Chereads / Mr.Punishment / Chapter 19 - Make a Distance?

Chapter 19 - Make a Distance?

Satu minggu kemudian.

Kabar pernikahan Dave dan Lisa telah menjadi topik hangat sejak diumumkan beberapa hari lalu. Merupakan berita besar tentunya melihar dari betapa besarnya nama Wj Group di kota ini.

Lisa telah mematikan ponselnya yang terus bergetar dikarenankan notifikasi yang tak hentinya datang. Berbagai macam pujian tentangnya yang di kemas manis oleh media membuatnya tidak karuan, antara malu juga tidak suka. Sementara Dave kian sibuk di perusahaan di sela persiapan pernikahannya.

Jessy tak hentinya menggoda Lisa di kediaman Wilson. Dikarenakan Lisa telah keluar secara paksa dari apartement dan Dave yang terus memaksanya tinggal di kediaman William, membuat Lisa tak punya pilihan lain selain tinggal sementara dengan kakaknya. Jane dan Andrea memperlakukannya dengan sangat baik, membuat Lisa merasa lebih nyaman.

"Apa aku perlu ikut denganmu? Aku juga ingin bertemu dengan Dave William lebih dekat." Jessy tengah sibuk membuka lemari pakaian. Pagi ini Dave akan membawa Lisa mencoba gaun pernikahannya, dan Jessy sudah membangunnya dengan semangat sejak pagi tadi.

"Kau akan melihatnya nanti." Lisa menjawab asal. Matanya fokus melihat ke layar laptop, menonton sesuatu.

Jessy menutup lemari pakaian dengan kesal, tidak menemukan sesuatu yang dia inginkan. "Maksudku, aku perlu mengujinya seberapa baik dia sebagai calon suami adikku. Dan, hei ! apa pakaianmu hanya celana pendek, kaus besar, dan jaket-jaket ini? Terlebih lagi, mereka berwarna hitam semua." Jessy bersedekap didepan Lisa, rautnya terlihat kesal.

"Apa yang kau harapkan? Gaun warna merah muda? Itu bukan gayaku." Lisa menjawab, matanya tetap fokus ke layar laptop.

Jessy menatap Lisa heran. Bagaimana bisa dengan sifat dan gaya adiknya itu membuat seorang Dave, pria pemilik ketampanan sempurna menyukainya. Dan sejak kapan mereka saling mengenal? Semantara Lisa hanya terlihat seperti anak remaja biasa, tidak berdandan, tidak menarik, juga tidak seksi. Tidak mungkin dia menggoda Dave bukan?

"Kau tidak pernah menjawabku sebelumnya, bagaimana kau bertemu Dave? Kapan? Sudah sampai mana hubungan kalian?" Jessy bertanya antusias, duduk disamping Lisa yang masih fokus menonton.

"Di hotel." Lisa menjawab pendek.

"Pertemuan pertama, dan kalian sudah bermain ke hotel?" Jessy menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, tidak percaya bahwa Lisa, adiknya yang terlihat pendiam ternyata tidak seperti yang dia kira.

"Ya."

"Lalu, apa yang kalian lakukan?" Jessy kembali bertanya, nadanya semakin antusias.

Lisa melihat Jessy sekilas, kemudian kembali menatap layar laptop. Ingatannya kembali saat pertemuannya dengan Dave di lift hotel pada malam tahun baru. Dia yang tidak sengaja menabrak dan membuat mereka berdua dalam posisi yang tidak biasa.

Jessy berdecak sebal, pertanyaan kembali diabaikan. Sekarang dia sungguh penasaran dan adiknya itu malah kembali bungkam. "Jadi, bagaimana rasanya menjadi calon nyonya William?" Jessy kembali bertanya.

"Kau ingin mencobanya? Aku dengan senang akan memberikannya padamu." Lisa menjawab datar, malas menanggapi. Tepatnya dia sama sekali tidak berniat menjadi Nyonya William itu. Mungkin jika mereka memang menikah karena saling mencintai, dia akan bisa menjawab lebih baik.

"Benarkah?"

Lisa menatap Jessy yang kini terlihat sangat antusias. Lihatlah tampang konyolnya. Dia baru menikah dengan Dalen tidak lama, dan masih menginginkan Dave? Lisa menghembuskan napasnya keras.

"Jadi bagaimana kau menaklukkan Dave William? Bukankah kabarnya dia bersikap sangat dingin? Dia juga menghadiri banyak acara perjodohan, tapi tidak ada yang membuatnya tertarik. Kabar lain juga mengatakan dia dekat dengan seorang wanita sejak mereka kuliah, apakah Dave sudah melupakannya?" Lisa terdiam mendengar kalimat terakhhir Jessy.

Dave menyukai wanita lain? Apakah dia kekasihnya? Atau Dave dicampakkan oleh wanita itu lalu memaksa Lisa menikahinya?

