergi dengannya?)" Tanya ibunya
"No... Neti menolak untuk kembali bersamaku Mak, tapi setidaknya aku tahu bahwa kami masih saling mencintai" senyum Isaac
"Dia ingin aku menjadi lebih baik lagi dan dia juga ingin menjadi lebih baik. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengambil kesempatan ini" jelas Isaac
"Kalau tujuanmu bagus Papa dukung, tapi kamu harus janji sama kami jangan sampai hal buruk yang pernah terjadi di sini terjadi di sana" nasihat ayahnya dan Isaac pun tersenyum lega
"Dohot ise ho annon mangoli? ( eh lalu kau akan nikah dengan siapa?)" Tanya ibunya
"Nga sabe i, nunga 40 tahun ibana, unang be attoi (sudahlah Mak, dia sudah 40 tahun, masa kau masih terus ikut campur)" bentak ayahnya yang membuat Isaac dan ibunya terdiam.
Seattle . USA.
Sudah 3 bulan Isaac berada di negara bagian Washington selatan tepatnya di Seattle. Kota metropolitan yang di juluki kota hujan. Isaac menjalani program beasiswa bersama temannya Dr.Rudi Sihombing yang berasal dari Indonesia. Mereka menyewa sebuah rumah di 303 Comstock Street Seattle bersama 2 mahasiswa lainnya yang lebih muda dari mereka. Rumah itu dibangun pada 1905 dan mencakup empat kamar tidur dan dua kamar mandi yang berada di lingkungan Queen Anne Hill yang bertengger di atas Seattle Center salah satu bukit tertinggi di Seattle.
Isaac selalu menikmati akhir pekannya di rumah, biasanya teman serumahnya, George dan Josh akan menyiapkan BBQ. Tetangga mereka Marley selalu memberikan hasil buruannya pada Isaac dan kawan-kawannya lalu mereka akan berkumpul bersama menikmati BBQ.
Isaac bersender di kursi malas di depan api unggun, saat itu sudah bulan maret, tapi angin musim dingin masih terasa melipir dari lautan pasifik. Isaac meneguk botol bir ke 2 nya, di depannya ada Rudy bersama kekasihnya, Isaac bisa menebak malam ini mereka akan membuat kegaduhan, maka dari itu Josh menyarankan agar mereka keluar bermalam di bar dekat rumah mereka.
Isaac mengancingkan mantelnya dan berjalan keluar dari bar. Setelah berpamitan pada Alex sang pemilik bar, Isaac berjalan keluar bar meninggalkan Josh yang tertidur di sofa. Dia berjalan menyusuri Queen Anne Avenue, yang berada di dekat puncak bukit. Di sinilah banyak bisnis local,lingkungan dengan jalanan berbukit dan curam, rumah-rumah bersejarah dan indah untuk dilihat saat mendaki.
Isaac berjalan lebih rendah ke Queen Anne Hill, sisi lingkungan yang berdekatan dengan Seattle Center, yang dipenuhi dengan semua jenis restoran, toko-toko lokal, dan cafe.Ia mampir ke sebuah kedai untuk memesan secangkir kopi. Isaac memberikan tumbler miliknya,sang pramuniaga tersenyum melihat tumbler bertutup pink tersebut kepada Isaac.
"Nice bottle" katanya pada Isaac sembari tersenyum. Isaac balas tersenyum dan kembali menyusuri jalan untuk kembali ke rumahnya.
Isaac memasuki rumahnya, ia melihat Rudy dan kekasihnya sedang bermesraan di dapur. Rudi melihat Isaac di ambang pintu dan menawarinya sarapan, tapi ia tersenyum kecut dan segera masuk ke kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang, kenangannya bersama Neti kembali terlintas, Neti yang selalu menyiapkan kopi untuknya setiap pagi ketika mereka tinggal bersama, bermesraan di dapur adalah hal yang wajib bagi mereka di pagi hari. Ia mengambil frame foto Neti dan bergumam lirih "I miss you".
Rudi menarik Isaac terburu-buru ke sebuah lorong di RS, Prof Bailey melihat mereka dengan tatapan aneh ketika berjalan melalui mereka, Isaac pun juga melihat Rudi dengan tatapan aneh.
"Bro.. you must help me"
"What's going on?"
"You know i buy a ticket to New York. I plan to spend my long weekend with Elsa, but.." Isaac melipat tangannya ketika Rudi memegang tangannya dengan panik.
