2 tahun kemudian....
Mobil Isaac memasuki pelantaran lobby sebuah mall di Jakarta pusat. Antrian pintu masuk masih begitu padat, padahal masih berlaku Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di masa pandemi. Ia melihat gadis yang duduk di kursi penumpangnya yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Gadis itu berambut panjang dan bertubuh mungil dengan kulit sawo matang. Ia mengenakan dress sabrina berwarna ungu, rambutnya terurai menutupi bahunya. Ia melihat ke arah Isaac lalu tersenyum manis yang membuat Isaac balas tersenyum simpul padanya.
"sepertinya mall sudah ramai ya, kamu turun di lobby aja dulu, aku cari parkir, nanti kita langsung ketemuan di bioskopnya aja" kata Isaac.
"abang nggak apa apa sendirian?" Tanya lusy.
Isaac masih merasa janggal dengan panggilan tersebut, ia memalingkan pandangannya berusaha menutupi wajah janggalnya
"iya biar cepet, kamu harus nukerin tiketnya juga kan." gadis itu mengangguk ketika mobil Isaac berhenti di depan pintu lobby. Lusy pun turun dari mobil, ia mengharapkan Isaac akan mengatakan sesuatu padanya, tetapi Isaac langsung mengemudikan mobilnya pergi menuju ke arah parkiran.
Isaac memarkirkan mobilnya lalu menghembuskan nafasnya. Ia menyenderkan kepalanya dan berusaha untuk menguatkan hatinya. Sejak ia mengalami serangan jantung terakhirnya, orangtuanya memintanya dengan baik-baik agar ia mau tinggal bersama di Medan. Isaac pun setuju untuk tinggal di rumah orangtuanya, setelah Toni meyakinkan Isaac bahwa ia dan Lydia akan terus mencari Neti dan akan membawanya ke depan Isaac bila mereka menemukannya.
Dari 1 bulan menjadi 3 bulan lalu menjadi 24 bulan, Isaac membantu ayahnya di klinik milik keluarganya di Medan. Ia menjadi dokter relawan ketika pandemi merebak di Medan, perlahan ia melupakan rasa sakit hatinya dengan kesibukannya dengan pasien-pasien yang tidak ada habisnya. Lydia dan Toni mengirimi undangan pernikahan mereka yang diadakan di Bandung, ia pun memutuskan untuk datang karena saat ini pandemi sudah mulai mereda. Orangtua Isaac awalnya tidak mengizinkan, mereka takut Isaac akan kembali mencari Neti dan sakit lagi. Isaac meyakinkan kedua orangtuanya bahwa ia hanya berniat menghadiri pernikahan Lydia dan akan kembali lagi ke Medan, akhirnya ibunya mengizinkannya dengan syarat Isaac mau berkenalan dengan anak gadis kenalan orangtuanya.
Nama gadis itu Lusy, pariban dari ibunya yang bermarga Situmeang. Lusy berumur 22 tahun dan baru lulus S1 ekonomi di universitas ternama Jakarta yang sekarang seorang karyawati di sebuah bank besar di Indonesia. Saat pertama kali melihat Isaac, Lusy sudah jatuh hati padanya, ia memanggil Isaac dengan sebutan abang yang sebenarnya ia tidak menyukai panggilan tersebut.
Isaac turun dari mobilnya dan menaiki lift ke tempat bioskop berada. Lift berhenti di lantai 2, tidak ada satupun orang yang naik ke dalam lift, tetapi lift itu terbuka cukup lama. Isaac memutuskan untuk keluar dari lift, ia berfikir mungkin lift tersebut rusak. Ia berjalan menyusuri pertokoan untuk naik melalui elevator. Ia melalui sebuah toko pakaian wanita lalu langkah kakinya terhenti. Sebuah poster besar memenuhi kaca pintu masuk toko tersebut. Sebuah poster 3 orang model wanita, salah satunya mengenakan celana panjang merah dan outer merah signature toko tersebut. Rambut model tersebut di sanggul dan ia mengenakan lipstik merah menyala menatap tajam khas model lainnya. Seketika hati Isaac terasa di remas,matanya terasa panas, ia tertawa janggal dan mendekati pintu kaca tersebut.
"haruskah aku bertemu denganmu seperti ini?" Bisiknya lirih.
