"Diam bawel, sebaiknya kamu diam di tempat ini dan tunggu sampai aku datang kembali"
Karena tidak mau berdebat panjang lebar, Alma mengikuti apapun perintah Arfha. Karena percuma juga ia membantah. Alma duduk di kursi besi tepat di ruang tunggu sambil melihat langkah Arfha.
Tepat di ruang resepsionis, Arfha bertanya "Permisi apakah disini ada dokter spesialis khusus untuk menangani luka ringan?" Tanya Arfha.
"Mohon maaf Tuan, kebetulan dokternya lagi tugas di luar kota. Tapi jika Tuan mau di tangani oleh dokter umum dengan segera kami menghubungi" Jawab resepsionis.
"Apakah dia bisa menangani dengan baik?" Arfha terlihat sangat tidak yakin, padahal Alma hanya tergores sedikit saja.
Resepsionis itu tersenyum ramah, ia menyadari kalau Arfha ini bukanlah laki-laki sembarangan. Dari penampilannya saja, resepsionis ini bisa menilai kalau Arfha ini laki-laki yang sangat cerdas dan higienis.
"Tuan tenang saja, karena rumah sakit ini terkenal memiliki banyak dokter yang ahli. Jadi Tuan tidak usah khawatir"
"Baiklah kalau begitu!!"
"Tuan bisa isi formulir ini dan setelah itu silahkan tunggu di depan ruang nomor 01 ya"
"Baiklah"
Arfha kemudian kembali menemui Alma "Tuan anda di panggil" Ucap salah seorang perawat.
"Mari" Ajak Arfha.
Ruang dokter umum.
Arfha dan Alma masuk ke dalam,ia melihat dokter umum bernama Dr. Tirta sedang duduk sambil melihat beberapa catatan. Melihat ada pasiennya, ia segera melepaskan pekerjanya dan fokus.
Dr. Tirta menyambut dengan ramah Arfha dan Alma "Selamat datang! Silahkan duduk".
Kebetulan kursi yang ada didalam ruangan dr. Tirta ada dua, pas untuk dua tamu. Namun ada sedikit kejanggalan di dalam hati Arfha, ia merasa risih melihat dr. Tirta sedari tadi menatap Alma.
"Ecehmmmm" Arfha berpura-pura mendehem.
"Apakah Tuan mau minum?" Tanya dr.tirta.
"Tidak!!" Jawab Arfha dengan cuek.
"Kalau begitu apakah saya bisa langsung memeriksa kondisi pasien? Tanya dokter Tirta "Siapa sebenarnya yang sakit?" Lanjutnya bertanya.
"Saya dokter" Jawab Alma sambil mengangkat tangannya.
"Oh anda, tunggu sebentar saya mau mengambil alat pemeriksaan dulu"
Beberapa menit kemudian dokter Tirta kembali, ia kemudian melihat tangan Alma yang terluka "Ini tidak terlalu berbahaya" Ucap dokter Tirta.
"Tidak berbahaya bagaimana? Jelas-jelas tangan pacar saya luka parah. Pokoknya saya tidak mau tahu anda harus memberikan pengobatan terbaik. Kalau bisa luka ini harus sembuh sekarang juga" Sambung Arfha dengan nada ketus.
"Sayang kenapa berbicara seperti itu" Bisik Alma dengan suara lembut.
Dokter Tirta benar-benar merasa lucu sama perkataan Arfha. Mana bisa luka sembuh dalam sekejap "Aneh banget ini orang. Memangnya saya ini tukang sihir bisa menghilangkan luka dengan sekali baca mantra" Batin dokter Tirta.
"Mohon maaf dokter, dia memang suka mengada-ada kalau bicara. Tolong jangan di masukkan ke dalam hati" Ucap Alma.
"Tidak masalah Nona!"
"Tunggu dulu!!" Ucap Arfha.
"Ya ada apa Tuan?" Tanya dokter Tirta dengan heran.
"Sebaiknya anda jangan menyentuh tangan pacar saya"
"Bukankah saya mau mengobati luka Nona ini"
"Ya tapi saya tidak mau tangan anda itu menyentuh pacar saya. Sini biar saya saja yang mengobatinya"
"Tapi Tuan?"
"Sayang" Ucap Alma, ia merasa malu sama sikap Arfha yang terlalu berlebihan.