"Istriku tahu aku akan ke New York, dia ngecek kartu kreditku dan sekarang, dia on the way ke sini. Jadi aku katakan padanya bahwa tiket dan hotel di New York itu milikmu"
"Whatttt" kaget Isaac
"Kau jangan sangkut pautkan aku dengan urusan rumah tanggamu, lagi pula tiket itu atas namamu, aku tidak mungkin bisa menggunakannya"
"I already buy you a ticket to New York" lanjut Rudi yang membuat Isaac melongo.
"Aku sudah mengurus tiketmu, kau bisa menggunakan reservasi hotelku di sana"
"But why me,why not Josh? Kau tahukan aku sedang berusaha untuk masuk ke program fellowship."
"Aku pernah mendengar Prof Bailey sangat menyukaimu, kurasa kau akan lulus masuk program fellowship ini dengan mudah"
"I dont know, aku tidak mau mengajukan cuti dan segala administrasi disini, aku tidak mau berurusan dengan bagian administrasi"
"I'll take care about it, pokoknya yang penting kau harus pergi ke New York on friday. Jangan sampai istriku melihatmu" Rudi menepuk pundak Isaac yang menggelengkan kepalanya dan segera pergi meninggalkan Isaac.
Isaac pulang ke rumahnya, jam menunjukkan pukul 7 malam, langit Seattle masih terang dan angin semilir menusuk tulang Isaac. Ia berlari kecil dan bergegas memasuki rumahnya tetapi ternyata rumah itu terkunci. Isaac mencoba mencari kunci miliknya tapi tidak ada di dalam tasnya. Isaac menelpon Josh tapi ia mengatakan bahwa ia akan menghabiskan weekend ini bersama ibunya, Rudi menjemput istrinya dan George sedang seminar ke Oklahoma dan akan kembali tengah malam. Ia mampir ke bar dekat rumahnya tetapi ternyata bar tersebut tutup,ia memaki dalam hati,tangannya sudah kedinginan,ia akan hiportemia bila menunggu George sampai tengah malam.
Isaac merogoh saku jaketnya dan selembar kertas terjatuh, Ia mengambil kertas tersebut yang merupakan tiket pesawatnya ke New York yang akan berangkat 2 jam lagi. Ia memasukkan kembali tiket tersebut lalu berjalan mencari tempat singgah sampai tengah malam, Isaac menghangatkan tangannya dengan mulutnya lalu ia melihat sebuah taksi berhenti tak jauh darinya. Taksi itu menurunkan penumpangnya dan memarkirkan mobilnya tak lama setelah ia menurunkan seorang penumpang.
Isaac berjalan perlahan, ia memikirkan semua kegilaan minggu ini, istri Rudi yang tiba-tiba datang, ia yang tidak membawa kunci, bar Alex yang tiba-tiba tutup. Ia mengambil tiketnya lagi di saku jaket dan melihatnya lalu melihat taksi di depannya yang tiba-tiba menyalakan mesin dan menyoroti Isaac dengan lampu mobilnya.
Nafas Isaac berasap,tangannya sudah mulai beku, ia berjalan tapi tidak bisa mengendalikan kakinya lalu mendapati dirinya sudah duduk di dalan taksi yang hangat. Supir taksi itu melongok ke kursi penumpang, ia tersenyum melihat Isaac, senyum yang aneh, lebih tepatnya ia seperti tersenyum sumringah melihatnya.
"Where you going sir"
"Airport please" kata Isaac sembari menghembuskan nafasnya.
Langit masih gelap ketika Isaac sampai di New York. Seorang pria chinese menawarkan taksi padanya ketika ia keluar dari bandara, Isaac menarik nafasnya dan menaiki taksi tersebut menuju tempat yang di reservasi Rudi. Sebuah hotel yang terletak di antara Madison street and 5th Avenues.
Setelah menaruh barang-barangnya dan membersihkan diri, Isaac berjalan keluar untuk mencari secangkir kopi. Ia duduk di meja dekat kaca yang langsung menghadap Broadway street, cahaya lampu dari billboard iklan yang tidak pernah mati mewarnai pagi yang dingin. Isaac melihat ke sebuah billboard di atas sebuah gedung, ia memiringkan kepalanya seperti mengenali model di billboard iklan tersebut. Seketika ia menganggukkan kepalanya seraya mengingat bahwa itu adalah seorang artis ternama dari Indonesia. Ia tersenyum sedikit terkesan bahwa artis Indonesia bisa terpampang di atas billboard Time Square. Ia menyesap kopinya dan kembali menikmati pemandangan para warga New York yang berjalan tergesa-gesa dengan tangan membawa segelas kopi.