Lusy sudah menunggu lebih dari satu jam di dalam bioskop tapi Isaac tidak kunjung datang. Ia sudah menelpon Isaac berkali-kali tapi ia tidak mengangkatnya. Khawatir, ia pun turun dan berkeliling mall mencari Isaac dan ia menemukan Isaac yang berdiri di depan toko pakaian wanita, memandang ke depan etalase kaca yang terdapat 3 model wanita. Lusy menghampiri Isaac, ia dapat melihat mata Isaac yang berkaca-kaca memandang poster di kaca pintu masuk toko tersebut. Isaac menoleh ke samping dan melihat Lusy yang melihatnya bingung dan Isaac pun tertawa janggal menatap Lusy.
"abang kemana aja, aku nungguin sejam di atas." Marah Lusy, ia melihat toko tersebut dan berfikir mungkin Isaac ingin memberikannya hadiah, ia menahan senyumnya dan tetap merenggutkan wajahnya.
"sepertinya aku tidak minat untuk menonton, kita pulang saja, sudah malam pula!" Isaac membalikan badannya dan berjalan meninggalkan toko tersebut. Lusy mengharapkan Isaac setidaknya minta maaf karena telah membuatnya menunggu atau membelikannya baju dari toko tersebut sebagai permintaan maafnya, tapi Isaac tetap berjalan meninggalkan Lusy yang membuatnya mendengus sebal.
Ponsel Neti berdering berkali-kali, Joe mengambil ponsel Neti dan melihat siapa yang menelponnya lalu menggelengkan kepala.
"yes Mom,we already bought all your orders, the guests came at 9 pm right, Neti at the kitchen,she preparing the food." Joe menoleh ke arah pintu dapur dan melihat Neti yang keluar membawa semangkuk besar makanan dan meletakannya di atas meja makan.
Joe memberikan ponselnya pada Neti dengan memberikan isyarat kata NO dengan mulutnya.
"yes, hah sate?" Neti melihat ke arah Joe yang menggelengkan kepalanya
"itu di mana sih letaknya?" tanya Neti pada Joe
"itu di legian,sekarang sudah sore, we can't do that!" kesal Joe
"apa nggak bisa sate yang deket-deket sini aja? Di warung kembar juga enak kok satenya" terdengar suara ocehan di seberang sana yang membuat Neti harus menjauhkan ponselnya
"iya tapi Joe kayaknya lagi ribet deh, dia lagi..lagi…"Neti melihat ke arah Joe untuk memberikan alasan, Joe menunjuk ke arah atas dengan tangannya
"Joe lagi benerin lampu" Joe menutup wajahnya dengan telapak tanganya, tak lama Neti pun memberikan ponselnya pada Joe.
"yes mom, not an excuses, I fixing the lamp." Neti tertawa melihat Joe yang memutar matanya, tak lama setelah Joe mematikan ponselnya dia berlari ke arah Neti yang berlari menghindarinya sampai akhirnya Joe menangkapnya lalu mengangkatnya yang membuat Neti tertawa.
Neti meminta tolong kepada kedua made untuk melanjutkan mempersiapkan acara ulang tahun Monica. Joe memakaikan jaket dan masker kepada Neti sebelum mereka berangkat. Neti melihat map di ponselnya dan menganggukkan kepala.
"sepertinya nggak macet, tidak akan sampai 2 jam perjalanan bolak balik." Neti melihat Joe yang sudah mengenakan helm dan jaketnya.
"I hate my mom … today" Neti menaiki scooter Joe, memeluknya dari belakang. Tak lama Joe pun tersenyum dan menarik tangan Neti untuk lebih erat memeluknya
"masih sebel sama mommy?" Neti mengencangkan pelukannya hingga membuat Joe tertawa
"I think I love her so much" mereka pun tertawa dan mengendarai scooter.
Mereka sampai di sebuah tempat sate yang sudah sangat terkenal di seantero legian bali, terdapat di Jalan Dewi Sri-legian Bali, sudah banyak mobil yang terparkir di depan kedai tersebut. Neti juga menyukai sate di sini, selain murah, rasa sate mereka berbeda dari sate lainnya. Neti memesan pesanan sate mereka dan menghampiri Joe yang berdiri dan mengobrol dengan seseorang yang sedang mengipasi sate.
