Suara mesin mobil memasuki halaman utama terdengar samar. Dave melangkah, membuka pintu.
Jane, Andrea, bersama Jessy dan Dalen, melangkah keluar dari mobil. Dave menyambut ramah.
Jessy menatap bangunan laksana kastil, yang dimana merupakan kediamanan William, dengan tatapan takjub. Ini adalah kali pertama kalinya dia kemari.
Andrea menepuk bahu Dave pelan, kemudian melangkah ke dalam rumah. Pagi ini, keluarga William dan keluarga Wilson, mengadakan pesta kecil.
Jessy menatap takjub setiap sudut ruangan yang mereka lewati. Kepalanya melongok kesana kemari, berseru tertahan.
Meja panjang di samping kolang renang, tepat di halaman belakang rumah, telah terisi separuh. Dave tersenyum menatap Lisa yang tengah sibuk keluar masuk dapur, membawa piring-piring makanan.
Ada belasan pegawai rumah sebenarnya, Claire juga sudah melarang Lisa untuk membantu, tetapi Lisa tetap bersikukuh. Dia berkata menyukai pekerjaan itu, daripada hanya duduk manis berdiam diri. Dia belum terbiasa dilayani oleh belasan pelayan dalam setiap aspek.
Helena, salah satu pegawai dapur senior, dengan senang hati membantu dan menerima bantuan Lisa. Dia menyukai Lisa, yang selalu menghormati seorang yang lebih tua darinya, siapapun itu.
"Hallo Nyonya William." Jessy menyapa setelah Lisa meletakkan piring makanan di tengah meja panjang.
Lisa menyapa sekilas, tanpa melihat. Jessy memutar bola matanya, kemudian mendekat memeluk adiknya itu.
Lisa mendorong tubuh Jessy menjauh, merasa canggung.
"Hei, aku saudaramu." Jessy menatap Lisa kesal. Dalen mendekat, memeluk pinggang Jessy dari belakang.
Lisa memutar bola matanya, menatap Jessy kesal, meniru Jessy sebelumnya. Mereka tertawa kecil.
Lisa kembali melangkah ke dalam dapur, Dave mengikuti di belakangnya.
Dave mendekati Lisa yang tengah menata makanan lain di atas piring.
Helena, tertawa kecil melihat Dave yang berjalan mengendap-endap di belakang Lisa. Dave meraih pinggang Lisa dari belakang, memeluknya. Lisa terdiam, kemudian mulai memberontak kecil.
Dave bukan melepasnya, malah semakin mengencangkan pelukannya. Lisa menatapnya kesal.
"Ssst, ada orang lain disini," Dave berbisik pelan.
Lisa melihat ke arah Helena sekilas, kemudian tertawa kecil. Dave kini sengaja meniup-niup daun telinganya.
Lisa hendak hendak protes, meminta Dave berhenti. Tetapi, Dave lebih dahulu memutar tubuhnya, membuat mereka kini berhadapan.
Lisa refleks mengangkat kedua tangannya yang mengenakan sarung tangan plastik.
Dave berbisik lagi, "Berhenti bekerja, yang lain sudah menunggu. Oke?" Nadanya sengaja dia buat sedikit manja, membuat Lisa memberinya tatapan tajam.
"Iya Nyonya, sebaiknya anda mengikuti saran Tuan Dave. Saya akan menyiapkan sisanya." Helena berkata sopan, tersenyum tulus.
"Oke?" Dave kembali bertanya, masih dengan nada sebelumnya. Dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Lisa, membuat Lisa bergerak canggung. Hingga Lisa akhirnya mengangguk terpaksa.
Dave tertawa puas. Dia melepas sarung tangan plastik dari jari Lisa, kemudian menariknya bergabung bersama yang lain.