Mata Isaac kembali menoleh ke atas dan menyesap kopi sampai ketika matanya terbelagak, tangannya hampir menjatuhkan cangkir kopinya, dadanya berdegub kencang dan jantungnya serasa diremas sedemikian rupa. Sebuah billboard iklan sebuah kosmetik berwarna pink yang begitu terang, dengan tampilan seorang wanita yang berpose full close up dengan mata indah dan bibir penuh yang sedikit terbuka. Isaac tertawa sembari menutup mulutnya, matanya berbinar dan menitikkan air mata, ia benar-benar tidak habis pikir,semua kejadian aneh kemarin membawanya melihat poster iklan Neti di sini. Matanya panas, ia tersenyum lirih dan memejamkan matanya ketika iklan billboard itu berganti.
"ya Tuhan aku sangat merindukannya" bisiknya lirih dan membuka matanya, menatap langit berharap Tuhan mendengar doanya.
Isaac berjalan menyusuri Brooklyn Bridge, mencoba menenangkan pikirannya. Ia berfikir takdir benar-benar mempermainkan hidupnya, perpisahannya dengan Tiur, bertemu dengan Neti, jatuh cinta padanya, mempertaruhkan nyawa untuknya, dan ketika mereka bertemu pun mereka tetap tidak bisa bersama, Isaac hanya bisa melihat Neti dari jauh, apakah itu yang Tuhan inginkan dari Isaac? hanya melihat Neti dari jauh?
Kaki Isaac terdiam berhenti serasa di paku, ia melihat dari jarak beberapa meter darinya, seorang wanita bermantel tebal mengenakan scraf merah dengan rambutnya yang berterbangan karena terkena angin. Ia membetulkan rambutnya dan membalik tubuhnya seraya memegangi rambutnya. Mata mereka bertemu, jantung Isaac terasa seperti di cengkram kembali, denyut jantungnya tidak seirama,ia merasa seperti akan mendapat serangan jantung.
Neti melepas rambutnya ketika Isaac berjalan mendekatinya, ia dapat melihat wajah pria yang sangat di cintainya itu, ia sama sekali tidak berubah, matanya menyorotkan sinar kepemilikan akan Neti, begitu tegas yang membuat Neti ingin berlari ke dalam pelukannya.
Nafas Isaac tersenggal,dadanya naik turun begitu ia berdiri di depan Neti, ia masih tidak mempercayai apa yang di lihat di depannya. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Neti yang terasa hangat, ia bisa merasakan pipi Neti yang terangkat karena tersenyum padanya.
"Hai" sapa Neti, Isaac terdiam ia mengelus pipi Neti dan perlahan tersenyum. Ia menarik wajah Neti dan mengecup bibirnya, merasakan kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Isaac menempelkan dahinya ke dahi Neti dan menatap matanya.
"Hai.." mereka tersenyum dan Neti melompat ke pelukan Isaac, ia memeluknya begitu erat dan membenamkan wajahnya di dalam jaket Isaac.
Isaac tersenyum sumringah, ia merengkuh Neti dan mengadahkan kepalanya ke langit, berterima kasih pada Tuhan karena telah menjawab doanya dan masih di berikan kesempatan bertemu dengan Neti kembali.
"I miss you" erang Neti
"I miss you more.... " Isaac merengkuh Neti dalam pelukannya dan mencium pelipisnya.
Neti membawa Isaac ke Mia's bakery, sebuah café favoritnya selama berada di new York. Mia's terkenal dengan berbagai macam makanan penutupnya. Toko roti ini juga memiliki cafe dalam dan luar ruangan, tempat untuk duduk menikmati hidangan penutup dengan berbagai pilihan minuman espresso. Bagian indoor cafe terlihat ramai pengunjung, Isaac melihat tempat duduk luar ruangan yang terlihat sangat bagus di belakang tetapi sepertinya tidak memungkinkan untuk duduk di luar karena cuaca masih terlalu dingin.
Neti memesan German chocolate cake dan peanut butter cake. Kedua kue tersebut dibuat dengan dasar kue cokelat yang sama, sangat moist dan lembut. Terutama peanut butter cake, mereka menambahkan mousse selai kacang ringan yang membuat Isaac tak henti menyuapkan ke dalam mulutnya yang membuat Neti tertawa.
