Chereads / DAISIES / Chapter 14 - A Real Broken Heart

Chapter 14 - A Real Broken Heart

Dokter Lydia berjalan kearah poli spesialis bersama 2 perawatnya. Setelah 6 bulan cuti untuk pemulihan kini ia sudah bertugas kembali di poli spesialis penyakit dalam. Ia masuk ke dalam ruang prakteknya dan memeriksa rekam medis beberapa pasien yang pernah di rawatnya dahulu dan perawatnya menjelaskan beberapa pasien yang masih melanjutkan kontrol. Lydia mengabsen perawatnya dengan lirikan matanya dan menanyakan di mana Neti. Sontak kedua perawatnya terdiam.

"apa Neti di pindahkan ke bagian bedah?" tanyanya

"tidak dok,Neti sudah 2 hari ini absen" jelas salah seorang perawat. Lydia menutup map pasiennya dan memandang dengan mata menyelidiki ke kedua perawatnya

"absen? Neti tidak pernah absen lho, sakit aja dia masih masuk. Apa ada kabar dia kenapa? Sakit kah?"

"kami sudah coba telpon tapi tidak pernah aktif."

"iya, sepertinya sejak ia di gosipkan dengan dokter Toni, dia langsung menghilang"

"HAH.. gosip apa?" marah Lydia. Para perawat itu pun langsung saling menyikut dan menyesali perkataan mereka.

"di mana dokter Isaac?" Tanya Lydia kembali

"dokter Isaac belum datang dok, terakhir beliau mengantar ibunya keluar dari RS." jawab perawat tersebut. Lydia memejamkan matanya dan menarik nafas.

"tunda jam praktek 30 menit ya" kata Lydia lalu keluar dari ruangannya. Ia berjalan menuju bangsal bedah dan membuka sebuah pintu ruang praktek menemukan calon suaminya sedang menyiram tanaman potnya

"hai honey…" senyum Toni sumringah menyapa calon istrinya.

"can you explain what happen here selama aku tidak ada? Dan ada gosip apa antara kau dan perawat kesayanganku?" Toni membuka mulutnya dan terdiam

"I guess Isaac should be the one explaining all that" jawab Toni.

"and where is he now?" tanya Lydia

"he's….. taking care of his divorce" Lydia terdiam dan sepertinya agak kaget dengan jawaban Toni. Ia duduk di depan Toni dan menaruh tangannya di depan meja melihat Toni dengan wajah yang sedang berfikir

"what? Apa ada sesuatu?" tanya Toni

"no… but.. he's been struggling for 5 years about that,and I'm so surprise finally he diciding "

"yeah I know, sekarang pun dia masih bergumul dengan ibunya soal Neti" ucap Toni yang membuat Lydia melotot

"maksud kamu?" tanya Lydia yang membuat Toni gelagapan

"kurasa lebih baik Isaac saja yang cerita padamu" Lydia bangkit dari kursinya dan melipat tanganya

"dokter Toni,Neti is my ners, aku harus tau apa yang terjadi padanya" Toni pun menyerah bila Lydia sudah keras kepala seperti ini

"they are dating" jawab Toni

"sepertinya sejak kita mulai berhubungan juga"

"kenapa kamu nggak bilang sama aku,setidaknya aku bisa memberi tahu Neti keadaan Isaac sebelum gadis itu … apa dia sudah tahu keadaan Isaac?"

"yes…mantan istri Isaac yang memberitahunya"

"gosh.. poor girl, we should find her" Lydia tampak khawatir dan segera menghubungi Neti

Suara getaran ponsel mengusik pendengaran Isabel, ia mencari ke seluruh kamarnya dan menemukan sumber suara tersebut berasal dari tas ibunya. Ia membuka tas ibunya dan menemukan sebuah ponsel yang bergetar, ia melihat layar ponsel tersebut dan dapat menebak itu ponsel siapa. Ia hendak mengangkat panggilan tersebut tetapi panggilan itu sudah terputus. Isabel melihat sudah puluhan kali panggilan tak terjawab dari orang yang sama. Tak lama ibunya masuk ke kamar dan melihat Isabel yang memegang ponsel Isaac.

"mamak nyimpen ponsel Isaac ?" tanya Isabel

"ah kemarin aku pinjam untuk telpon" jawab ibunya enteng sambil membereskan tasnya

"berarti mamak tau kan Neti nelpon Isaac semalaman, kenapa nggak di kasih tahu? Isaac semalaman menginap di sini, Neti pasti khawatir makanya dia nelpon berkali-kali"

"Godang hian hata ni boru boru on, nasida ndang be dongansaripe, anak hu naeng mulak manang ndang (bawel kali cewek itu,lagi pula mereka bukan suami istri, anakku mau pulang atau tidak bukan urusannya)"

"Dipikir omak, seleleng on Isaac maringanan didia? (memangnya mamak pikir selama ini Isaac tinggal di mana?)" ibunya melihat ke arah Isabel dan membelagakan matanya, Isabel menggelengkan kepalanya dan menarik nafas

"Isaac sudah hampir 40 tahun mak, dia bukan anak remaja lagi, dia berhak mengatur hidupnya sendiri, dengan siapa dia mau menghabiskan hidupnya." Isabel meninggalkan ibunya dan keluar mencari Isaac yang sedang berbincang dengan ayah dan pamannya. Isabel memberikan ponselnya pada Isaac dan mengatakan bahwa Neti mencarinya yang membuat Isaac permisi dari pembicaraan ayah dan pamannya lalu langsung melihat pesan di ponselnya. Semalam ibunya memintanya untuk menginap dan menemaninya sebelum mereka kembali ke Medan yang membuat Isaac lupa untuk mengabari Neti. Ia melihat pesan-pesan Neti semalam yang membuatnya merasa bersalah dan segera menelpon gadis tersebut.