Pandangan Neti lalu tertuju pada pasangan keluarga yang baru saja masuk. Seorang wanita berambut panjang yang di jepit tengah, ia mengenakan kemeja biru bermotif garis, lengan pakaiannya di gulung. ia sedang memilih sate, seorang anak laki-laki di sebelahnya ikut memilih sate dan memanggilnya mommy. Suaminya berdiri di sebelah istrinya sedang menggendong seorang anak perempuan, setelah berbicara dengan istrinya, ia berjalan menuju meja makan dan pada saat itu mata Neti bertemu dengannya, Ia tampak kaget bertemu dengan Neti, terlihat dari ia membelagakan matanya, ia menghampiri Neti dan masih tampak tidak percaya melihat Neti di depan matanya. Neti pun tersenyum janggal dan menyapanya
"Dokter Toni…apa kabar?" Toni memalingkan wajahnya dan memanggil istrinya,tak lama Lydia melihat kearah Toni dan memberikan reaksi yang sama seperti Toni. Neti tersenyum pada Lydia yang tampak kaget dan menutup mulutnya.
Neti duduk bersama Lydia dan Toni, Joe dengan senang hati menjaga kedua anak Toni dan Lydia agar mereka punya waktu untuk bicara. Lydia masih menghapus air matanya dengan tissue dan Toni masih melihat Neti dengan ketidakpercayaan.
"kalian apa kabar?" Neti membuka pembicaraan
"kamu selama ini kemana Net?" Tanya Toni tanpa basa basi
"saya tinggal di sini dok"
"terus kamu kerja di RS mana? Kami nyari kamu hampir di seluruh RS di Indonesia tapi gak ada"
"saya sudah tidak kerja di RS lagi Dok, saya melalui masa-masa sulit ketika baru sampai sini,dan kerja di RS bukan pilihan saya saat itu."
"Isaac juga melalui masa sulitnya Net" kata Lydia kemudian.
"setidaknya kamu mengabari kami" Lydia kembali berkaca-kaca mengingat masa itu. Toni mengelus bahu Lydia menenangkannya, Neti memalingkan kepalanya mencoba menahan tangisnya dengan melihat Joe yang sedang menggendong anak Toni dan Lydia.
"apa kamu dan orang asing itu pasangan?" Tanya Toni, Neti mengangguk dan tersenyum singkat. Toni menghembuskan nafasnya dan melihat Neti
"Isaac sangat terpuruk saat kamu nggak ada, dia nyari-nyari kamu kayak orang gila berbulan-bulan, mengingat masa-masa itu membuatku selalu sedih untuk kalian berdua."kata Lydia
"iya,tapi sekarang kan Neti sudah ada pasangannya,dan Isaac juga sudah mencoba dengan pasangan barunya." Toni menghibur Lydia. Sesuatu berdenyit di dada Neti, ia meremas lututnya untuk menahan sakit di dadanya dan mencoba tersenyum janggal.
Tak lama Joe dan anak-anak menghampiri meja mereka bersama pesanan mereka yang sudah datang. Neti mengenalkan Joe kepada Toni dan Lydia dan ia tampak terkejut bahwa Neti pernah menjadi seorang perawat.
"apa kabar teman-teman di sana dok?" Tanya Neti
"sebenarnya kami sudah hampir 1 tahun lebih tinggal di Bandung. Kami sudah tidak praktek di Jakarta" jelas Lydia sembari memberikan sate kepada anak-anak mereka.
"Toni sekarang di RS Dago, Paskalis ke Jerman kalau nggak salah, Dokter Hendrix tahun kemarin meninggal karena covid, dan Isaac juga sudah tidak praktek di sana,dia tinggal di Medan bersama orangtuanya, nggak tau deh sudah balik atau belum,katanya mau balik pas resepsi kita" jelas Lydia
"oh ya kapan resepsi kalian?" Tanya Neti
"bulan depan,kamu bisa datang? Tapi Isaac juga ada di sana" Lydia melihat kearah Joe yang memandang mereka
"it's okay, Joe sudah tahu Isaac siapa dok"
"kalau begitu kalian berdua datanglah ke resepsi kami,nggak banyak kok yang di undang,lagi pembatasan sosial juga." Ajak Toni
"iya,kami cuman ngadain acara sederhana di rumah kami di Bandung" senyum Lydia
"baiklah, kirimkan saja undangannya" Neti tersenyum canggung di depan mereka.
Neti dan Joe pun permisi pulang ketika pesanan mereka sudah datang, Lydia sekali lagi mengatakan pada Neti untuk menghubunginya dan memeluk Neti sebelum mereka berjalan pulang.
"Netii….Neti…. Neti….." Ia tersadar dari lamunannya dan melihat Monica di sampingnya memanggilnya
"mau sampai kapan kamu pegang botol kosong itu?" Tanya Monica, Neti melihat botol kosong di tangannya, ia melihat Monica yang memandangnya bingung.
"sebentar aku ambilkan lagi di dapur" kata Neti lalu pergi ke dapur. Ia memejamkan matanya untuk menahan rasa sakit kepalanya dan berpegangan pada pinggiran wastafel.