"ini kue terbaik yang pernah kumakan" gumam Isaac dan tersenyum pada Neti
"it's Monica favorite café, itu kue yang pertama kali kumakan dan mengingatkanku padamu, aku rasa kau akan menyukainya dan tebakanku benar." Ia mengelap krim di sisi bibir Isaac sambil tersenyum. Isaac menarik tangan Neti dan mencium tangannya lalu menangkupkan ke pipinya
"thank you for always thinking of me.." senyumnya
"kamu menginap di mana?" Tanya neti seraya meminum kopinya
"di dekat Madison Square, aku melihat billboardmu, i'm so impress" Neti tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Mereka mengobrol hingga langit menjadi senja, ponsel Neti berdering yang menyadarkan bahwa ia sudah terlalu lama di dalam café tersebut. Neti mengangkat telponnya dan berbicara berbisik lalu mematikan ponselnya
"I must go.. Monica looking for me" jawab Neti, wajahnya terasa enggan meninggalkan Isaac. Tiba-tiba Isaac menjulurkan tangannya dan menarik tangan Neti.
"please don't go, stay with me" pinta Isaac, wajahnya memelas yang membuat Neti sangat berat hati meninggalkannya. Ponsel Neti kembali berdering dan ia melepaskan tangan Isaac.
Kamar itu kini terasa hangat, ketika kulit mereka saling menyatu,terasa licin dan manis di setiap jengkalnya. Jemari yang saling terkait dan nafas yang saling memburu satu sama lain. Ketika gelombang itu datang bersamaan kepada mereka, tubuh mereka saling menegang bersamaan, saling memberi dan menerima, mencengkram kuat bersamaan. Neti membuka mulutnya berteriak yang tak mengeluarkan suaranya, mencengkram punggung Isaac yang mengeram kencang ketika Neti kaki menjepit di kedua sisi pinggangnya.
Tubuh Isaac roboh, ia menahan tubuhnya dengan kedua lengannya,menempelkan wajahnya yang berkeringat di pipi Neti dan mengembuskan nafasnya yang tersenggal. Neti mengelus punggung Isaac dan melonggarkan kakinya di pinggang Isaac. Mereka berusaha kembali ke tubuh mereka kembali setelah amukan gelombang yang membawa mereka melayang.
Isaac merebahkan kepalanya di dada Neti,melepaskan dirinya dari tubuh Neti dan merenggangkan tubuhnya.Mereka berpelukan,saling mengelus dan menikmati kesunyian nyaman mereka. Isaac pun mengangkat tubuhnya,membalikkan Neti dan merengkuhnya dalam pelukannya lalu mengaitkan kaki mereka. Ia mengelus wajah Neti, menyingkirkan rambut lengket dari wajahnya dan mengecup seluruh wajahnya yang membuat Neti tersenyum
"I love you..." bisik Isaac sambil terus menciumi wajah Neti
"I love you... i love you... " Isaac terus mengulang kata-kata itu
"I know .. i know... i love you too" Neti menghentikan Isaac dan menangkup wajah Isaac. Ia dapat melihat matanya berkaca kaca, air mata mengembang di pelupuk matanya.
"Aku hanya ingin mengatakan yang dulu belum aku katakan padamu" kata Isaac, hati Neti luluh dan terenyuh dengan kata-kata Isaac. Ia mengecup bibir Isaac dan berlama-lama di depan bibirnya. Isaac membuka matanya dan menaruh tangan Neti di pipinya agar kedua mata mereka bertemu
"Aku mencintaimu" seperti sebuah peluru yang di tembakan oleh Isaac dan seketika hati Neti terasa di rajam. Air matanya turun seketika yang membuat Isaac ikut menangis dan mereka pun berpelukan.