Neti sedang membereskan baju-bajunya, ia sudah lelah dan tidak tidur semalaman karena menunggu Isaac pulang. Air matanya pun sudah tidak bisa keluar lagi, ia sangat sakit hati dan merasa di telantarkan dengan sikap Isaac yang sekarang sudah mengesampingkan dirinya. Ponselnya berdering dan ia melihat Isaac menelponnya, ia merasa sedikit lega tapi tetap harga dirinya membuatnya merasa enggan mengangkat telpon darinya. Neti benci karena pikiran dan hatinya tidak dapat di ajak bekerja sama, ia tidak ingin mengangkat telpon tersebut tetapi tangannya berkata lain.

"halo.. sayang.." entah mengapa begitu mendengar suara tersebut hatinya kembali merenggut dan jiwanya meronta meneriakkan betapa ia merindukan Isaac yang membuat airmatanya kembali turun

"kamu jahat banget sama aku, kamu nggak mikir aku semaleman nungguin kamu? Kamu nggak nelpon,nggak bales chat, kamu kalau mau putus bilang aja" teriak Neti sambil menangis

"iya aku salah,maafin aku ya, semalem aku nemenin mama dan papa aku, mereka balik ke Medan hari ini, kamu jangan mikir macam-macam,nanti sore aku pulang kok" Isaac berusaha menenangkan Neti, ia mengepalkan tangan dan menundukkan kepalanya, rasanya ia ingin sekali segera berlari pulang dan memeluk gadis itu

"kamu nginep di rumah kakak kamu apa di rumah istri kamu! Aku udah baca chat kamu kemarin kalau kamu mau ketemuan kan sama dia" teriaknya lagi yang membuat Isaac menutup matanya dan menarik nafas

"kalau kamu nggak percaya nih ngomong sama kakak aja" Isaac memberikan telponnya pada Isabel yang lewat di depannya. Isabel menggelengkan kepalanya dan mengambil ponsel tersebut, ia menjelaskan pada Neti bahwa benar Isaac semalam menginap di rumahnya karena ibunya yang meminta dan menenangkan Neti bahwa tidak ada Tiur di rumahnya semalaman yang membuat Neti berhenti menangis lalu memberikan ponsel itu kembali ke Isaac

"nanti sore aku anterin mama papa ke bandara dulu trus langsung pulang. Kamu jangan mikir macam-macam"

"pokoknya kalau kamu nggak pulang hari ini, kamu nggak bakal ketemu aku lagi" cetus Neti

"I promise, I'll be home Tonight, I miss you" kata Isaac sambil merendahkan suaranya yang membuat hati Neti luluh

"I miss you too" bisik Neti yang membuat Isaac tersenyum sumringah

Ponsel Isaac berdering ketika ia dalam perjalanan pulang. Ia melihat layar ponselnya yang ternyata Tiur yang menelponnya. Ia mengatakan sudah di depan apartement untuk memberikan surat putusan sidang dan surat kuasa menjual apartement mereka. Isaac mengatakan untuk dititipkan pada kakaknya saja tapi Tiur mengatakan ia datang bersama adiknya untuk mengambil barang-barang karena besok ia sudah berangkat ke Korea.

Isaac menemui Tiur di apartement mereka, ia datang bersama 2 adik laki-lakinya yang akan membereskan barang-barang yang di belinya untuk apartement tersebut sesuai ketentuan akta perjanjian nikah mereka bahwa barang-barang yang di beli sebelum mereka menikah menjadi hak milik masing-masing. Isaac membantu membereskan barang-barang di apartement tersebut dan menurunkan foto pernikahan mereka. Isaac dan Tiur memandang foto tersebut dan terdiam bersama

"ini mau di apakan?" tanya Isaac

"akhirnya setelah 5 tahun kau berhasil menurunkannya, I'll take it, setidaknya aku bisa mengingat pernah mengalami ini semua" Isaac melihat ke arah Tiur yang tersenyum padanya yang membuatnya balas tersenyum

"apa kau akan menikahi Neti dengan adat batak lagi?" tanya Tiur yang membuat Isaac tersentak dan melihat ke arah Tiur

"I don't know, kita belum membicarakan soal pernikahan, menurutku semua ini hanya sebuah institusi omong kosong, semua yang kita lakukan hanya untuk membuat orang-orang bahagia. Saat ini aku hanya akan mengejar kebahagian kami berdua." Jelas Isaac dan memberikan foto itu ke Tiur

"are you sure Neti doesn't want it? Impian seorang wanita menjadi seorang pengantin, apa kau pernah menanyakannya?" tanya Tiur yang membuat raut wajah Isaac berubah menjadi ragu

"bereskanlah barang-barangmu, aku harus segera pulang" kata Isaac sambil keluar dari kamar tersebut

Tiur membereskan barang-barangnya hingga tengah malam, hampir sebagian isi furniture tersebut Tiur ambil dan berikan kepada adiknya. Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, ia melihat Isaac yang kelelahan membantunya dan tertidur di kamar depan. Ponsel Isaac berdering dan Tiur melihat sebuah panggilan video dari Neti, ia tahu bahwa seharusnya ia tidak mengangkat panggilan tersebut, tapi ia tergelitik untuk melakukannya untuk terakhir kali sebelum dirinya pergi.

