Hari pernikahan.
Suasana pernikahan mulai ramai. Beberapa menit lagi sebelum acara dimulai. para tamu undangan terlihat ramai berbincang, dengan gelas-gelas anggur di tangan mereka.
Para wartawan dari berbagai media berkerumun di luar pintu utama hotel, tidak diizinkan meliput. Hanya beberapa media tertentu yang diizinkan meliput acara nantinya, tentunya setelah berbagai pemeriksaan yang dilakukan.
Disebut-sebut sebagai pernikahan abad ini. Dengan desain dan interior mewah yang menghiasi setiap sudut, dari pintu masuk hingga bagian dalam aula pernikahan. Banyak yang bertanya, wanita mana yang bisa mendampingi putra dari pendiri WJ Group, Daniel William.
Berdasarkan fakta dan rumor yang beredar, Dave tidak akan memilih sembarang wanita untuk bersamanya. Daniel, Claire, bersama Jane dan Andrea menyambut para tamu undangan. Kebanyakan dari mereka merupakan rekan kerja, juga orang-orang penting di kota.
Pintu ruang tunggu di buka dari luar. Empat pria tampan, sahabat-sahabat Dave masuk setelah memastikan mempelai pria berada disana. Dave menatap mereka gembira.
"Bintang kita hari ini, Davier William. Mari kita beri tepuk tangan." Jack seperti biasa selalu bersemangat. Dave tersenyum, memeluk keempat sahabatnya bergantian.
"Aku mengira Brian yang akan pertama menikah diantara kita." Tomy menepuk bahu Brian.
"Hei, mengapa aku?" Brian balas mendorong tubuh Tomy keras.
"Oh maafkan aku, kau sepertinya tidak akan menikah hingga kau tua. Tidak akan ada wanita yang ingin menikahi playboy yang meniduri gadis yang berbeda setiap hari."
Kali ini Brian mendorong Tomy ke atas sofa, mereka mulai saling menindih disana. Lima pria itu tertawa.
"Dimana gadis kecil itu Dave?" Jack bertanya. Kepalanya menengok kesana-kemari, mencoba mencari keberadaan Lisa.
"Di dalam, sedang di rias."
"Kau hanya lebih tua satu tahun darinya, dan kau panggil dia gadis kecil?" Harry bertanya setelah Jack mengangguk mendapati jawaban dari Dave.
Jack menatap Harry kesal. Tetapi, mereka kembali tertawa.
Suara pintu terbuka, lima pria itu menoleh.
Lisa muncul disana, sedikit menunduk. Dia berdiri kaku, tersenyum canggung.
"Gadis kecil!" Jack melangkah mendekati Lisa. Dia menatap Lisa dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian mengangguk-angguk pelan, "Lumayan."
Lisa menatap Jack, sedikit kesal, namun kemudian, "Ouh, Jack, sepatu ini, aku tidak yakin bisa berjalan dengan benar nanti."
Lisa memegang bahu Jack, berpegangan disana. Dave tertawa kecil melihatnya.
"Bukan masalah besar, aku akan membantumu berjalan sekarang agar kau sedikit terbiasa."
Jack kemudian mulai berjalan pelan, dengan satu tangan Lisa bertumpu padanya. Mereka mulai berjalan, Jack memimpin. Lisa melangkah terpatah-patah, berusaha agar tidak terjatuh.
Butuh satu menit akhirnya mereka tiba di sofa tempat yang lain menunggu mereka, seolah tengah mengamati mereka bermain. Lisa merebahkan tubuhnya di samping Dave.
"Apa aku boleh memakai flatshoes atau sneakers saja?" Lisa bertanya setelah meneguk air minumnya.
Harry, Brian dan Tommy hanya terdiam, bingung. Dave tertawa kecil, Lisa bertanya dengan raut serius, terlihat lucu.
"Itu sepertinya lebih baik gadis kecil. Aku akan mengatakan permintaanmu itu kepada Claire, mungkin dia akan setuju." Jack menjawab, mulutnya kini penuh dengan buah jeruk yang baru saja selesai dikupasnya.
Lisa memberikan jempol sebagai respon.
"Kau serius?" Dave berkata pelan, menahan senyumnya.
Lisa kini tengah merebut airnya yang hendak diminum oleh Jack. Benar memang, mereka sungguh terlihat seperti dua anak yang tengah bermain.
Sementara Dave sejak tadi sudah mulai merasa gugup, entah mengapa. Ini pertama kalinya dia merasakan hal seperti ini.