Neti tertidur di dalam pelukan Isaac. Tubuh kecilnya meringkuk sembari memeluk Isaac dengan erat. Isaac tidak bisa tidur,ia takut Neti akan menghilang lagi. Ia mengusap punggung telanjang Neti menikmati dengkuran kecilnya, hangat nafasnya, dan wangi aroma tubuhnya yang tidak pernah berubah. Ia sudah memikirkannya sejak Neti beranjak pergi dari café lalu tiba-tiba ia kembali dan memeluk Isaac, sebuah pemikiran yang pernah terlintas olehnya 2 tahun lalu sebelum Neti pergi meninggalkan dirinya. Ia juga sudah memikirkan konsekuensi yang harus mereka jalani bila meneruskan hubungan ini. Dan Isaac sudah memantapkan niat dan hatinya. Isaac mengusap wajah Neti,mengelus rambutnya, mencium mesra pipinya, dan sekali lagi menatapnya, ia tidak mau melepasnya lagi,ia tidak mau kehilangan Neti walau konsekuensi seberat apapun, gadis ini dan dirinya adalah satu hati. Isaac merengkuh Neti dan merasakan detak irama jantung mereka yang senada.
Matahari pagi New York masuk menyinari kamar tersebut, cahaya yang begitu hangat membangunkan punggung telanjang Isaac. Ia membuka matanya dan mendapati Neti tidak ada di sisinya. Ia terkejut dan langsung bangkit dari tidurnya,rasa kantuk itu menghilang,jantungnya kembali di remas. Neti keluar dari kamar mandi mengenakan jubah mandinya lalu tersenyum, Isaac menutup matanya dengan kedua tangangnya dan mengusap wajahnya lalu menarik nafas. Neti berjalan menghampiri Isaac dan duduk di atas pangkuannya lalu memeluknya.
Isaac hampir menangis, ia merengkuh Neti dan membenamkan dirinya di dada Neti.
"Astaga aku hampir terkena serangan jantung, jangan seperti itu lagi"
"Lalu aku harus bagaimana,masa aku harus bangunin kamu kalau mau pipis?" Neti tertawa dan mengelus rambut Isaac
"Aku takut kamu menghilang lagi" kata Isaac lirih di dalam pelukannya. Neti tersenyum bahagia dan mengelus punggung Isaac
"Aku tidak akan meninggalkanmu lagi" kata Neti yang membuat Isaac mengangkat wajahnya,Neti tersenyum dan mengelus pipi Isaac lalu mengecupnya.
"Menikahlah denganku, kau harus menikah denganku, aku tidak bisa tanpamu dan aku akan mati bila harus melihatmu dengan laki-laki lain" Isaac memandang mata Neti dengan tegas yang membuat Neti merinding.
"Lalu bagaimana dengan.."
"Aku tidak akan seperti dulu lagi,ini hidupku bukan hidup mereka. Kita pasti bisa melaluinya bersama. Kau selalu membuat diriku menjadi lebih baik, dan aku yakin kita bisa saling mendukung satu sama lain. Pernikahan seharusnya tidak saling menghalangi satu atau yang lainnya. Aku tidak akan menghalangi cita-citamu. Kamu mau jadi dokter? Ayo kita lakukan, kamu mau jadi model, silahkan aku akan bersamamu" Neti tersenyum dan air matanya turun di pipinya. inilah yang membuat Neti jatuh cinta pada Isaac,ia selalu terbuka dan mendiskusikan segala hal dengan Neti.
"Monica membuka sebuah brand kecantikan 2 tahun lalu,kami berdua merintisnya bersama dan ternyata semua berjalan dengan baik, kami membuka cabang di New York dan aku mungkin akan berada di sini 1-2 tahun bersama Monica" jelas Neti lalu teringat dia belum mengabari Monica. Ia mengambil ponselnya dan mengirimi pesan pada Monica. Isaac tersenyum dan mencium pipi Neti
"Aku senang mendengarnya, kau melakukan yang kau suka dengan baik. Aku juga akan mengambil program fellowship di sebuah RS di Seattle. Perlu waktu 1-2 tahun untuk melakukan program tersebut." Neti tersenyum lalu memandang mata Isaac
"tapi bila kita melanjutkan di sini, bagaimana orangtua mu, aku tidak mau kamu berpisah dengan mereka. Memangnya kita tidak mau kembali ke Indonesia?" Isaac terdiam dan menatap Neti, itu memang sebuah konsekuensi untuk dirinya tapi dia tidak mau melepaskan Neti
"aku mau kita tinggal di bali Kalau balik ke Indonesia. I feel like home there" Isaac tersenyum dan mengecup pipi Neti
"Baiklah, aku tidak masalah. but..would you come with me to Seattle? Kita bisa menikah di sana, aku punya teman-teman yang bisa membatu pernikahan kita dan harga sewa rumah di sana lebih murah daripada di sini." Isaac tersenyum dan membuat penawaran yang membuat Neti memikirkannya sejenak.