Entah mengapa Lisa merasa sedikit kecewa, juga sedih didalam hati kecilnya.

....

Pukul sepuluh pagi, Dave datang menjempu Lisa. Jane menyuguhkannya teh hangat sementara menunggu Lisa bersiap-siap.

Lisa mematut dirinya didepan cermin. Jassy memaksanya memakai dressnya. Tidak buruk, tidak terlalu pendek dan berwarna hitam, Lisa bisa menerimanya. Dia mengikat sepatu sneakers hitamnya. Jessy sempat berceloteh memaksanya memakai sepatu hak tingginya, juga memintanya berdandan lebih tebal, tentu saja Lisa tidak akan mendengarkan.

Lisa turun lima menit kemudian. Dave tersenyum senang saat melihat Lisa datang. Lisa tersenyum kecil membalasnya. Jane menganter mereka sampai ke depan pintu.

Langit terlihat cerah, tanpa awan yang terlihat mengganggu. Jalanan juga tidak terlihat lancar, tidak menghambat laju mobil. Dave melihat Lisa yang dudu disampingnya yang diam tidak bersuara sejak tadi. Pandangannya terus melihat keluar jendela mobil.

"Kita akan ke butik pribadi milik keluargaku." Dave memulai percakapan.

Dia berusaha menahan diri untuk tidak memeluk Lisa sejak tadi. Sejak turun dari tangga keluarga Wilson matanya tidak henti menatap Lisa. Hanya karena kata-kata Lisa yang memperingatinya agar tidak menyentuhnya tanpa izinnya satu pekan lalu, dia mencoba menahannya. Dia tidak akan memaksa Lisa, tapi dia akan membuatnya menerima perasaannya, segera.

"Iya." Lisa melihat Dave disampingnya, yang tengah menatapnya. Dia merasakannya, Dave yang terus menatapnya sejak tadi. Lisa tidak tahu Dave akan patuh menuruti permintaannya, dia mengira saat Dave menjemputnya pagi tadi, dia akan menciumnya lagi didepan Jane dan Jessy. Entah mengapa sedikit terasa ganjil juga aneh sebenarnya bagi Lisa.

"Kau mematikan ponselmu?" Dave bertanya pelan.

"Kenapa? Tidak boleh?" Lisa berkata canggung, hampir terbata. Dave tersenyum kecil-dia pasti melakukannya-Lisa bisa mendengarnya walaupun dia membelakangi tubuh Dave.

"Syukurlah kau hanya mematikannya. Aku takut kau memblokir nomor ponselku." Dave menjawab pelan. Lisa terdiam. Sedikit sudut bibirnya terangkat kecil, tapi segera dia sembunyikan lagi, takut Dave melihatnya.

Tiga puluh menit berlalu. Mereka sampai di tempat tujuan.

Dave membukakan pintu mobil untuk Lisa. Lisa melangkah dengan canggung. Beberapa pegawai menyambut mereka di pintu masuk. Tidak perlu bertanya betapa mewahnya butik itu, tidak diragukan lagi. Mereka naik ke lantai dua, menuju ruangan yang nyaman. Dave menarik tangan Lisa pelan, duduk disampingnya.

Ruangan itu dipenuhi gaun pernikahan cantik. Mata Lisa tidak berkedip melihat gaun-gaun putih dengan berbagai model disekelilingnya.

"Tuan Dave, Siapa yang akan mencoba terlebih dahulu?" seorang pegawai wanit membawakan dua cankir the, bertanya sopan. Dave menatap Lisa lembut, "Biarkan calon istriku mencobanya lebih dahulu." Dave menyelipkan rambut Lisa ke belakang telinga, kemudian tersenyum manis.

Lisa terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat, Dave kembali menyerangnya. Lisa berdiri canggung, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memulai memerah sebelum Dave melihanya.

"Iya, aku akan mencoba lebih dahulu." Pegawai wanita itu tersenyum, sikap romantis Dave tentu saja menjadi tontonan yang jarang dia dapatkan.

Lisa mengikuti langkah pegawai wanita itu ke dalam ruangan lain dibatasi dengan tirai berwarna putih. Lisa menghembuskan napasnya berat. Matanya tidak sakit atau bermasalah, bagaimana bisa Dave memiliki senyuman semanis itu?

Lisa mengipas wajahnya dengan tangan, berusaha menghilangkan wawajahnya yang memerah.

Sementara, di tempat lain. Emma meremas jemarinya kasar melihat berita pernikahan Dave yang terus muncul selama beberapa hari terakhhir. Dia marah juga kesal. Dave menyukai dirinya, jadi bagaimana bisa dia menikah dengan wanita lain? Gadis di itu juga terlihat sangat biasa di dalam poto, dirinya tentu saja jauh lebih menarik juga cantik dari pada wanita itu. Emma mengambil ponselnya, menekan tombol panggilan, menghubungi seseorang.