Setelah kedua orang misterius itu pergi, tiba-tiba lampu menyala seperti biasanya. Semuanya terlihat terang, Cio yang tadinya istirahat keluar karena ia mendengar ada suara keributan.
"Tuan anda kenapa?" Teriak Cio dari pintu. Ia berlari ke arah Tuannya. Cio langsung mengangkat tubuh Arfha dan membawanya masuk ke dalam.
"Sebaiknya kita obati luka Tuan di dalam saja" Ucap Cio.
Arfha kelihatannya sangat lemah, Cio langsung membaringkan tubuh Arfha di atas sofa. Cio kemudian mengambil kotak obat, ia mengobati luka di wajah Arfha.
"Arghhh" Arfha meringik kesakitan, ia mengelus celah bibirnya yang masih mengeluarkan darah.
"Siapa yang sudah berani menyerang Tuan malam-malam begini?" Tanya Cio sambil membersihkan luka Arfha.
"Awww ... Pelan-pelan Cio" Ucap Arfha.
"Maaf Tuan!" Ia kemudian melanjutkan mengobati luka di tangan Arfha, beberapa menit kemudian sudah selesai "Saya mau menaruh kotak obatnya dulu Tuan" Ucap Cio, ia kemudian bergegas.
Arfha mengangguk, namun Arfha bingung kenapa ada orang yang menyerang dirinya. Ia bahkan tidak sempat melihat wajah kedua orang itu. Bagaimana caranya untuk mengenali mereka.
"Tuan ini saya bawakan air hangat" Cio membawa satu gelas besar air hangat, ia menaruh di atas meja.
"Terimakasih Cio"
"Sama-sama Tuan!" Cio duduk di samping Arfha, karena dia penasaran ia kembali bertanya tentang kejadian yang tadi.
"Tuan Maaf jika saya terlalu banyak bicara. Bisakah Tuan menjelaskan kronologi yang tadi?" Lanjut Cio.
"Saya juga tidak tahu begitu jelas. Tiba-tiba saja lampu mati dan dua orang muncul dengan pakaian serba hitam. Mereka tiba-tiba menyerang saya begitu saja. Tapi saya tidak dapat mengenali wajah mereka berdua karena mereka menggunakan topeng dan suasananya sangat gelap" Arfha menceritakan semuanya, ia menghayati ceritanya.
"Apakah Tuan ada musuh tersembunyi?" Tanya Cio kembali.
"Jika saya mempunyai musuh, kamu adalah orang yang pertama kali mengetahui siapa musuh saya" Jawab Arfha.
"Maaf Tuan!" Lagi-lagi Cio Minta maaf, karena tidak ada kata yang lebih pantas di ucapkan.
"Sudahlah ... Sebaiknya kita lupakan masalah ini. Ini sudah larut malam, kamu istirahat saja duluan" Arfha meminta Cio untuk istirahat terlebih dahulu.
"Tidak Tuan! Sebaiknya saya disini saja menjaga Tuan. Karena saya takut terjadi sesuatu lagi"
"Saya tidak kenapa-kenapa Cio"
"Saya disini saja Tuan"
"Besok kita akan pergi, jadi kamu harus istirahat total. Karena besok kamu akan menyetir seharian, saya lebih khawatir jika kamu membawa mobilnya sambil memejamkan mata" Dalam keadaan seperti ini saja, Arfha masih bisa bercanda. Cio tertawa kecil, ia kemudian pergi untuk istirahat.
Arfha menghelai napas panjang, ia kembali teringat sama kejadian yang tadi. Suara jarum jam terus berputar pada porosnya. Tanpa di sadari Arfha tidur lelap di atas sofa.
Mimpi buruk.
Arfha mimpi tentang sesuatu, didalam mimpinya itu ia berada di tempat yang sangat gelap sekali. Tidak ada cahaya, tidak ada lampu, tidak ada apapun. Tempat itu sangat menakutkan, Arfha berlari sendirian, ia seperti di kejar-kejar oleh seseorang. Didalam mimpinya, Arfha kelihatannya sangat ketakutan sekali, keringat panas dingin bercucuran di sekujur tubuhnya. Ia mencari seseorang untuk membantu dirinya, tetapi tidak ada siapapun.
"Dimana aku" Teriak Arfha dengan kedua bola mata berkeliling. Arfha merasa putus asa, ia menatap ke atas langit dengan harapan ada keajaiban yang mengeluarkan dirinya dari kegelapan. Tubuhnya seketika terjatuh, kedua tangannya menyentuh tanah.