"are you alright?" Tanya Joe ketika ia melihat Neti menunduk di wastafel. Neti mengangguk dan memegang kepalanya
"kamu minum berapa gelas?"
"entahlah, mungkin 4." Joe menarik Neti dan melihat wajahnya yang pucat
"kamu istirahat aja di kamar,ayo aku antar" Joe memapah Neti tepat pada saat Monica masuk ke dalam dapur dan kaget melihat Neti
"kamu sakit darling?" Monica menangkup wajah Neti yang terlihat pucat
"hmm, I'm so sorry, padahal ini ulang tahunmu"
"apakah kamu merasa mual?" Tanya Monica lagi
"uhm.. sepertinya tidak."
"oh merci mon Dieu aku belum siap menjadi nenek " Joe tertawa mendengar perkataan Monica
"mom,you too ridiculous.. we're not.. "
"what do you mean? You're never do it? It's been 2 years, she's not virgin Mary!" kaget Monica
"stop it mom" Joe menggeser ibunya dari pintu dan membopong Neti keluar.
Joe mengantar Neti ke kamarnya, ia menarik sebuah selimut dan membaringkan Neti di ranjang.
"Kamu mau aku temenin?" Tanya Joe, Neti menggeleng dan merebahkan dirinya.
"Hanya perlu berbaring sebentar. Kamu temenin mommy aja" senyum Neti.
"are you sure?" tanyanya lagi, Neti mengangguk dan tersenyum untuk meyakinkannya. Joe tersenyum dan mencium kening Neti sebelum meninggalkan kamarnya.
Neti mengadah melihat langit-langit kamarnya yang gelap,dadanya terasa panas dan sesak, selimut ini terasa berat menindih dirinya. Ia menyingkap selimutnya dan bangun menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci wajahnya. Ia melihat pantulan dirinya di depan kaca, dadanya begitu sesak dan air matapun turun di kedua pipinya.
"Isaac mengalami kelainan otot jantung sejak ditinggal dirimu, ia tinggal sendiri di apartement kalian berbulan bulan menunggumu kembali,dan ketika orangtuanya datang mengajaknya pulang ke Medan, ia kembali mendapat serangan jantung dan nadinya sempat menghilang beberapa saat." Toni menjelaskan ketika ia berdua dengan Neti
"aku tau perkara ibunya Isaac sangat membebanimu,tapi lari bukanlah jalan keluarnya Neti,mungkin kamu masih belum bisa mengontrol emosimu tapi percayalah Isaac benar-benar mencintaimu. Ia sudah mengurus perceraiannya dengan mantan istrinya ketika kau tiba-tiba menghilang." Toni menepuk pundak Neti.
Lutut Neti lemas,ia tersungkur di lantai kamar mandi dan menangis meraung,dadanya begitu sakit, ia tidak bisa menyingkirkan Isaac dari hidupnya, 2 tahun sudah berlalu,ia selalu berharap Joe dapat menghapus semua jejak Isaac, tapi sedikit saja kenangan itu datang, dirinya seperti berada di neraka yang menyiksa jiwa dan raganya.
Toni dan Lydia mengadakan jamuan makan malam bersama keluarga dan teman-teman terdekat mereka sehari sebelum acara resepsi pernikahan mereka. Jamuan makan malam itu diadakan di kediaman yang sekaligus tempat resepsi mereka, di hadiri keluarga inti Lydia dan Toni dan teman-teman mereka di RS termasuk Isaac yang membawa serta Lusy sebagai pendampingnya. Toni dan Lydia melihat Isaac yang masih menjaga jarak dan berhati hati pada Lusy. Isaac bahkan tidak pernah terlihat melibatkan Lusy dalam pembicaraan mereka, sehingga Lydia yang harus mengajak Lusy berbicara karena ia melihat Lusy yang tampak minder di lingkungan baru.
"Lenganmu kenapa?" Tanya Isaac ketika melihat lengan Toni yang terluka
"dia snorkling di Bali,waktu di dalam air gak terasa, begitu keluar aku hampir serangan jantung melihat darah becucuran di tangannya" Lydia memutar matanya sambil melihat Toni yang tersenyum sembari mengelus kepala Lydia. Isaac tersenyum janggal melihat kemesraan Toni dan Lydia, ia merasa iri pada mereka, kenapa hanya dirinya yang tidak berakhir bahagia, ia pun meneguk minuman di gelasnya untuk mengobati perih hatinya.