Setelah beberapa obrolan, pesta kecil itu dimulai. Bukan pesta sebenarnya, tepat hanya acara makan untuk merayakan pernikahan Lisa dan Dave. Para orangtua, yang dalam hal ini Jane dan Andrea yang menjadi wali Lisa, tampak mengobrol santai di sela makan bersama Claire dan Daniel.
Jangan lupakan Jessy dan Dalen, yang juga merupakan pengantin baru, hanya lebih dulu beberapa bulan, yang terus melekat, memamerkan kemesraan mereka.
Lisa merasa canggung, yang duduk di hadapan mereka.
Dimatanya, Jessy dan Dalen lebih terlihat seperti anak remaja yang tengah di buai cinta pertama mereka. Sial.
"Lili, makan ini, kau menyukainya." Lisa memberi tatapan aneh, Dave kini tengah tersenyum manis setelah menaruh potongan sayur di atas piringnya.
Lisa berpikir cepat, apa yang sedang dia mainkan? Pengantin baru yang melekat seperti lem lagi?
"Terimakasih, sayang." Lisa memaksakan senyumnya semanis mungkin.
Dave belum selesai. Dia kembali mengambil beberapa makanan lain dari tiap piring, memenuhi piring Lisa.
Lisa menatap Dave tidak percaya. Pria di sampingnya ini sepertinya berniat membongkar sifat makannya yang tidak sedikit.
"Makan yang banyak, sayang." Dave menyelipkan rambut ke belakang telinganya, senyumnya tidak luntur walau semili.
Lisa tertawa kecil, "Terlalu banyak." Tetapi kemudian mengangguk kecil.
"Buka mulutnya, aaa.....," kali ini Dave menyuapi Lisa lansung, potongan sayur.
Lisa menatap Dave tajam. Dia mengerucutkan bibirnya, kemudian tersenyum lagi, menerima suapan. Dave mengelap ujung bibir Lisa lembut, mereka berdua tertawa kecil, pura-pura tepatnya.
Lisa bisa mendengar seruan tertahan Jessy di depannya.
Saat Lisa tinggal di kediaman Wilson beberapa waktu lalu, Jessy tidak henti-hentinya bertanya bagaimana sikap manis dan romantis Dave. Dia memang sudah lama mengidolakan bosnya tersebut. Saat berita pernikahannya dengan Dave dahulu, Jessy berkata dia bermimpi hingga beberapa hari, tidak menyangka idolanya akan menjadi calon adik iparnya.
Lisa sampai bosan mendengar segala jenis pertanyaannya tentang Dave dahulu. Saat ini, entah dia sedang berusaha menahan teriakan kegembiraannya, atau Dalen yang tengah berusaha menahannya.
Claire berdehem pelan, mengalihkan perhatian seisi meja.
"Dave, Lisa," katanya. Dia melihat ke arah Lisa dan Dave secara bergantian, terlihat seperti menahan senyum, sebelum melanjutkan kalimatnya, "Kalian sekarang sudah menikah, usia Dave juga sudah tidak muda. Jadi, kapan kalian berencana memiliki bayi?" Kali ini Claire tertawa kecil mengakhiri kalimatnya.
Lisa terbatuk pelan mendengarnya. Dave segera memberinya gelas minum, dan menepuk-nepuk pelan punggungnya.
Semua mata kini menatapnya, menunggu jawaban. Lisa menyikut Dave pelan.
"Tentu saja kami juga berencana memiliki seorang bayi lebih cepat, benar kan sayang?" Dave tersenyum manis, menatap Lisa.
Lisa melotot, namun kemudian ikut tertawa. Bayi? Lisa menepuk punggung Dave cukup keras, sengaja melampiaskan rasa kesalnya.
"Astaga, bagus sekali. Ternyata kalian juga berpikir begitu." Claire tertawa girang, yang lain juga sama. Mereka semua sepertinya sangat mengharapkannya, kecuali Lisa.
Jane menatap Lisa lamat, " Aduh, sayang, kamu terlalu kurus. Kelak harus lebih banyak makan. Aku akan membuatkan resep makanan, bagus untuk memperlancar proses kehamilan." Claire disampingnya mengangguk semangat, setuju atas perkataan Jane.
