Lisa menggeliat. Cahaya matahari yang menembus kaca besar kamarnya membuat matanya sedikit silau. Hingga beberapa detik kemudian matanya mulai terbiasa, terbangun sempurna.
Jam di dinding kamar menunjukkan pukul tujuh pagi.
Lisa bergerak duduk. Badannya terasa sedikit pegal. Dia mencoba mengingat kejadian semalam. Saat mencoba mendekati Dave yang tertidur di lantai, dia diikat olehnya. Dave keluar dari kamar dan tidak berbalik lagi saat dia berteriak agar ikatannya dilepaskan.
Itu bukan ikatan yang menyakitkan sebenarnya, malah terasa hangat. Hanya saja tubuhnya tidak bisa bergerak bebas, selain kepalanya. Bahkan hingga beberapa kali mencoba melepaskan diri, dia terus gagal.
Kemungkinan dia tertidur beberapa menit setelahnya.
Seharusnya dia masih tertidur di lantai pagi ini, namun kenyataannya dia tengah duduk di atas kasur lembut, tanpa ikatan pula. Apa Dave memindahkan tadi malam?
Lisa menyibak selimutnya, bangun dari posisinya. Dia berjalan ke jendela kaca, kemudian membukanya. Tidak ada Dave di balkon itu, biasanya dia akan duduk disana, dengan cangkir kopi paginya
. Bangku di tengah balkon kosong. Sinar matahari pagi terasa hangat menyentuh kulitnya. Lisa tersenyum kecil.
Aroma dedaunan dari taman halaman belakang tercium samar. Aroma tanah basah dan bunga menyegarkan suasana.
Lisa memegang pembatas pagar balkon, melihat ke bawah.
Kesibukan pagi hari dari tukang kebun di kediaman William terlihat jelas dari sana. Seorang pegawai tengah menyiram tanaman-tanaman hijau dan bunga-bunga yang tertata rapi. Seorang pegawai lain tengah memangkas rumput-rumput hijau yang mulai tinggi, dan seorang pegawai lain yang tengah menyapu dan membersihkan sampah atau dedaunan kering yang terjatuh dari pohonnya.
Gerak tubuh mereka terlihat santai, gerakan kecil di tubuh mereka memperlihatkan mereka menikmati pekerjaan setiap pagi yang mungkin telah mereka lakukan bertahun-tahun.
Jika di banyak drama yang dia tonton menampilkan bagaimana seorang pemilik rumah yang kerap berkata kasar dan menyuruh pekerjaan kotor kepada pelayan rumahnya, di dunia nyatanya tidak demikian.
Di kediaman William yang sangat megah ini, Lisa tidak melihatnya. Daniel dan Claire tidak pernah mengatakan kata kasar atau meminta puluhan pelayannya untuk melakukan pekerjaan yang mengarah kepada hal yang jahat.
Tidak ada wajah-wajah muram atau umpatan ketik yang terbesit di wajah para pelayan itu. Daniel dan Claire memperlakukan mereka dengan baik. Mereka juga melakukan bagian pekerjaan mereka masing-masing dengan baik dan bertanggung jawab.
Tidak ada suasana menyeramkan di setiap sudut rumah besar ini, itu semua tidak lain karena perlakuan baik dari Daniel dan Claire.
Lisa berjalan ke kamar mandi, mulai membersihkan diri.
Lima belas menit berlalu.
Lisa melangkah santai keluar kamar mandi hanya dengan handuk putihnya. Disaat yang bersamaan, Dave membuka pintu kamar dengan nampan berisi dua gelas teh yang dibawanya.
Dave sedikit kaget mendapati Lisa yang dengan santainya berjalan di sekitarnya hanya dengan handuk putih yang menutupi dada hingga pahanya. Kakinya yang basah meninggal jejak di lantai karena tidak mengenakan sandal.
Dave mematung beberapa detik.
Entah Lisa sengaja menggodanya atau memang karena sifat polosnya yang tiba-tiba muncul. Dave berusaha menahan dirinya.
Lisa bergerak seolah tidak ada Dave di ruangan itu, hingga akhirnya duduk di depan meja riasnya, mulai mengeringkan rambut.
Dave menghembuskan nafasnya pelan. Dia berjalan membuka pintu balkon, menaruh nampan teh di meja bundar, kemudian melangkah masuk kembali.
Dave mengambil sandal bulu tebal merah muda milik Lisa, membawanya kepada pemiliknya yang tengah bersiap mengeringkan rambut.
"Pakai sandalmu, lantai rumah ini dingin, kau akan terkena flu." Dave berdiri disamping Lisa.
Lisa mendongak, menatap Dave yang berkata serius.
"Oke." Lisa menjawab singkat, kembali sibuk mengeringkan rambutnya.
Dave mengambil hair dryer di tangan Lisa.
Lisa mendongak, menatap Dave kesal.
"Tanganmu pendek sekali, kau akan selesai mengeringkannya satu jam kemudian." Dave berkata pelan. Tangannya mulai bergerak mengeringkan rambut Lisa.