"Kapan kalian ke bali" tanya Lusy
"bulan kemarin, cuman sebentar ngajak anak-anak jalan, kasian setahun di rumah terus"
"Baiklah, sepertinya kita harus kembali ke hotel,ini sudah larut" Isaac bangkit berdiri,mereka bisa melihat Isaac tampak mabuk berat.
"sebaiknya kalian menginap saja, kau mabuk bro" kata Toni
"no no no.... sudah cukup aku melihat kemesraan kalian, dasar tukang pamer!!" Teriak Isaac.
Mereka semua tampak khawatir, Toni memapah Isaac masuk ke ruang tengah dan mengambilkan Isaac penawar alkohol. Isaac tertidur di sofa dan mendengar suara ponsel berdering, dia mencari ponselnya di sakunya tapi bukan ponselnya yang berbunyi, dia bangun dan melihat sebuah ponsel berbunyi.
"bro.. ponselmu..."panggilnya tapi matanya tertuju pada nama di layar ponsel tersebut, seketika rasa mabuknya menguap. Jari tangannya bergetar,ia mengangkat pangggilan tersebut dan mendekatkan ke telinganya
"halo..malam dok" sebuah suara menggema di kepalanya, sebuah suara yang selama ini di rindukannya,hatinya kembali terasa asam dan kecut.
"Haloo dok.." panggilnya lagi, Isaac mencoba mengendalikan suaranya dan mencoba tenang
"it's you? Neti?" bisik Isaac lirih, suara di sebrang sana pun menghilang,Isaac melihat layar ponsel tersebut yang masih dalam sambungan.
"Net.. Neti.." panggil Isaac
"ya "jawabnya, Isaac dapat mendengar suara Neti yang menangis
"Neti..ya Tuhan.." Isaac mendengar suara sambungan terputus,ia melihat layar ponsel yang sudah mati dan menjadi panik
"No..NO...NO..... HALO.. Net...Netiiiiiii" teriak Isaac. Toni yang datang membawa air melihat Isaac teriak langsung menghampiri dan menenangkannya
"apa maksudnya ini? Selama ini kau bisa menghubunginya?" Teriak Isaac, Lydia dan Lusy masuk ke dalam melihat Isaac yang mencengkram baju Toni.
"Isaac!!!..." teriak Lydia lalu melerai mereka
"kalian semua penghianat" teriaknya lagi
"Isaac... tenangkan dirimu" teriak Lydia.
"tenang? Jelaskan bagaimana caranya aku bisa tenang ketika tau kalian yang selama ini menyembunyikannya!!" teriak Isaac lagi, Lydia maju ke hadapan Isaac dan menampar keras pipi Isaac
"you must remember Lusy is here" Lydia mencengkram baju Isaac tapi ia melepaskan tangan Lydia dan tersenyum sinis.
"Kita bicara di tempat lain" ajak Toni dan berjalan menarik Isaac ke ruang praktek Lydia.
Lusy kaget melihat Isaac yang seperti itu. Ia tidak pernah melihat Isaac seperti itu sebelumnya. Lydia menghampiri Lusy dan mengatakan mereka perlu menenangkan Isaac, meminta Lusy mengerti dan menunggu di ruang tamu. Lusy menganggukkan kepalanya,ia tampak sedih dan Lydia dapat memahami Lusy, ia menepuk tangan Lusy seraya menyuruhnya bersabar lalu pergi menyusul suaminya dan Isaac.
"Kami tidak menyembunyikannya, kami juga baru bertemu dengannya ketika kami ke Bali" jelas Toni, Isaac tampak tidak mempercayai omongan Toni dan menggelengkan kepalanya. Tak lama Lydia masuk dan melipat tangannya.
"kau tau kenapa kami memutuskan untuk tidak bercerita padamu?" Isaac mengangkat kepalanya dan melihat mata Lydia yang marah
"she's already happy with other guy Isaac, You have Lusy, so you must move on too Isaac!" Terang Lydia. Isaac berdiri dan melihat kedua temannya tersebut dengan tatapan masih tak percaya.
"Dia akan datang ke resepsi kami besok bersama pasangannya. Kau buktikan sendiri kalau kami tidak berbohong" kata toni yang membuat Isaac menatap nanar ke kedua sahabatnya.
Rumah di jalan Dago asri itu terlihat ramai. Rumah yang dari depan bergaya mediterania klasik itu tidak tampak mewah, bahkan terlihat sederhana dengan cat putih gading. Terdapat papan plang praktek Dokter spesialis penyakit dalam geriatri. Terdapat taman kecil di sebelah kiri begitu memasuki pintu pagar berwarna merah tembaga.