"Hei, ini acara pernikahan. Kau harus menahannya walaupun kau tidak menyukainya gadis kecil, hanya untuk hari ini. Kalian bukan sembarang pengantin hari ini, semua orang memperhatikan kalian." Brian menimpali, memberi saran yang lebih masuk akal.
Lisa menatap Brian yang saat ini tengah tersenyum ke arahnya. Lisa mengangguk paham. Brian ada benarnya, dia tidak akan memuat citra keluarga William menjadi jelek.
"Tidak apa jika kau memang tidak bisa memakainya." Dave menatap Lisa lembut.
Lisa menggeleng pelan, tidak perlu, dia akan berusaha. Ini bukan pernikahan Dave seorang, ini juga adalah pernikahannya. Walaupun mungkin bukan pernikahan yang dia impikan, yang entah suatu hari nanti dia akan mensyukuri atau justru menyesalinya.
....
"Putra dari Pemimpin WJ Group yang saat ini CEO, Davier William mengadakan pernikahan besar di hotel miliknya. Ini akan menjadi pernikahan terindah di kota pada tahun ini. Pengantin wanita tampil cantik dengan gaun panjang sederhana berwarna putih dan kerudung renda sederhana namun elegan. Pengantin pria mengenakan dasi kupu-kupu dengan setelan jas berwarna hitam. Mereka berjalan berdampingan di atas panggung...."
Lisa mendengar samar-samar suara televisi. Video-video dan foto pernikahannya bersama Dave yang terus bermunculan di berbagai media.
Lisa mematikan keran, kemudian memakai piyama mandinya. Kakinya yang basah berjinjit mencari keset. Dia mengelap rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Kepalanya melongok keluar pintu, tidak ada Dave di dalam kamar.
Lisa berjalan keluar kamar, menemukan Dave yang tengah menata makanan di meja makan. Lisa berjalan berjinjit, berharap Dave tidak menyadarinya.
"Pakai sandalmu, kau akan terkena flu." Suara Dave membuat langkah Lisa terhenti saat membuka pintu kulkas.
Dia menatap kakinya yang telanjang, tanpa alas. Lisa menatap Dave yang masih terlihat sibuk menata meja, lalu mengabaikannya. Dia bersiap membuka botol air minumnya, hingga Dave mengambilnya paksa dari tangannya.
"Jangan minum yang dingin ketika malam hari, tidak baik." Dave menutup kembali botol minuman itu, mengembalikannya lagi ke dalam kulkas.
Lisa menatap Dave kesal. Dia hendak membuka kembali pintu kulkas, namun Dave lebih dulu bergerak. Dia mengangkat tubuh Lisa paksa, dengan gaya bridal. Lisa kaget juga merasa canggung. Dave membuatnya duduk di atas sofa, didepan televisi.
"Apa yang kau lakukan?" Lisa mendongak, menatap Dave kesal.
Dave tidak menjawab. Dia melangkah ke dalam kamar, kemudian keluar lagi dengan hair dryer di tangannya. Lisa menatap Dave heran.
"Jangan bergerak." Dave berkata pelan.
Lisa diam, memperhatikan setiap gerakan Dave.
Dave berjalan, kemudian duduk disampingnya. Dia mulai mengeringkan rambut Lisa. Lisa hendak menolak, namun tangan besar Dave memaksa tetap diam, menurut. Mereka diam, tanpa percakapan.
"Putar badanmu."
Lisa menurut. Dave tersenyum kecil saat Lisa mencuri pandang saat ia mengeringkan bagian poni Lisa.
Setelah acara pernikahan yang melelahkan sepanjang hari, saat ini mereka berada di hotel. Dave tidak mengerti perasaannya. Lebih banyak senang, namun juga canggung. Saat dia mengucap sumpah pernikahan dan memakaikan cincin di jari tangan Lisa, dia sungguh merasa gugup. Segalanya menjadi satu. Lisa mungkin tidak mengakuinya secara langsung, tapi Dave tahu, Lisa juga merasakan hal yang sama dengannya.
Meskipun Lisa berkata dia belum menerima perasaannya, namun Dave bisa merasakan, Lisa membalas ciumannya dengan lembut. Dave bisa merasakan ada sedikit ruang di dalam hati Lisa yang telah terisi olehnya.
Dave tidak akan memaksa agar Lisa langsung menyukainya. Jika Lisa setengah melangkah mundur, maka dia akan bergerak sepuluh langkah ke depan mendekatinya.
"Kau adalah istriku mulai hari ini, tugasku adalah membuatmu tetap aman dan selalu menjagamu." Dave tersenyum manis, mengacak rambut Lisa setelah selesai mengeringkannya.