Beberapa menit kemudian Arfha sampai di apartemen, ia melihat Aletta tidur dengan lelap "Arghhh... ternyata anak ini ngantuk berat. Pantas saja dia meminta saya untuk membawanya pulang. Sebaiknya besok saja saya pergi ke kantor polisi" Gumam Arfha.
Di dalam ruangan.
Arfha tidak mungkin membiarkan Aletta tidur di luar. Ia kemudian masuk ke dalam kamarnya, ia melihat tempat tidurnya sudah rapi.
"Sebaiknya anak ini tidur di kamar saya dulu" Ucap Arfha. Ia menarik bantal dan merapikannya kembali, secara perlahan Arfha mengangkat tubuh Aletta. Kepalanya terlebih dahulu menyentuh bantal. Tidak lupa Arfha menyelimuti Aletta menggunakan selimut hangat miliknya. Ia kemudian mematikan lampu, karena ia tidak mau Aletta terganggu.
Luar rumah.
Arfha menyendiri di luar rumah, ia duduk di atas kursi empuk tepat di depan apartemennya. Suasana pusat kota membuat dirinya teringat tentang masa lalunya bersama Alma.
"Bagaimana kabar Alma?" Batin Arfha bertanya-tanya.
Ternyata ia menyimpan rindu yang sangat berat, teringat dengan kebersamaan di waktu lalu, teringat tentang masa-masa indah di saat mereka bersama. Semua itu masih tersimpan rapi di memori Arfha.
Akan tetapi kenapa dia tidak langsung saja mencari Alma ke rumahnya? Untuk apa dia bertanya sama diri dirinya sendiri? Jika memang benar dia masih mencintai Alma pasti ia akan berjuang kembali merebut hati Alma.
"Apa yang harus aku lakukan? Jika Aku pergi menemui Alma apakah dia mau melihat wajahku lagi? Aku tidak yakin Alma mau bertemu, aku sangat tahu bagaimana sikap Alma. Dia pasti sangat membenci diriku saat ini" Gumam Arfha. Merenung sendirian, membuat Arfha seperti orang yang tidak waras.
"Tuan!" Sapa Cio.
Arfha menoleh, setelah itu ia membuang pandangannya. Cio merupakan sekertaris Arfha yang sangat baik, ia begitu setia menemani Arfha sampai saat ini. Ia bahkan tidak pernah membuat Arfha kesusahan.
"Mau sampai kapan Tuan terus merasa bersalah seperti ini?" Tanya Cio dengan lembut, ia sangat memahami Tuannya.
"Entahlah Cio, saya juga bingung sama diri saya sendiri" Jawab Arfha dengan cuek. Ia bersikap seolah-olah baik-baik saja, padahal sebenarnya ia rapuh. Ia bingung bagaimana mencurahkan perasaannya yang sebenarnya.
"Sebaiknya Tuan segera selesaikan masalah ini. Jika Tuan terus berdiam diri di tempat itu akan membuat Tuan semakin sakit"
"Jujur saya sebenarnya ingin bertemu sama dia. Tapi saya tidak yakin dia mau melihat wajah saya"
"Tuan tidak baik menyimpulkan sesuatu yang belum terjadi. Bagaimana bisa Tuan yakin seperti itu, padahal Tuan sendiri belum mencobanya"
"Cio jika kamu berada di posisi saya saat ini, apa yang akan kamu lakukan?"
Cio teridam sejenak, mencerna pertanyaan Arfha. Beberapa saat kemudian ia kembali tercengang dan menjawab dengan bijaksana "Saya akan pergi ke rumah wanita itu. Didepannya saya mengakui semua kesalahan saya di masa lalu. Terserah dia mau menerima permintaan maaf saya atau tidak. Karena saya memang pantas menerima hukuman dari dia".
"Benarkah kamu akan melakukan hal itu?"
"Ya Tuan! Karena saya tidak mau terus di hantui oleh masalah yang saya buat sendiri. Saya tidak bisa memaafkan diri saya jika saya belum menyelesaikan masalah saya"
"Terimakasih Cio, kamu memang laki-laki berani. Tidak seperti saya, laki-laki pengecut"
"Tuan bukan laki-laki pengecut. Saya sangat mengerti dengan kondisi Tuan. Ini memang tidak mudah, tapi saya yakin Tuan pasti bisa melewati ini semua"
"Semoga saja"
"Sebaiknya Tuan istirahat dulu, karena ini sudah larut malam"
"Saya belum mengantuk Cio"
"Apakah Tuan mau saya buatkan Kofi?"