"hai Neti.." sapa Tiur ketika mengangkat panggilan Neti. Tiur dapat melihat raut wajah kaget Neti yang langsung menjauhkan ponselnya

"Isaac sedang tidur,sepertinya ia kelelahan, aku akan menyampaikan pesanmu besok pagi" senyum Tiur dan tak lama Neti langsung mengakhiri panggilan tersebut yang membuat Tiur sedikit tersenyum puas. Tiur meninggalkan Isaac yang tertidur pulas sendiri didalam apartement tersebut dan segera pergi menuju bandara.

Isaac terbangun dengan perasaan senang pagi ini. Ia melihat ke sebuah amplop coklat yang akan memperbaiki hubungannya dengan Neti. Memang sudah beberapa minggu ini Isaac dan Tiur repot mendesak pengacara mereka untuk mengurus perceraiannya, dan hari ini semua dokumen itu resmi keluar menjadi sebuah akta perceraian, Tiur pun sudah pergi ke Korea,ibu dan ayahnya juga sudah kembali ke Medan, kini tidak akan ada lagi yang menghalangi hubungannya dengan Neti.

Isaac segera merapihkan dirinya untuk berangkat ke RS setelah Toni menelponnya berkali-kali untuk segera datang. Ia menelpon Neti dalam perjalanan ke RS untuk memberitahunya tapi ia tidak mengangkat telponnya. Isaacpun berfikir Neti mungkin sudah berangkat ke RS dan menunggunya di sana.

Isaac mencari Neti di counter perawat begitu sampai di RS tapi tidak menemukannya,lalu ia ke bagian poli spesialis dan matanya mencari-cari keberadaan Neti,hingga seseorang menepuk pundaknya

"dari mana saja kau" Isaac mengenali suara tersebut dan membalik badannya lalu tersenyum janggal

"Hai Li..." Isaac melihat di belakang Lydia hanya terdapat 2 orang perawat dan tidak ada Neti.

"Neti mana?" Tanya Isaac pada Lydia

"that's what i want to ask you! Where is she?" Tanya Lydia dan membelagakan matanya

"what? Maksud kamu gimana?"bingung Isaac

"she's gone Isaac. tidak ada yang tau kabarnya" marah Lydia, salah seorang perawat Lydia mengingatkan bahwa mereka ada pasien yang harus di temui, lalu Lydia mengancungkan jari telunjuknya

"we talk about it latter,kita belum selesai" Lydia pun berjalan pergi meninggalkannya. Isaac masih bingung dan gamang dengan perkataan Lydia, ia mengambil ponselnya dan mencoba menelpon Neti berkali kali tapi tetap saja nomor itu tidak dapat di hubungi.

Isaac berjalan ke ruang dokter dan melihat Toni yang sedang menunggunya dengan gelisah. Isaac menghampirinya dan melihat Toni menggenggam sebuah amplop putih. Entah mengapa tangan Isaac menjadi dingin,ia kembali dapat merasakan sesuatu yang buruk sedang terjadi, dan ia belum menyiapkan hatinya, pagi ini ia hanya menyiapkan skenario untuk berbaikan dengan Neti,tapi tidak bila keadaannya terbalik

"Ku harap kau menyiapkan dirimu" kata Toni sambil menyerahkan amplop putih tersebut

"ini surat dari Neti, dia mengundurkan diri." Kaki Isaac serasa di tabrak oleh sebuah mobil,ia tidak dapat menopang dirinya, Toni sampai harus membawakan Isaac kursi agar ia duduk. Isaac membuka amplop tersebut dan membaca surat pengunduran dirinya. Surat tersebut di tulis dengan tangan dan Isaac dapat melihat bekas tetesan air matanya.

"Aku sudah membawa apa yang dia inginkan" kata Isaac dengan tatapan kosong. Ia segera berdiri dan mengambil kunci mobilnya

"where you going?" Panggil Toni tapi Isaac sudah berlari keluar.

Isaac tidak bisa berfikir, ia mengendarai mobilnya dan kembali ke apartementnya, berharap semua ini hanya lelucon sesaat. Ia membuka pintu apartement dan mencari Neti di setiap sudut ruangan kecil itu dan memanggil nama Neti. Isaac membuka lemari baju Neti dan mendapati semua pakaiannya sudah tidak ada. seketika ia merasa seperti di lempar batu besar, Ia berusaha menenangkan diri dan duduk di tepi ranjang, ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menghubungi nomer Neti yang masih tersambung tetapi tidak di angkatnya. Ia menelpon Isabel menanyakan apakah Neti menghubunginya tetapi kakaknya juga tidak mengetahuinya. ia memukul kasur dan berteriak lalu menenangkan dirinya untuk berfikir, ia segera berdiri dan pergi membawa kunci mobilnya.