Isaac menunggu di dalam mobilnya. Dia sudah menunggu dari pagi di luar rumah, menantikan kedatangan Neti dan ingin melihat siapa pria yang mendampingi Neti. Pintu kaca mobilnya di ketuk,ia melihat Lusy dan menurunkan kacanya.
"abang mau sampai kapan di sini?" tanya Lusy kesal.
"kamu tunggu di dalam aja"
"apa yang terjadi semalam? Abang bahkan belum cerita sama aku." Isaac membetulkan letak duduknya dan melihat ke arah Lusy
"it's not your bussiness, tunggu aja di dalam." Isaac menutup kacanya yang membuat Lusy makin kesal dan memukul kaca mobilnya sebelum pergi.
Sebuah taksi berhenti di depan mobil Isaac. Seorang pria asing berambut pirang keluar mengenakan jas bewarna hitam, ia memutari taksi dan membukakan pintu di sebelahnya. Seorang wanita turun mengenakan dress one shoulder bewarna senada dengan orang asing tersebut. Rambut panjang ikalnya tergerai di sepanjang bahunya. Ia tersenyum sumringah saat menerima uluran tangan pria tersebut, lalu keluar dari mobil dan berjalan bergandengan tangan masuk ke dalam. Dada Isaac kembali mengeryit sakit, ia meremas stir mobilnya sampai buku-buku jarinya memutih.
Neti duduk 2 meja di depan meja Isaac, ia bersama pria asing itu tampak sangat bahagia. Pria asing itu memberikan jasnya untuk di kenakan di bahu Neti, menatap Neti dengan penuh perhatian ketika Neti menjelaskan sesuatu sambil menunjuk ke arah pelaminan. Ketika acara bersulang bersama, setiap tamu saling memberikan sulang gelasnya, mata mereka pun bertemu, Neti tampak sangat kaget,ia menundukkan kepalanya dan menghindari tatapan mata Isaac yang terus menatapnya dari kejauhan.
Neti berdiri dari kursinya dan meninggalkan mejanya sendirian. Isaac ikut bangkit berdiri dan mengikuti kepergian Neti. Isaac melihat Neti masuk ke sebuah kamar mandi dan dengan cepat Isaac mengganjal pintu kamar mandi itu dengan kakinya yang membuat Neti kaget. Ia menerobos masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu tersebut dari dalam.
Mereka hanya berdua di dalam kamar mandi tersebut, Neti menatap Isaac dengan nanar, ia berusaha mengatur nafas dan perasaannya yang porak poranda.
"Neti.." panggil Isaac, Ya Tuhan mendengar ia memanggil namanya saja sudah membuat Neti hilang akal, air matanya kembali mengembang, ia menatap Isaac, raut wajahnya tampak hancur saat menatap Neti, ia dapat melihat matanya yang berkaca-kaca menatap Neti. Isaac pun maju mendekati Neti
"Dont... don't you do that,just stay there" kata Neti sambil mengulurkan tangannya menghentikan langkah Isaac.
"I still can't accept all of this, aku tahu semua ini karena kesalahanku, aku mohon Net, just come back to me"
"Aku nggak bisa liat kamu dengan lelaki lain, aku masih belum bisa menerimanya."
"Kau juga sudah punya seseorang di sampingmu, just let me go"
"NO...NO...No Net... aku enggak bisa, aku enggak bisa!!." teriak Isaac lalu mendekat dan menangkup wajah Neti. Isaac menempelkan dahinya ke dahi Neti dan mereka berdua menangis, Neti memegang tangan Isaac, meremasnya lalu menatap mata Isaac, pancaran rindu yang selama ini terpendam, dan Neti dapat merasakannya, begitu besar hingga dada Neti menjadi sesak.
Neti menangis sejadi jadinya dan Isaac berusaha menenangkannya dan menghapus air mata Neti, mata dan hidungnya memerah karena menangis, Isaac mengelap air mata Neti di pipinya lalu mencium keningnya.
"Let me go ,let me go."
"Kita tahu bahwa kita masih sangat ingin bersama , lalu kenapa kamu memaksa untuk berpisah?"
"Karena sesuatu yang di paksakan pasti akan berakhir pula. Aku nggak mau nyakitin perasaan orang tua kamu"
"Lalu bagaimana dengan aku, BAGAIMANA DENGAN PERASAANKU , YOU NEVER ASK IT." Isaac meremas tangan Neti dan mengaitkan jari mereka
"I know you still love me, just say it" pinta Isaac. Neti menggeleng, Isaac memaksa Neti melihat ke matanya
"Neti.." panggil Isaac lalu melepas tangannya.