"Tidak usah, biarkan saya sendiri dulu"
"Baiklah Tuan! Kalau begitu saya permisi" Cio kemudian meninggalkan Arfha, ia pergi ke kamarnya untuk istirahat.
Sedangkan Arfha masih berpikir keras, ia merenungi perkataan Cio yang tadi "Sebaiknya aku pergi menemui Alma. Cio memang benar, aku harus segera menyelesaikan masalah ini" Ucap Arfha, ia kelihatannya semangat sekali.
Malam semakin larut, namun Arfha masih belum mau masuk. Ia masih duduk menikmati dinginnya angin malam. Tiba-tiba lampu di apartemen Arfha mati, semuanya terlihat sangat gelap. Ia sama sekali tidak bisa melihat apa-apa.
"Aneh! Kenapa lampu tiba-tiba bisa mati" Ucap Arfha.
"Duarr!" Suara lemparan terdengar sangat keras, entah itu suara apa?.
"Siapa itu?" Arfha bangun dari duduknya, ia melihat ada dua orang sedang berlari didepannya. Dua orang itu langsung menyelinap.
"Siapa itu?" Batin Arfha, perasaannya tidak enak. Arfha menggunakan senter handphonenya untuk menemukan dua orang yang tadi di lihatnya.
Arfha melangkahkan kakinya ke halaman, kedua bola matanya berkeliling. Ia tidak berani lengah, takutnya orang itu menyerang dirinya secara tiba-tiba.
"Keluarlah ... Kenapa kalian bersembunyi" Teriak Arfha.
"Meong... meong... meong" seekor kucing keluar dari semak-semak.
"Arghhh... kucing ini membuat saya kaget saja" Ucap Arfha sambil mengelus dadanya "Sebaiknya saya masuk ke dalam" Lanjutnya.
Di saat Arfha melangkahkan kakinya, tiba-tiba dari arah belakang ia di serang. Pundak Arfha di pukul dengan keras "Arghhh...!" Arfha meringis kesakitan.
"Kedua orang misterius itu keluar, mereka berdua menggunakan baju serba hitam. Wajahnya di tutup, hanya kedua bola matanya yang terlihat. Mereka langsung menyerang Arfha secara bersamaan.
Untung saja Arfha bisa menghindari serangan kedua orang itu. Ia langsung menangkis dengan tangannya. Mereka berkelahi Serius, salah satu orang itu terkena pukulan Arfha. Kakinya hampir di lumpuhkan, namun ia bisa melawan.
"Sialan ... Siapa kedua orang ini? Kenapa tiba-tiba dia menyerang saya?" Arfha curiga, karena selama ini ia tidak mempunyai musuh. Ini baru pertama kalinya dirinya di serang oleh orang asing.
Karena lengah, kaki Arfha di tendang membuat Arfha tidak bisa bangun. Tubuhnya di tekuk "Sebaiknya kita habisi saja dia" Ucap dua orang itu.
Arfha tidak mau kalah, ia tidak akan membiarkan dirinya ditindas. Meskipun ia kesakitan, ia berusaha bangkit dan melawan serangan yang tidak henti-hentinya. Ia mengeluarkan semua jurus andalannya. Ia menahan tubuh orang itu dan yang satunya di tendang habis-habisan.
Ia menghajar kedua orang itu hingga babak belur. Karena merasa dirinya kalah, kedua orang misterius itu berlari meninggalkan tempat Arfha.
"Mau lari kemana Kalian" Arfha mengejar mereka, tetapi hanya sampai depan gerbang saja. Karena ia tidak kuat berlari jauh. Wajah Arfha babak belur, bibirnya berdarah. Di pinggir matanya lebam.
"Awww... sakit sekali" Gumam Arfha.
Setelah kedua orang misterius itu pergi, tiba-tiba lampu menyala seperti biasanya. Semuanya terlihat terang, Cio yang tadinya istirahat keluar karena ia mendengar ada suara keributan.
"Tuan anda kenapa?" Teriak Cio dari pintu. Ia berlari ke arah Tuannya. Cio langsung mengangkat tubuh Arfha dan membawanya masuk ke dalam.
"Sebaiknya kita obati luka Tuan di dalam saja" Ucap Cio.