Mobil Isaac terparkir di depan kostan Neti, ia keluar dan langsung menuju kamar Neti,pintu itu terkunci, Isaac mengetuk pintu itu dan memanggil Neti tapi tidak ada jawaban. Ia mengetuk pintu itu sampai ia harus menggedornya dan meneriakkan nama Neti. Seseorang keluar dari kamar sebelah dan mengatakan Neti sudah tidak tinggal di sana sejak lama.

Isaac terus menelpon ke ponsel Neti tapi ia tetap tidak mengangkatnya, ia mengendarai mobilnya kembali ke RS dan mengutuk dirinya di sepanjang jalan. Toni dan Lydia menunggu Isaac di ruang prakteknya ketika Isaac kembali dengan wajah kusut dan putus asa

"dia tidak ada dimana-mana, kemarin aku masih bisa menghubunginya dan aku katakan akan segera pulang" Isaac duduk dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal

"memang kau kemana saja?" Tanya Lydia

"aku mengurus berkas perceraianku dan semalam Tiur membereskan barang-barangnya di apartement dan aku ketiduran"

"kau bermalam bersama Tiur ?"

"no… dia hanya membereskan barang-barangnya,aku ketiduran dan dia pergi"

"menurutmu dia akan percaya?" cibir Lydia

"what do you mean?" Isaac menatap tajam kearah Lydia yang membuat Toni menengahi mereka

"sudah-sudah kita tunggu sampai besok, kalau tetap tidak ada kabar, lebih baik kita lapor polisi" saran Toni yang membuat Isaac memalingkan wajahnya

Isaac pernah merasakan di tinggalkan oleh Tiur, tapi saat itu yang tersisa hanyalah rasa amarah,tidak sesakit sekarang karena apa yang dia rasakan sekarang adalah rasa sakit kehilangan, ia kehilangan separuh dirinya. Sudah 3 bulan sejak Neti tidak bisa di hubungi dan tidak ada yang tahu di mana keberadaannya. Isaac dan Toni sudah melaporkan kehilangan Neti ke polisi sejak 1 hari setelah kehilangannya tapi dari pihak kepolisian pun belum bisa menemukan keberadaan Neti.

Isaac duduk di tepi ranjang menatap sinar matahari yang perlahan menyelinap di balik gorden. Ia melihat ke sekeliling ruangan apartement yang sepi tanpa kehadiran Neti, ia menatap frame foto Neti yang tersenyum pada dirinya,kamar yang sebelumnya penuh dengan canda tawa dan hangatnya pelukan ciuman Neti, kini bagaikan ruang kosong dan hampa. Isaac semakin gila memikirkan kembali kenangan mereka di kamar tersebut dan berteriak sekencang kencangnya berharap rasa sesak di dadanya menghilang.

Neti benar-benar membuat Isaac menggila, ia tidak bisa memikirkan hal lain selain menemukan di mana dirinya. hari demi hari tanpa Neti terasa berat baginya membuatnya sering mengalami sesak nafas. Dr.Reza tidak mengizinkannya melakukan operasi untuk sementara waktu karena ia tahu kondisi mental Isaac sedang tidak stabil, tetapi dia masih di perkenankan datang ke RS untuk jam praktek.

Isaac akan berkeliling Jakarta mencari Neti, ia sudah menghubungi semua teman-teman Neti tapi jawaban mereka sama,mereka juga tidak pernah mendapat kabar dari Neti. Hari ini terasa sangat melelahkan bagi Isaac, ia telah berkeliling dan bolak balik ke kantor polisi mencari Neti tapi tetap tidak membuahkan hasil. Ia membuka bajunya dan merebahkan dirinya di kasur dan mencoba memejamkan matanya, Isaac terbangun karena sesak yang di rasakannya tidak tertahankan, ia membuka pintu apartementnya mencoba mencari udara segar tapi tak lama pandangannya kabur dan ia terjatuh.

Isaac mengenali suara-suara ini, bau alkohol dan cairan disinfektan, ia membuka matanya dan langsung menatap lampu yang begitu terang di depan wajahnya. Tirai di depannya tersingkap dan benar dugaannya dia berada di IGD RS. Stephanie menghampiri Isaac dengan wajah iba dan mengambil kursi untuk duduk di sebelahnya

"aku sungguh tidak menyangka kau akan kembali ke sini lagi, ini sudah yang kesekian kalinya kau pingsan dan di bawa ke sini. Berat badanmu turun drastic bro, kau harus memikirkan dirimu." Celoteh Stephanie

"i'm fine,ini cuman kecapean. Aku akan pulang setelah infus ini habis." Kata Isaac

"KAU TIDAK BOLEH PULANG DAN TINGGAL SENDIRI" Toni menyingkap tirai, Isaac dapat melihat Toni yang terburu-buru datang kesini. Ia masih mengenakan celana tidur dan kaos singletnya,wajahnya merah karena marah, ia menutup tirai agar tidak ada yang melihat mereka

"apa Lydia membangunkanmu?" Tanya Stephanie

"YES DOKTER STEPHANIE, ini jam 2 subuh,seharusnya kau menelponku bukan Lydia,kau sudah tau dia sedang hamil kan. Dan kau..kauuu.. kauuuuu, cukup Isaac aku tidak akan membiarkan kau tinggal di sana sendiri. Kalau kau masih mau tinggal sendiri kau harus menjalani prosedur untuk kesehatanmu" marah Toni kepada mereka berdua, Stephanie menggumamkan maafnya dan memalingkan wajahnya.

