Chapter 5 - 5

Aku berhenti menggerakkan kedua kaki kala berhadapan dengan sebuah pintu batu yang menjulang teramat jangkung, akhirnya. Pintu ini berukiran sesuatu yang tak dapat dipahami oleh otak udangku. Satu-satunya yang sanggup aku cerna ialah ukiran-ukirannya artistik nian. Mekanisme pintu ini dibuka dari atas. Lengkara bagi manusia mana pun untuk mengangkatnya tanpa mantra.

Lanskap sebuah ruang yang luas dan didominasi oleh batu pun tampak selepas aku selesai mengucap mantra. Di balik pintu batu yang kokoh ini sewajarnya gua pada umumnya, hanya tidak digenangi air dan bebatuannya berwarna putih berkilauan.

Spektakuler! Mencengangkan!

Aku adalah individu dengan semangat apresiasi yang tinggi. Meski sudah kutonton setiap hari 24/7 jam, aku tetap tidak bisa untuk tidak melongo.

Di tengah-tengah gua, ada sebuah batu persegi panjang yang cukup besar. Batu itu dikelilingi oleh asap es yang tidak akan pernah hilang. Biarpun kelihatan seperti es solid yang manusia mana pun tidak sanggup menyentuhnya lebih dari satu menit, sebetulnya batu itu cukup aman. Disebutkan sekali, yaitu pada adegan tokoh utama perempuan sedang terluka berat dan memulihkan kondisinya dengan berbaring di atasnya. Batu itu tidak dapat menyembuhkan luka, hanya berfungsi memulihkan mana. Tokoh utama perempuan kehilangan sebagian besar mananya setelah tidak sengaja terlibat dalam perkelahian melawan Raja Iblis. Benda-benda milik orang suci tentu di atas luar biasa. Pemulihan mana oleh batu itu terjadi dalam sekejap. Selepas mana terisi, tokoh utama perempuan menyembuhkan diri menggunakan kekuatan sucinya.

Aku berjalan menuju batu itu. Sebelum merebahkan diri di atasnya, kulepas semua hal yang melekat di tubuh. Aku tidak memiliki kebiasaan tidur bugil sebelumnya. Ini adalah kebiasaan milik Aeris yang kemudian aku ikuti. Kontras dengan apa yang nampaknya dingin, rasa hangat langsung menyelimuti kulitku dan menerobos ke setiap titik energi.

Batu ini satu-satunya tempat tidur di kamar---aku lebih suka menyebutnya dengan gua---orang suci. Sembarang makhluk tidak dapat menempatinya. Kekuatannya minimal setara dengan kekuatan orang suci untuk dapat mengkonversikan suhu dingin yang dihasilkan menjadi kehangatan. Kalau tidak, alih-alih membawa manfaat, energi yang dipancarkan akan menghancurkan organ dalam.

Kedua mataku memang terpejam, tetapi aku tidak berancana untuk tidur. Lagi pula, orang suci tidak perlu tidur. Lebih tepatnya, orang suci tidak perlu hal-hal bersifat duniawi untuk melangsungkan hidup. Namun, sebelum menjadi orang suci, mereka dulunya adalah manusia biasa.

Mereka sebenarnya masih perlu makan dan mengeluarkan kotoran, tetapi substansinya sedikit berbeda. Orang suci makan energi, tetapi aku tidak tahu apa itu. Pastinya, dengan aku menggeletak di atas batu ini, bisa dibilang aku sedang makan. Orang suci mengeluarkan segala jenis kotoran dalam tubuh dengan cara berendam di kolam ajaib. Semakin hitam dan bau airnya menjadi, semakin banyak pula kotoran dalam tubuh. Kotoran di sini maksudnya adalah hal-hal terkait kenajisan alam fana. Air kolam ajaib yang biasanya hampir tidak berwarna dan berbau waktu aku menceburkan diri, pernah satu kali berubah sedikit kehitaman, tetapi tidak berbau.

Pada hari itu juga, aku habis makan roti. Sebelumnya, aku tidak pernah makan apa pun selain energi. Oleh karenanya, aku berkesimpulan demikian.

Sebagai perempuan perkotaan berusia 25 tahun yang terbiasa hidup di bumi abad ke-21, hidup tanpa ponsel dan internet tak jauh berbeda dengan mimpi buruk. Pada periode awal datang ke dunia ini, aku benar-benar penat sepenat-penatnya. Aku hanya memiliki kepribadian yang menyendiri, oke? Bukan berarti aku suka tidur dan tidak melakukan apa-apa. Untung aku menjadi Aeris. Setidaknya, kesendirianku di gua intensif akan eksplorasi mantra yang sama sekali tidak ada di duniaku sebelumnya! Mari aku tunjukkan beberapa trik!

Aku menggumamkan beberapa kata seraya beranjak dari tidur. Tak lama, sebuah harpa kecil berlapis emas berbentuk U muncul dalam genggamanku dari ketiadaan.

Mulutku mengkomat-kamitkan beberapa kata yang berbeda dari sebelumnya dan gaun ungu berbahan tulle menutupi tubuh telanjang bulatku sampai ke mata kaki. Rambut polosku yang semula menjuntai leluasa kini penuh kepangan dan ornamen kembang-kembang. Aku memutar tubuh. Gaunku pun dengan luwes bergoyang mengikutinya.

Untuk saat ini, aku hanya bisa melakukan kedua trik itu. Awalnya, aku mengira hanya dengan sekuat tenaga membayangkan suatu objek, lalu ta-da, mantraku berhasil! Tidak semudah itu kawan, masih ada hal lain. Aku belum mengerti apa itu. Kedua mantra tersebut muncul tanpa dilakukan oleh hal itu sebenarnya merupakan keberuntunganku saja.

Aku tidak tahu afinitas suci apa yang Aeris miliki. Dalam novel, hanya diceritakan milik tokoh utama perempuan. Aku sendiri juga tidak tahu cara mengeceknya.

Milik tokoh utama perempuan adalah tipe ruang. Afinitas suci ini merupakan yang terkuat sebab dengan memilikinya, dia dapat memanipulasi beberapa afinitas lain. Seharusnya, orang suci hanya dapat mengendalikan satu. Afinitas-afinitas yang dioperasikan olehnya antara lain ruang itu sendiri, waktu, dan roh. Tiga afinitas suci diembat, lho, rakus sekali!

Karakternya terlalu Mary Sue. Aku benci ini.

Dalam gua, ada sebuah kolam. Inilah kolam ajaib. Dangkal, tetapi cukup dalam untuk berenang dan bermain air. Aku sama sekali tidak bisa berenang, untung Aeris bisa.

Aku menatap seorang perempuan yang balik menatapku di tepi kolam dengan tatapan kompleks. Apa mungkin keadaanku saat ini merupakan hadiah dari Tuhan atas ketidakadilan yang benar-benar tidak seberapa dalam kehidupanku sebelumnya? Bahwasanya karakter Aeris merupakan karakter impianku. Semua hal yang tidak aku miliki, dia memilikinya. Semua hal yang tidak dapat aku lakukan, dia dapat melakukannya. Sejujurnya, aku masih ragu ... jangan-jangan aku sedang bermimpi .... Siapa yang tahu bahwa sejatinya aku belum mati, hanya jatuh koma?

Akan tetapi ....

Byurr

Rasa dingin air kolam ajaib ini menjangkau inci terdalam sarafku ....