"you broke me, you broke my heart, and I hate you because I still love you,and I hate my self event more for it!" teriak Neti sambil menangis.
Isaac tersenyum lirih, menangkup wajah Neti dan menciumnya, bibir mereka bertemu, seperti magnet yang saling menarik. Jantung Isaac memompa dengan cepat, adrenalinnya mengalir ke dadanya hingga membuatnya sesak. Isaac tidak peduli bila ia mendapat serangan jantung lagi, ia menginginkan Neti, ia tidak pernah menginginkan dan mendambakan sesuatu sampai sesesak dan menderita seperti ini.
Bibir mereka bertautan saling memberi dan menerima,lidah mereka saling membelai satu sama lain, Neti mengaitkan tangannya ke leher Isaac,meremas rambutnya yang sudah panjang dan halus, Pikiran Neti tidak bisa bekerja sama dengan tubuhnya, sudah berkali-kali otaknya mengisyaratkan untuk berhenti, tapi tubuhnya sudah sangat mendambakan Isaac dan ia hanya bisa seperti ini padanya.
Isaac mengangkat pinggul Neti dan mendudukannya di atas washtafel yang membuat Neti tersentak dan melepas ciumannya. Mata merekapun bertemu, Neti bisa melihat kepiluan di mata Isaac ketika menatap dirinya.
Dada Isaac naik turun dan nafasnya tidak beraturan, Neti meletakan kedua tangannya di dada Isaac yang membuatnya teringat akan cerita Toni bahwa Isaac mengalami serangan jantung karena kepergiannya. Hati Netipun terasa di remas, air mata mengembang di pelupuk matanya ketika ia meraba dada Isaac yang kini sudah bernafas teratur.
Tangan Isaac gemetar hebat ketika ia merasakan tangan Neti di tubuhnya. Ia menarik Neti kedalam pelukannya dan menangkup wajah Neti yang seketika membuat air matanya turun di kedua pipinya. Isaac selalu tidak kuat melihat air mata Neti,selalu membuat hatinya hancur kala melihat gadis ini menangis.
"Don't cry please…. Please forgive me…" bisik Isaac lirih sembari menghapus air mata Neti.
Neti tersenyum dan menarik kepala Isaac lalu menciumnya perlahan. Ciuman itu terasa manis dan asin karena air mata Neti. Isaac menyapu bibir Neti seakan-akan ingin menelan semua kepedihan mereka berdua. Ciuman-ciuman panjang yang seakan penuh harap dan kerinduan mereka,yang membuat mereka seakan tidak kenal lelah untuk saling memautkan bibir mereka. tangan Isaac meraba punggung Neti yang membuatnya mengerang dan menarik Isaac untuk menciumnya lebih dalam.
Isaac melepaskan ciumannya, bibir mereka bengkak,basah dan panas. Ia melihat mata Neti yang sama bergairahnya dengannya, ia menangkup wajah Neti dan menempelkan dahinya dan dahi Neti yang membuat nafas panas mereka beradu. Tangan Neti meraba dada Isaac dan turun ke kaitan resleting celana Isaac yang membuat Isaac menatap Neti yang tersenyum dan mengangguk padanya. Isaac pun dengan cekatan mencari letak resleting gaun Neti yang sedetik kemudian membuat sebagian tubuh Neti terbuka dan memaparkan pemandangan yang selama ini Isaac rindukan.
Isaac menggendong Neti membawa mereka duduk di atas toilet dan menciumi leher Neti lalu turun ke payudaranya yang sudah lama ia rindukan. Neti melenguh dan meremas rambut Isaac, tangannya menarik baju Isaac dan mencakar punggung Isaac ketika Ia mengulum puncak payudaranya. Isaac menarik celananya dan mengangkat tubuh Neti yang seketika membuat Neti membelalakkan matanya ketika Isaac memasuki tubuhnya.
Isaac mengeram dan membuka mulutnya, lututnya gemetar ketika merasakan kehangatan yang di rindukannya. Sebuah sengatan mengalir dari pinggul bawahnya menuju ulu hatinya yang membuatnya mengeram dan meremas pinggul Neti yang bergerak di atasnya. Kedua tangan Neti di topangkan ke bahu Isaac, ia mengeram kecil dan menarik Isaac untuk mendekapnya.