"Monica bisa menanganinya sendiri disini, tapi aku mungkin tidak bisa berpisah lagi denganmu" senyum Neti dan Isaac pun langsung merengkuh Neti ke dalam pelukannya.
"Astaga .. aku sangat mencintaimu Neti" Isaac mengerang dalam pelukannya
" I love you too" Isaac mengangkat wajahnya dan Neti menciumnya, Ia memaut bibir Neti yang membuatnya tersenyum dalam ciumannya.
Isaac menarik ciumannya dan membuka jubah mandi Neti lalu menyingkirkannya yang membuat Neti tertawa.
"Jangan tinggalkan ranjang ini tanpa seijinku " kata Isaac sambil menarik Neti ke atasnya. Neti tertawa dan menurunkan dirinya menyambut Isaac ke dalam tubuhnya sembari melengkuhkan kepalanya
"Oh aku suka sekali dengan aturan itu" erang Neti.
Medan,Sumatra Utara,
Isabel menerima sebuah kotak besar putih berpita silver,ia melihat pengirimnya dari Amerika, ia mendapat firasat kotak ini akan menjadi sebuah kotak pandora bagi keluarganya. Isabel membawa kotak itu ke dalam rumah orangtuanya di Medan, Ibunya melihat kotak yang di bawa putrinya dan melihat wajah Isabel yang terlihat ragu untuk membukanya di depan ibunya
"Aha i? Boasa bohim songoni, na bom isi na? (Apa itu? Kenapa muka kau begitu, emang isinya bom?)" Tanya ibunya
"Dari Isaac mak"
"oh sini-sini, kita buka" Ibunya terlihat bersemangat menerima kotak tersebut. Tak lama ayah mereka keluar dan melihat kotak yang sedang di buka istrinya dan Isabel. Ia tampak tak acuh dan duduk di kursi malasnya.
Ibunya Isaac membuka kotak tersebut, terdapat kertas pembungkus di bagian luarnya dan ia membukanya perlahan. Sebuah album foto tebal berukuran 12R bewarna silver dengan bordiran nama Isaac & Neti yang seketika membuat tangan ibunya gemetar.
"Apa ini!!!" teriak ibunya yang membuat ayahnya menengok dan menghampiri istrinya. Album foto tersebut hanya berisikan 5 foto pernikahan Isaac dan Neti yang di adakan di Seattle Washington.
Sebuah gambar hitam putih Isaac dan Neti saling berpegangan tangan dan saling berciuman. Neti mengenakan mermaid dress yang terlihat cantik di tubuh mungilnya dan Isaac yang mengenakan tuksedo hitam. Neti memegang bouquet bunganya di tangan kanan dan menongak mencium Isaac. Mereka semua terdiam ketika Isabel membalik foto lainnya yang menampilkan Neti yang mengenakan baju pengantin dengan veilnya yang lebar dan indah. Ia menghadap ke samping sembari menundukan kepalanya yang terlihat sangat anggun.
"Cantik" gumam ayahnya tiba-tiba yang membuat semua orang memandangnya. Isabel kembali membalik album foto yang memperlihatkan Isaac yang tersenyum sumringah di depan altar memakai tuksedonya. Ibunya Isaac seketika menangis kencang, sambil mengusap foto putranya
"Sebenarnya Isaac sudah menelponku membicarakan hal ini, mereka sedang mengurus visa perjalanan kita ke sana. Dan meminta untuk acara adat ditunda sampai Isaac selesai program fellowship di sana"
"Boasa ho dang manghatai? ( kenapa kau gak ngomong?)" Marah ibunya
"Marisuang ahu manghatai, ho dang boi Panongai, ho holan na manghaporluhon ho sajo. Holan pasonang on dirim do ho dang ianakhon mu. (Percumalah aku ngomong,kau tidak akan bisa netral,kau hanya mementingkan mau kau saja. Kau hanya mau dirimu yang bahagia bukan anakmu)."
Ibunya kembali membuka halaman foto, terlihat Neti dan Isaac yang tersenyum bahagia ketika memotong kue pengantin mereka dan foto terakhir adalah foto Isaac dan Neti yang berdiri di depan altar gereja, Neti merangkul tangan Isaac yang terlihat sangat bahagia, terpancar dari tatapan matanya. Ibu Isaac mengeluarkan foto yang terakhir dari album, ia berjalan ke arah bufet rumahnya dan memajang foto tersebut sambil tersenyum.