"Sebaiknya kamu tidak usah berobat disini, karena aku juga bisa mengobati kamu"
"Tapi bukankah kita sudah terlanjur datang kemari. Tidak enak sama dokter"
"Sebaiknya kita pulang saja"
Tanpa basa-basi Arfha menarik tangan Alma, ia langsung keluar dari ruangan dokter Tirta. Sedangkan Alma ingin minta maaf, karena ia tahu kalau dongeng Tirta kecewa sama sikap Arfha.
Dokter Tirta menggelengkan kepalanya, ia benar-benar merasa di permainkan. Seumur hidupnya, baru pertama kali ini ia menemukan ada pasien super aneh. Namun mau bagaimana lagi, ia tidak jadi memberikan pengobatan untuk Alma.
"Kasihan sekali Nona itu, seandainya aku jadi pacarnya mungkin aku tidak akan sanggup hidup bersama laki-laki posesif" Gumam dokter Tirta.
Di luar ruangan.
"Sayang kamu kenapa bersikap seperti anak kecil? Aku sangat malu sama sikap kamu yang tadi"
"Aku tidak suka saja dokter itu ramah sama kamu. Apalgi dia terus saja melihat kamu. Pokoknya kamu tenang saja, aku sudah menelpon sekertaris Cio untuk membelikan obat untuk tangan kamu. Nanti aku yang mengobatinya"
"Ya ampun sayang, namanya juga dua dokter. Tuntutannya harus ramah sama semua pasien dan itu hal yang sangat wajar"
"Pokoknya aku tidak suka titik dan satu lagi kamu tidak boleh membela dokter itu didepan aku" Ucap Arfha.
Alma terdiam, ia menundukkan wajahnya sambil menaikkan bibirnya "Baiklah tuan Arfha yang baik hati"
"Nah gitu dong, kalau seperti ini kamu semakin terlihat manis"
"Gombal"
"Aku serius sayang"
"Tapi tangan aku sakit"
"Aku tahu kamu pasti ingin di manja"
"Tidak juga!"
"Beneran?" Arfha mencubit hidung Alma.
"Geli sayang"
"Geli tapi kamu senang"
"Sayang ini" Alma cemberut.
"Maaf sayang. Kamu jangan ngambek gitu. Ya sudah kita akan obati dulu luka kamu" mereka berdua kembali ke mobil.
Didalam mobil.
Arfha dan Alma duduk didalam mobil. Setelah itu ia mengobati luka di tangan Alma "Bagaimana? Apakah rasa perihnya sudah berhenti?" Tanya Arfha.
Alma mengangguk "Ternyata kamu jago juga dalam hal ini"
"Jelas jago, bukankah aku selalu bilang sama kamu, aku bisa melakukan apa saja. Kecuali menaklukan hati ibu dan ayah kamu"
"Aku yakin kamu juga bisa melakukannya" Alma meyakinkan Arfha.
"Tapi rasanya susah sekali. Karena pendirian ibu dan ayah kamu itu sangat kuat. Hatinya itu seperti dibentengi oleh dinding yang sangat kokoh. Tidak bisa di robohkan oleh sembarang orang" Ekspresi Arfha terlihat sedih, karena ia berkata apa adanya.
Alma mengelus tangan Arfha "Sepertinya kamu mulai lemah"
"Kamu salah Alma! aku berkata seperti ini bukan karena lemah, melainkan aku ini menyadari betapa hebatnya ayah dan ibu kamu"
"Maksud kamu? Sungguh aku sama sekali tidak mengerti"
Arfha tersenyum manis "Nanti juga kamu akan mengerti. Oh ya kamu mau makan apa hari ini?"
"Aku paling tidak suka ketika berbicara serius, tetapi lawan bicara saya langsung mengalihkan pembicaraannya"
"Aku bukannya mengalihkan Alma. Hanya saja semuanya butuh waktu untuk kamu memahami semuanya"
"Terserah kamu saja" Alma memalingkan wajahnya dengan kedua tangan sambil mendekap.
"Eummm...ngmabek lagi" Ucap Arfha, ia berusaha untuk merayu Alma.
"Tidak!" Jawab Alma dengan satu kata.
"Jelas-jelas kamu ngmabek"
"Habisnya kamu itu nyebelin"
"Nyebelin tetapi ngangenin"
"Pokoknya aku mau kamu traktir aku makan di tempat yang sangat mewah"
"Baiklah Nona Alma, bisakah anda menyebutkan restauran termewah di tempat ini?"
"Siap! Ikuti perintah dari Nona Alma" Ucap Alma dengan sangat gembira.
Arfha meminta sekertaris Cio untuk menjalankan mobilnya. Mereka keluar dari rumah sakit pusat kota.