Jantung Isaac terpompa cepat, ia mengeram dan menciumi leher Neti yang bergerak di atasnya dan membuat seluruh tubuh Neti bergetar, ia mendesah dan terus memanggil nama Isaac, ia dapat merasakan kerinduan Isaac di dalam tubuhnya yang membuatnya meledak-ledak dan memacu lebih cepat, mereka merasakan desakan itu semakin dekat, Isaac menggerakan pinggulnya dan menarik Neti lebih cepat yang membuatnya menggigit bibir bawahnya dan meremas bahu Isaac, tak lama Isaac mendekap tubuh Neti, mengerang di dalam dada Neti yang membuat mereka terduduk lemas dan saling mengaitkan tubuh mereka.
"I love you... i love you Neti, please don't leave me..." rintih Isaac, ia melepas pelukannya dan menciumnya dengan lembut, Neti memeluk punggung Isaac dan mengusapnya. Ia melepas ciuman Isaac dan tersenyum menatap mata Isaac.
"I love you too.." bisiknya. Isaac merengkuh Neti dalam pelukannya dan menciumi pipinya bertubi-tubi.
Isaac melihat Neti yang sedang memakai kembali pakaiannya, ketika tangannya tidak sampai menggapai resleting, Isaac membantunya dan mencium punggung Neti. Isaac membalik tubuh Neti dan menangkup wajahnya,ia mengelus pipi Neti, Mata mereka saling memandang dan tersenyum satu sama lainnya. Isaac menggesekan hidungnya dengan hidung Neti yang membuat keduanya tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Neti dan mengecup pipi Neti dengan perlahan lalu mencium ujung bibirnya.
"I love you" bisik Isaac, Neti melingkarkan tangannya di pinggang Isaac dan merebahkan kepalanya di dadanya,dia merenggut manja dan merasakan detak jantung mereka yang masih seirama dalam pelukan Isaac
"Ketika aku keluar dari sini,kita akan melupakan kejadian di sini" bisik Neti.
"Tidak adakah jalan untuk kita bersama?" Tanya Isaac lirih
"Bila Takdir mengijinkan kita bertemu kembali, berarti kita harus bersama." Neti melepas pelukannya dan mengusap lengan Isaac lalu naik merangkulkan tangannya di leher Isaac
"Kamu harus jadi Dokter yang lebih hebat lagi, jangan sakit lagi, i always love you, dan kita akan bersama suatu saat nanti" air mata Neti mengalir, Isaac menghapusnya dan mencium Neti lalu memeluknya erat membiarkan Neti menangis di pelukannya.
Acara resepsi tersebut berlangsung meriah, Lydia dan Toni dan kedua anaknya tampak bahagia di pelaminan. Neti dapat merasakan pandangan Isaac yang tidak pernah lepas darinya, sampai ketika ia dan Joe harus pulang. Isaac mengantar kepergian Neti dari jauh, ia dapat melihat sebuah mobil hitam menunggu mereka di depan rumah Lydia. Joe membukakan pintu untuk Neti dan ketika ia memalingkan wajahnya kembali ke dalan rumah,hatinya kembali menjadi sakit. Ia dapat melihat Isaac berdiri melihatnya dari dalam pagar. Neti membalik badannya dan berjalan kembali masuk ke dalan rumah yang membuat Joe bingung. Isaac sedikit terkejut melihat Neti yang tiba-tiba berjalan kembali, seperti magnet,Isaac pun berjalan menghampirinya.
Neti berjalan menghampiri Isaac dan ia berlari kedalam pelukannya. Hati Isaac kembali perih, ia merengkuh Neti dan menelusupkan wajahnya ke pelukannya dan menangis. Neti memeluk erat Isaac dan mengusap punggungnya. Isaac menghapus air matanya dan berusaha tersenyum pada Neti. Ia menggenggam tangan Neti dan mengantarnya ke mobilnya.
Neti dan Isaac saling bergandengan, Isaac membukakan pintu untuk Neti dan mengecup pipinya sebelum menutup pintu. Mata Joe dan Isaac bertemu,ia dapat melihat kerapuhan dan kehancuran di sorot mata Isaac sama seperti Neti yang ia temui 2 tahun lalu. Joe menyadari siapa pria di depannya ini, ia tidak berhak marah pada neti karena selama ini Neti pun tidak pernah mengatakan apa hubungan mereka, Joe memahami perasaan pria di depannya ini, begitu rapuh di hadapan Neti. Isaac hanya mengangguk kecil pada Joe lalu kembali masuk kedalam rumah setelah mobil Neti menghilang dari pandangannya.