"kau pikir siapa dokter jantung terbaik yang ada di sini?"

"it's not time to show up Isaac, dalam 3 bulan ini kau mengalami gejala serangan jantung lebih dari 3 kali. Kau harus di cek lebih lanjut,berat badanmu pun turun drastis dalam 3 bulan"

"aku tahu aku baik-baik saja, aku tau tubuhku sendiri dokter Toni! Aku mau pulang." Kesal Isaac dan mencabut infusnya, Stephanie memberikan kapas alkohol dan memplester tangan Isaac.

"she's not coming back again Isaac, hadapi kenyataan, seluruh manusia tidak ada yang tau dia di mana, bukan hanya dirimu, aku dan Lydia juga mencarinya" ucap Toni ketika Isaac beranjak pergi. Isaac membalikkan tubuhnya, wajahnya penuh amarah dan ia mencengkram baju Toni

"SHE WILL COME BACK….. SHE WILL COME BACK…." Teriak Isaac membahana di ruang IGD. Stephanie melerai Isaac dan berusaha menenangkannya. Matanya berkaca kaca, Toni memandangnya dengan iba, ia tahu Isaac berusaha menyangkal dirinya.

"jaga omonganmu, dia akan kembali dan aku yakin itu" Isaac mengacungkan jari telunjuknya pada Toni dan melepaskan tangan stephanie yang menahannya lalu pergi meninggalkan IGD

"kurasa kita harus memberi tahu keluarganya, dia butuh psikiater" kata Stephanie sambil menatap kepergian Isaac.

"kau sudah melakukan tes EKG padanya?" tanya Toni

"ya,kami juga sempat melakukan eco ketika dia pingsan"

"bawa hasilnya besok kepadaku,jangan beritahu Lydia dulu sampai kita tahu pastinya." Stephanie mengangguk lalu melihat kearah Toni

"ini benar-benar keadaan terburuk Isaac, dia tidak seperti ini ketika ditinggal Tiur, sepertinya lebih baik melihat dia bergonta ganti pasangan daripada melihatnya bolak balik pingsan masuk IGD."

Stephanie mengetuk pintu ruang praktek Toni, ia membuka pintu tersebut dan mendapati kakaknya Lydia sedang duduk di atas meja dengan atasannya yang terbuka dan sedang melenguh dengan kepala Toni berada di antara kedua kaki kakaknya

"OH SHITTT MY EYES.." teriak Stephanie, Lydia menarik bajunya dan menengok ke belakang,begitu juga Toni yang langsung membenahi pakaiannya. Stephanie membanting pintu tersebut dan menunggu di depan pintu. Tak lama Lydia keluar dari ruangan dengan wajah memerah dan melihat marah kearah Stephanie

"it's hospital Lyd "bisik Stephanie

"I know.. salah siapa yang menelpon suamiku ketika hormonku sedang naik, I'm pregnant"

"oh… Don't blame your hormone,you're always do."

"watch your mouth little sis,dan tunggu 5 menit lagi baru kau masuk ke dalam." Lydia mengedipkan matanya dan berjalan pergi meninggalkan Stephanie yang mencibir di belakangnya.

"you can come in" kata Toni yang tak lama keluar dari pintu dengan wajahnya yang juga memerah,lalu membukakan pintu untuk Stephanie.

"ada perubahan signifikan pada hasil EKG tapi hasil econya bagus, kurasa ini bukan serangan jantung" jelas Stephanie sambil menyerahkan hasil foto ECO dan EKG milik Isaac. Tonipun melihat grafik EKG tersebut dengan teliti

"terlalu cepat untuk menyimpulkan itu bukan serangan jantung, Isaac sudah sering mengeluh sesak nafas dan berat saat mengambil nafas." Toni berfikir dan melihat catatan medis Isaac

"paru-parunya sedikit ada flex ? dia merokok? Sepertinya aku tidak pernah melihatnya merokok"

"dia berhenti merokok ketika bersama Neti, that girl changes Isaac lot to be more better." Stephanie berkaca-kaca ketika mengucapkannya

"he's just like my own brother, aku sedih melihatnya seperti ini, kita harus melakukan katerisasi*." Saran Stephanie

"melihat dirinya sekarang seperti ini, menurutmu dia mau kita masukan selang ke jantungnya?" Stephanie menggeleng lalu dia teringat sesuatu

"aku tahu ada orang yang bisa membujuknya, dan Isaac pasti tidak akan menolaknya" senyum Stephanie

"NO…NO…NO…NOOO.." teriak Isaac di ruangnya. Toni dan Stephanie berdiri terdiam di depan pintu melihat Lydia yang bertolak pinggang berdebat dengan Isaac