Secara perlahan ia mengangkat kepalanya, ia melihat ada kaki yang sedang berdiri didepannya "Siapa itu?" Batin Arfha, ia mulai penasaran. Arfha melihat dari ujung kaki sampai atas. Betapa terkejutnya Arfha melihat sosok Alma beridiri didepannya menggunakan baju serba putih.
"Alma" Gumam Arfha, ia berusaha bangun, ia berharap Alma bisa membantu dirinya. Tiba-tiba api mengelilingi Arfha, entah dari mana asalnya.
"Alma tolong aku" Teriak Arfha, ia benar-benar ketakutan. Namun Alma tidak bergerak sama sekali, ia hanya berdiri seperti patung. Menampakkan senyuman manisnya.
Keringat panas dingin semakin banyak keluar dari tubuh Arfha, ia menangis seperti anak kecil. Didalam mimpinya itu Arfha merasa bersalah atas apa yang ia perbuat di waktu dulu.
Ia mengulurkan tangan, bermohon kepada Alma "Tolong aku Alma, jangan hukum aku seperti ini aku mohon" Ucap Arfha, dirinya seperti seorang pengemis. Namun Alma tetap terdiam seperti biasanya. Hanya bisa menampakkan senyumnya yang penuh kecewa.
Tersadar.
Arfha bangun dari tidurnya, kedua bola matanya berair, tubuhnya berkeringat, ia seperti baru selesai olahraga. Ia melihat sekelilingnya, dirinya masih berada di apartemen mewah. Ia terlihat sangat ketakutan sama seperti di mimpinya.
"Ternyata aku mimpi buruk. Tapi kenapa mimpi aku aneh sekali? Apakah ini semua ada kaitannya sama masa laluku?" Gumam Arfha.
Ia masih terbayang-bayang sama senyum Alma, tidak bisa di hilangkan begitu saja. Senyuman itu seperti memberikan tanda kalau dia sangat kecewa.
"Ini sudah kesekian kalinya aku mimpi bertemu sama Alma. Tapi kenapa mimpi kali ini sangat menyeramkan sekali. Sebaiknya aku segera menyelesaikan masalahku sama dia" lanjut Arfha.
Pagi hari.
Ternyata Arfha hanya tidur sekejap, pagi ini dia sudah siap-siap mau pergi ke kantor polisi. Ia tidak mau membuat Aletta jauh dari orangtuanya. Namun luka di wajahnya belum kering, masih terlihat memar, begitu juga ditangannya.
"Tuan Maaf saya bangun terlambat" Ucap Cio dengan rasa bersalah.
"Tidak mengapa Cio. Kamu bangun seperti biasanya, hanya saja saya yang terlalu pagi siap-siapnya"
Kedua bola mata Cio berkeliling, ia seperti mencari sesuatu "Kamu kenapa Cio? Apakah ada sesuatu yang hilang?" Tanya Arfha.
"Dimana anak gadis itu Tuan?" Tanya Cio.
"Dia masih di kamar. Sebentar lagi saya membangunkan dia"
"Arghhh ... Aku pikir anak itu hilang lagi" Ucap Cio sambil mengelus dadanya.
"Kamu tenang saja, anak itu aman" Arfha Kemudian pergi ke kamarnya, ia melihat Aletta masih tidur dengan lelap. Arfha mendekati Aletta, ia duduk disampingnya. Memandangi wajah Aletta membuat dirinya kembali teringat sama Alma.
"Ya ampun kenapa setiap kali aku melihat anak ini, pikiranku terus mengarah ke Alma" Gumam Cio.
"Ibu ... Ibu ... Ibu" Aletta terbangun, orang yang pertama kali ia cari adalah ibunya. Ini pertama kalinya Aletta tidur tanpa pelukan Alma. Rasanya pasti berbeda, seperti ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.
"Sayang kamu sudah bangun" Ucap Arfha dengan senang, ia menyambut Aletta dengan senyuman ramah.
"Aku mau sama ibu" Ucap Aletta.
"Ya sayang, sini paman gendong dulu" Arfha mengulurkan tangannya.
Aletta langsung menempelkan tubuhnya, ia merasa nyaman berada di pelukan Arfha "paman aku mau sama ibu" Ucap Aletta berulang kali.
"Ya sayang, kita akan menemui ibu kamu hari ini"
"Beneran"
"Benar sayang"
Padahal suara Aletta belum terlalu jelas berbicara, tapi Arfha paham sedikit demi sedikit yang di ucapkan oleh Aletta.