Seoul, South Korea.
Tiur melihat sebuah kotak besar putih dengan pita silver di depan apartemennya, ia melihat pengirimnya dan tersenyum. Ia membawa kotak tersebut dan membukanya. Sebuah kertas pembungkus melapisi isi kotak tersebut, terdapat 2 buah tumbler pasangan dengan tutup berbentuk hati berwarna silver dengan ukiran nama Neti & Isaac. Tiur tertawa dan berdecak melihatnya, lalu ada sebuah foto pernikahan mereka berukuran 4R beserta surat yang berisikan mohon doa dan restu darinya.
Tiur menatap foto pernikahan tersebut,ia melihat Isaac yang menggandeng Neti yang memakai baju pengantin sembari tersenyum bahagia. Melihat senyuman mereka Tiur ikut tersenyum dan menitikkan air mata.
"Semoga kalian berbahagia... cih dasar lelaki berengsek" Tiur tertawa dan memajang foto tersebut di rak bukunya.
Dago asri, Bandung.
Asisten rumah tangga membawa masuk sebuah kotak besar berpita silver, dia meletakkan kotak tersebut di ruang praktek Lydia karena namanya tertulis sebagai penerima paketnya. Lydia baru menyadari kotak tersebut 2 minggu setelah dirinya dan Toni selesai isolasi mandiri di Jakarta. Lydia membuka kotak tersebut yang di lapisi kertas pembungkus, terdapat 2 buah tumbler pasangan dengan tutup berbentuk hati berwarna silver dengan ukiran nama Neti & Isaac. Lydia membelagakan matanya dan berteriak memanggil suaminya.
Ia juga menerima sebuah foto pernikahan hitam putih Isaac & Neti berukuran 4R, gambar di mana mereka sedang berpelukan sambil berdansa,saling bertatapan dengan senyuman sumringah. Lydia menutup mulutnya seraya tidak percaya yang di lihatnya.
"Bukannya kata kamu Neti kembali ke Bali?" Tanya Toni
"Iya, dia bahkan mengundang untuk menginap di rumahnya. Aku tidak tahu kapan dia ke Amerika. Apakah dia menyusul Isaac?"
"Setahuku Isaac sama sekali tidak tahu keberadaan Neti"
"Mereka memang di ciptakan untuk bersama,cobaan apapun yang menerpa mereka,tapi mereka tetap di pertemukan bersama" air mata Lydia mengembang, Toni mengusap bahu Lydia seraya menenangkannya.
"Aku akan memajang ini di ruang dokter di Jakarta, sebagai kenangan untuk mereka, yang di pertemukan di sana." Lydia mengambil foto tersebut lalu ia melihat sebuah flash disk. Toni mengambil flash disk tersebut dan membukanya.
Sebuah video pernikahan Isaac dan Neti yang diawali sebuah dentingan suara piano yang indah, diadakan di sebuah gereja dengan beberapa tamu yang hadir, sebuah suara penyanyi wanita yang merdu mengiringi beberapa cuplikan persiapan pernikahan mereka, Neti yang terlihat cantik dengan gaun pengantin mermaidnya dan Isaac yang menangis ketika Neti berjalan kearah altar.
Hope was hopeless
Faith was running
Didn't notice you were coming through
You were on your way too….
And you don't believe in meant to be
But somehow you were meant for me, it's true
Yeah, you were on your way too
And every heartbreak was a yellow brick road
Pointing me straight, just taking me home
I was never lost
I was just passing through
I was on my way to you
I was on my way to you
I was on my way to you
"I, Isaac Febrian Nasution, take you, Neti Sophia, to be my wife. I promise to be true to you in good times and in bad, in sickness and in health. I will love you and honour you all the days of my life. I can't promise that i won't hurt you againt, but i can swear that i will love you until the day i die." Isaac meletakkan sebelah tangannya di atas sebuah alkitab ketika membacakan sumpahnya dan tersenyum pada Neti.
Oh, I'm on my way
On my way to you
On my way
On my way to you
On my way
On my way to you
I was never lost
I was just passing through, on my way to you
"I, Neti Sophia, take you, Isaac Febrian Nasution, to be my husband. I promise to be true to you in good times and in bad, in sickness and in health. I will love you and honour you all the days of my life. You're my star,my moon,my soulmate,my heart, and I love you from the first time i saw you until the infinity."
"And now I pronounce you husband and wife, you may kiss the bride"