"YES AND YOU MUST ISAAC! TONI BILANG SUDAH LEBIH DARI 3X KAU MENGALAMI SERANGAN JANTUNG!" Lydia membalas teriakan Isaac, seorang perawat mengetuk dan melongok perlahan melihat apa yang terjadi

"tidak apa-apa,ada kami sebagai wasit" bisik Stephanie dan menyuruh perawat itu pergi

"I'm fine Li.. look at me, aku masih segar bugar, kemarin aku hanya kelelahan"

"hasil EKG mu tidak baik, kami hanya mau memastikan kau akan sehat bugar selalu. Listen Isaac, I know you tired , so do us, kami juga tidak menyerah mencari Neti,tapi kau juga harus sehat,kalau kau ternyata penyakitan, bagaimana bila kau tidak sempat bertemu Neti kembali?" Lydia menurunkan suaranya dan membujuk Isaac. Ia tampak berpikir sejenak dan memejamkan matanya.

"baiklah,tapi aku mohon hanya kita berempat saja yang tahu dan dokter Reza,tidak ada dokter atau perawat lain yang tahu" Lydia,Toni dan Stephanie pun tersenyum sumringah mendengar keputusan Isaac.

"bagaimana Isaac bisa luluh dengan perkataan Lydia?" Tanya Toni ketika mereka berjalan keluar dari ruangan Isaac

"oh.. Lydia itu cinta pertamanya Isaac" senyum Stephanie. Toni menghentikan langkahnya dan mengerutkan keningnya

"WHAT???" teriaknya kearah Stephanie yang tiba-tiba menutup mulutnya.

Isaac tertidur akibat efek obat bius yang di suntikan saat katerisasi berlangsung. Dr.Reza dan Toni yang melakukan prosedur tersebut, Stephanie dan Lydia juga ikut memantau hasilnya. Toni melihat Isaac yang tertidur pulas, ia tahu beberapa bulan ini ia tidak pernah tidur nyenyak dan makan-makanan yang layak, Isaac bahkan tidak lagi bermain futsal yang di cintainya.

Pintu kamar Isaac terbuka,Lydia memanggil Toni untuk keluar karena Isabel sudah datang. Lydia membawa Isabel,Toni dan Stephanie ke dalam ruangannya untuk menjelasan hasil katerisasi Isaac.

"he had stress cardiomyopathy*, kelainan otot jantung karena Neti." Lydia membuka pembicaraan yang membuat semua orang bingung

"Neti?" Tanya Isabel

"yes, Neti" Lydia membuka kacamatanya dan duduk di kursinya

"aku sudah melihat catatan medisnya, Isaac mengalami 3 kali serangan jantung dalam 3 bulan terakhir ketika ia sedang keliling mencari Neti, perasaan putus asanya meningkatkan adrenalinnya karena stress. Tekanan darahnya meningkat dan dadanya akan sesak lalu dia akan selalu berakhir di IGD."

"Oh my God, his heart stop because it's grief for Neti, Isaac benar-benar patah hati" kata Stephanie lirih Isabel tampak terdiam,ia tampak syok mendengar penjelasan Lydia dan Stephanie

"lalu apa yang harus kita lakukan untuk kesembuhan Isaac?" Tanya Isabel yang kini sudah berlinang air mata. Mereka semua terdiam dan berusaha untuk tidak menatap wajahnya.

"tidak ada yang bisa kita lakukan,semua itu tergantung dari dirinya sendiri" jawab Lydia lirih

"apa yang akan terjadi jika dia terus seperti ini?"

"Isaac akan mengalami gagal jantung" celetuk Toni tiba-tiba yang membuat semua orang melihat ke arahnya

"kita harus segera menemukan Neti, atau jantungnya benar-benar berhenti tanpa kita ketahui" kata Toni yang membuat Isabel menutup wajahnya dan menangis. Lydia dan Stephanie ikut menangis dan memeluk Isabel bersama.

Isabel menelpon kedua orangtuanya dan memberitahu keadaan Isaac yang sebenarnya. Di luar dugaannya, ibunya masih tetap menyalahkan Neti karena dirinyalah anaknya jadi sakit. Isabel benar-benar tidak habis pikir pada ibunya, kenapa ia sama sekali tidak mengenal putranya sendiri.

"Dang hea mama berpikir, ise do na Mambonsirhon Neti maninggalhon Isaac? Molo halaki sirang denggan, Isaac dang marsahit songon on (mamak apa tidak pernah berfikir, siapa yang menyebabkan Neti meninggalkan Isaac? mungkin bila mereka berpisah baik-baik Isaac tidak akan sakit seperti ini)"

"Bah, au dang Palaohon boru-boru i, holan hu dokhon molo au omak nya, hu boto do na denggan tu ianakhon hu, isaac sai manangihon hata hu (lho,aku enggak ngusir gadis itu kok, aku hanya bilang kalau sebagai ibu,aku tau yang terbaik buat anakku,dan Isaac selalu mendengarkan kata-kataku)" bela ibunya

"mamak tau Isaac sudah tidak praktek selama 3 bulan ini dan hanya mencari Neti seperti orang gila , mamak nggak kasihan sama anak sendiri, kita akui saja, gadis itu membawa Isaac yang lebih baik, dia nggak pernah merokok,minum-minum atau main perempuan lagi. Karir dia juga jadi lebih cemerlang karena Neti."