"Kau bahkan mengomentariku dengan hal-hal kecil ini, sikapmu memang bermasalah." Lisa berkata kesal. Bibirnya mengerucut kesal, tangannya bersedekap.
Dave tertawa kecil menatap pantulan wajah Lisa di depan cermin.
"Kenapa kau tertawa? Rambutku selucu itu?" Lisa berkata kesal.
"Iya, semua bagian tubuhmu lucu." Dave berusaha menahan tawanya.
"Jangan mengada-ngada." Lisa membalas Dave semakin kesal.
Lisa merasa dirinya memiliki ekspresi yang menyeramkan, Jessy juga mengiyakan. Dia kerap menatap tajam, bersedekap dengan angkuh, juga berkata acuh. Omong kosong dengan segala perkataan Dave. Dia satu-satunya orang yang saat Lisa menatapnya tajam, selalu tertawa.
Dave hanya tersenyum kecil.
"Aku bisa mengeringkan rambutku sendiri." Lisa bergerak menghindar, berusaha mengambil hairdryer dari tangan Dave.
"Mom membuatkan teh, harus diminum dalam keadaan hangat. Dengan tangan pendekmu itu aku tidak suka menunggu." Dave mengabaikan Lisa, kembali bergerak mengeringkan rambut Lisa.
Lisa kali ini terdiam, malas membalas.
Lisa memainkan ponselnya sementara Dave mengeringkan rambutnya. Mereka tidak lagi saling berdebat atau berbicara. Sebuah video pendek dari salah satu adegan drama membuat Lisa tertarik.
Dia menatap pantulan Dave dari balik cermin, menatap targetnya.
"Selesai." Dave mengacak rambut Lisa yang telah mengering. Lisa hendak protes kesal, tetapi Dave lebih dulu memutar kursi yang Lisa duduki, hingga mereka berhadapan.
Dave menatap mata Lisa dalam. Lisa mendongak, menatap Dave kembali.
"Berani sekali kau berlarian di depanku hanya menggunakan handuk kecil itu Lili." Dave berkata pelan, suaranya dalam.
Lisa menatap Dave dengan bingung, tidak mengerti. Mata Dave melihat ke arah tubuh Lisa, memberinya isyarat.
Lisa mengikuti arah tatapan mata Dave, menatap tubuhnya yang hanya terbalut handuk putih. Lisa tertegun, menatap paha putihnya. Dia menatap Dave kembali, baru mengerti.
Dave menatap Lisa dengan nakal, sengaja menggodanya.
Tubuh Dave bergerak mendekati Lisa, semakin membungkuk dari posisi berdirinya. Lisa bergerak mundur, kemudian berlari menunduk melewati lengan Dave yang menghalanginya.
Lisa berlari ke walk in closet, ruang ganti mereka. Wajahnya memerah, menahan malu. Dadanya naik turun, akibat berlari tadi.
Lisa melihat sekelilingnya. Ruang pakaiannya dengan Dave.
Pintu ruangan ini berada di dalam ruang kamar, tersambung. Kemeja dan pakaian Dave tergantung rapi di sebelah kanan, sedangkan gaun-gaun berjejer di sisi kanan. Dua lemari tinggi di ujung ruangan yang dipenuhi sepatu hitam-hitam mengkilat Dave, dan dua lemari di ujung lain di penuhi sepatu kets dan sneakers putih Lisa. Sepatu-sepatu itu dihadiahkan Dave untuknya beberapa sebagai hadiah. Dave mengetahui Lisa yang tidak pandai memakai high heels tinggi yang hanya akan melukai kakinya.
Lisa menatap puluhan gaun yang tergantung rapi, memilih salah satunya.
Setelah menonton salah satu video, dia mendapat satu ide. Sebuah gaun berwarna abu dengan bagian depan yang berkerut di bagian dada dan resleting panjang di bagian belakang.
Dia tersenyum kecil.
Lisa mematut dirinya di depan cermin. Lisa bergaya, mencoba berbagai gaya untuk menjalankan misinya. Dia tertawa, menyadari misinya sudah setengah sempurna.
Lisa membuka pintu, kepalanya melongok, mencari Dave di dalam kamar.
Dave berdiri di balkon kamar, tengah menelpon, berdiri membelakanginya. Lisa berjalan ke arah Dave. Sesampainya di pintu jendela menuju balkon, Lisa mulai berpose.
"Ekhem." Lisa berdehem pelan, mencoba mencari perhatian Dave. Tetapi Dave tidak menghiraukannya, bukan tanpa sengaja sebenarnya, dia tengah menelpon. Raut wajahnya terlihat serius.
Lisa menunggu dengan sabar.
Dave melihat ke arah Lisa, masih menelpon. Mata Dave menatap Lisa dari ujung kepala hingga ujung kaki, dan tengah berpose aneh. Dave terdiam, entah dia kaget atau tidak percaya.
"Bisakah kau membantuku mengaitkan gaunku?" Lisa berkata, dengan nada yang di buat-buat. Dave masih terdiam tidak berkedip.
Lisa menatap Dave, menunggu responnya.