"Astaga kalian, sungguh tidak bisa menahan diri." Daniel menyergah. Dia mengusap tangan Claire pelan sebelum melanjutkan kalimatnya, "Segera buatkan resepnya, sebelum kita semakin menua." Dia mengakhiri kalimatnya dengan tawa. Seisi meja ikut tertawa, hanya Lisa yang memaksa senyumnya.
....
Pukul empat sore. Keluarga Wilson bersiap pulang.
Keluarga William mengantar hingga halaman depan, tempat mobil menunggu.
Saat mereka bersiap melepas kepulangan keluarga Wilson, seorang wanita berjalan kesal menghampiri mereka.
Lisa menata wanita itu. Wajahnya cantik, dengan rambut coklat sebahu yang di pangkas rapi. Jika melihat dari gaun yang dikenakannya, itu pastilah barang bermerek.
Petugas keamanan yang menjaga gerbang berlari kecil di belakangnya, menunduk meminta maaf.
"Jadi itu kamu?" Wanita itu menatap Lisa kesal, mengatupkan rahangnya karena marah.
Lisa menatapnya heran, berusaha mengingat sesuatu. Hingga beberapa detik kemudian, dia tidak mengingat fakta pernah mengenal atau berbuat kesalahan kepada wanita tak dikenal di hadapannya itu.
"Dasar jalang, berani sekali kamu menampakkan wajahmu itu di hadapanku lagi." Claire melangkah maju, suaranya terdengar bergetar, sangat marah.
Daniel berusaha menahannya disampingnya. Lisa menatap Claire, ini pertama kalinya Claire yang biasanya selalu tersenyum ramah, kini menatap buas seseorang di hadapannya.
Tetapi wanita itu menghiraukan Claire, dia menatap Dave dengan raut sedih. "Dave, katakan. Kau menikahi wanita itu kerena terpaksa bukan? Kau tidak sungguh mencintainya bukan?"
Lisa menganalisis dengan cepat.
Claire yang berteriak marah, kemudian wanita tidak dikenal yang tidak menerima pernikahan Dave, kemungkinan besar, mantan kekasih. Claire mungkin tidak menyetujui hubungannya dengan Dave dahulu, memaksa mereka berpisah. Dan Dave yang berbakti, menuruti kemauan Claire, walaupun wanita itu masih mencintainya. Ouh, cerita yang tragis.
Lisa tertawa kecil menyadari kemampuannya dalam merangkai cerita.
"Apa yang kau tertawakan?" Wanita itu menatap tajam Lisa, kesal karena melihatnya tertawa.
Lisa berpikir lagi. Baiklah, mari buat cerita selanjutnya menjadi lebih tragis.
"Iya, memang aku, siapa lagi? Jelas bukan kamu." Lisa berkata tegas, membalas wanita tak dikenal itu.
Lisa melingkarkan lengannya di leher Dave, kakinya berjinjit kecil, kemudian memberi kecupan pelan di bibir Dave.
Lisa tersenyum manis menatap Dave yang kini bergeming. Kepalanya bersandar manja di bahu Dave, sedangkan lengannya semakin erat memeluk.
"Kami saling mencintai, tidak ada yang salah." Lisa kembali berkata tegas, menatap wanita itu dengan tajam.
Wanita itu meremas tangannya, menghentakkan kakinya kesal.
Lisa tertawa dalam hati. Dia bukanlah tipe wanita lemah lembut yang mudah ditindas. Juga bukan tipe wanita yang akan menciut melihat wanita cantik nan berpakaian mewah berkata sembarang kepadanya.
Lisa memiliki sifat itu, tidak peduli siapa, tidak peduli apa. Dia juga masih memiliki satu dua hal yang disembunyikannya dari wanita itu, jika ia berniat memulai perkelahian sekalipun.