"Aha, lupa ho ibana songoni do tingki sirang sian Tiur (apa kau lupa dia juga seperti itu ketika pisah dengan Tiur)" jawab ibunya yang membuat Isabel benar-benar putus asa pada ibunya

"mak,dokter bilang jantung Isaac bisa benar-benar berhenti berdetak kalau ia stress tentang Neti kembali, Isaac bisa mati mak!" kesal kakaknya dan mematikan telponnya.

Isaac pulang dan melihat 2 orang mengeluarkan barang-barang dari unit apartementnya. Ia segera berlari dan melihat kedua orang itu sedang membereskan barang-barang Isaac

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?" Teriak Isaac. Ia melihat salah satu orang tersebut adalah pemilik unit apartement, ia menghampiri Isaac dengan wajah iba padanya

"kami harus mengosongkan kamar ini dok "

"kau gila ya, aku kan sudah bayar sewa selama 2 tahun!" marah Isaac

"kami cuman di suruh ngosongin tempat ini dok,dan retensi dari biaya sewa akan kami kembalikan" kata orang tersebut

"siapa yang nyuruh kalian" teriak Isaac

"papa yang suruh" tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Isaac, ia membalik tubuhnya dan melihat ayahnya berdiri di ambang pintu apartementnya dengan ibunya di belakang ayahnya.

"Cukup Isaac, kamu tidak bisa berada di sini terus, kamu akan pulang bersama kami" kata ayahnya

"kakakmu sudah cerita soal kondisimu" sambungnya dengan raut wajah sedih

"nggak sekarang pa, aku masih nunggu Neti"

"dia enggak akan balik,ngapain kau nunggu orang yang enggak bakal balik" teriak mamaknya

"kalian tau apa soal hidup aku, dia akan balik ,dia enggak bakal ninggallin aku, kami sudah janji" teriak Isaac, ia melihat seseorang mengambil sebuah frame foto Neti dari meja nakas,matanya membelagak dan dadanya kembali sesak

"JANGAN BERANI KAU SENTUH ITU" teriak Isaac, ia merenggut frame foto tersebut dan hendak mengacungkan pukulannya, ayah Isaac berusaha menarik tubuh Isaac yang hendak memukul pria tersebut. Dada Isaac semakin sesak ia tidak bisa bernafas,mulutnya terbuka berusaha untuk bernafas dan sedetik kemudian ia sudah tak sadarkan diri yang membuat kedua orangtuanya berteriak.

"Denyut nadinya hilang,panggil dokter Toni " teriak Stephanie ketika Isaac di larikan ke IGD, ia naik ke atas tubuh Isaac,menekan dadanya berusaha memberikan CPR, ia menekannya berkali-kali sambil berteriak memanggil nama Isaac

"bangun Isaac, Isaac... dokter Isaac... bangun..." teriaknya, tak lama Toni datang bersama dokter Reza dengan tergesa dan menyuruh menyiapkan defibrilator. Toni melakukan kejutan jantung tapi tetap denyut nadinya tidak kembali,ia mencoba kembali tapi tidak ada perubahan, ia melepaskan alat tersebut dan memukul dada Isaac

"BANGUN ISAAC, BANGSAT KAU, BANGUN, KAU BELUM MENEMUKAN NETI, GET UP YOU FUCKING BASTARD" teriak Toni sembari memukul kencang dada Isaac, orang tua Isaac menangis dan menutup wajah mereka karena tak sanggup melihat keadaan Isaac, Stephanie sudah menangis di samping orangtua Isaac tapi sesaat kemudian layar monitor itu berdetak,sebuah grafik kecil menyala di monitor. Toni memejamkan matanya dan tersenyum

"aku tahu kau enggak menyerah buat dia" bisik Toni di sebelah Isaac. Ia menyuruh perawat untuk menyuntikkan obat pada Isaac dan memindahkannya setelah 1 jam di pantau. Dr.Reza menenangkan kedua orang tua Isaac dan membawa mereka bersama Stephanie ke lounge RS.

Tubuh Isaac terasa hangat, samar-samar ia seperti mendengar sebuah suara yang selama ini di rindukannya. Perlahan ia membuka matanya dan melihat Neti yang duduk di atas pangkuannya dengan rambut terurai dan baju tidur favoritnya. Isaac bisa mencium wangi manis dari shampoo Neti yang ia sukai. Bibir Neti merenggut seperti setiap dirinya marah pada Isaac yang menurut Isaac ia terlihat menggemaskan.

"sayang bangun...sayang..." panggil Neti lalu mengguncangkan bahu Isaac yang perlahan membuka matanya dan tersenyum menyentuh pipi Neti

"kamu tidur kayak nggak nafas bikin aku kaget" Neti memukul dada Isaac.

"Emang aku tidur berapa lama?"

"Kamu seharian tidur,suara nafas sampai nggak kedengeran. Makanya kalau maen bola jangan kelewatan" Isaac tertawa,ia sangat rindu mendengar celotehan gadis ini. Ia merengkuh Neti dalam pelukannya dan menelusupkan wajahnya ke pelukan Neti sehingga ia bisa menghirup wangi dirinya.

"Maafin aku ya,maafin aku.." tiba-tiba Isaac menangis di pelukan Neti dan semakin lama semakin keras tangisannya. Neti melepas pelukan Isaac dan melihat bingung ke Isaac yang menangis sesegukan. Ia menghapus air mata Isaac dan mencium pipinya.

"kamu kenapa sih? cup cup... tenang dulu ya" Neti mengelus wajah Isaac dan menenangkannya, setelah berhenti menangis ia melihat Neti kembali,ia menggenggam tangan Neti dan menciumnya.

"Aku tahu aku salah,aku tahu aku udah menyakiti kamu tapi aku sudah lakuin yang kamu mau,please jangan tinggalin aku" Isaac tiba-tiba memberikan Neti sebuah amplop yang ada di tangannya. Neti mengambilnya dan membuka amplop tersebut, ia tersenyum sumringah memeluk Isaac dan menangis bahagia.

"Jangan tinggalin aku please.." Isaac kembali menitikan air matanya

"i love you" bisik Neti di telinga Isaac. Ia menangkup wajah Isaac dan air mata jatuh di pipinya.

"I love you" bisiknya lagi lalu tersenyum. Isaac menggenggam tangan Neti yang terasa dingin. Isaac melihat tangan Neti yang dingin dan menggengamnya dengan kedua tangannya

"tangan kamu kok dingin" Isaac mengadahkan kepalanya dan tiba-tiba Neti sudah menghilang. Ia melihat sekelilingnya yang kini hanya sebuah ruang kosong dan ia pun membuka matanya.

Alarm monitor ICU berbunyi,Toni yang tertidur di samping Isaac terbangun. Ia melihat Isaac yang membuka matanya,alisnya mengerut dan ia mengatupkan mulutnya

"tekanan darahnya terus naik dok" kata salah seorang perawat

"dia mengalami mimpi buruk, ya Tuhan Isaac sadarlah Isaac...." teriak Toni

"suntikan dobitamine, kita harus memberitahu keluarganya bersiap untuk sesuatu yang buruk" kata Toni

Kedua orangtua Isaac dan Isabel berkumpul di ruangan praktek Lydia. Toni menjelaskan bagaimana keadaan Isaac saat ini dan meminta agar mereka semua mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Isabel menutup mulutnya seakan tidak mempercayai apa yang di dengarnya,ia tidak menyangka adiknya akan sampai seperti ini

"Tuhan Jesus hu, aha do nangkiningan na nidok ho I dok, Isaac anak hu, Ho do anak hu na burju anak hasian hu. Malum ma ho amang, (Tuhan Yesusku, apa yang baru saja kamu katakan dok, Anak ku yang baik anakku yang ku sayangi. Sembuh lah kau anak ku.)" tangis ibunya Isaac, ayahnya mencoba bersikap tenang tapi tidak bisa menyembunyikan air matanya yang sudah mengembang di pelupuk matanya, ia menenangkan istrinya yang sudah menangis kencang yang membuat Lydia dan Toni ikut menangis bersama mereka.

Suara monitor ICU yang berbunyi memekakan telinga Isaac. Perlahan ia membuka matanya dan melihat seorang perawat di sebelahnya

"Netiii" panggilnya lirih. Perawat itu melihat ke depan wajah Isaac yang segera di ketahuinya itu bukanlah Neti. Perawat itu tak lama pergi meninggalkan Isaac, ia melihat ke cahaya terang di atas kepalanya,begitu menyilaukan,mimpi itu begitu menyilaukan,ia bahkan bisa mencium wangi Neti. Isaac tersenyum sinis dan air mata keluar di pelupuk matanya.

Seseorang masuk ke dalam ruangan ICU, Isaac dapat melihat ibunya masuk dan berdiri di sampingnya. Sebelum masuk,Toni berpesan pada semua anggota keluarga Isaac agar tidak memprovokasi Isaac tentang Neti. Kalau bisa jangan mengungkit soal Neti terlebih dahulu. Ibunya menahan tangis dan menyadari kesalahannya,apa yang menurutnya baik,ternyata tidak selalu baik untuk putranya.

"Mak.."panggil Isaac lirih. Ibunya mengangguk dan mengelus pipi putranya

"Isaac anak hu… maaafin omak mu ya amang… maafin omak (Isaac anakku.... maafin mamak ya nak. Maafin mamak)" ibunya menangis dan Isaac perlahan mengangkat tangannya. Ibunya Isaac meraih tangan Isaac dan menggenggamnya lalu menangis menyesal di depan anaknya.

*) Kateterisasi jantung adalah prosedur pemeriksaan medis untuk mendeteksi gangguan atau kelainan pada jantung. Pemeriksaan ini dilakukan dengan alat bantu kateter yang berupa selang tipis dan panjang yang dimasukkan menuju jantung melalui pembuluh darah

*) Stress Cardiomyopathy, Penyakit Akibat Patah Hati atau broken heart syndrome yang Bisa Berujung Kematian. merupakan suatu kardiomiopati yang ditandai dengan disfungsi ventrikel kiri yang terjadi secara akut