Lisa Pov ;
"Kau adalah istriku mulai hari ini. Tugasku adalah membuatmu tetap aman dan selalu menjagamu." Dave mengacak rambutku dengan tangannya. Dia meletakkan hair dryer itu di atas meja, rambutku telah selesai dia keringkan.
Aku hanya diam, masih termangu.
Dave mengambil sebuah tas belanjaan, menyerahkannya kepadaku.
"Kau pasti tidak membawa baju ganti. Pakai ini, aku meminta seseorang menyiapkannya untukmu. Ukurannya, aku tidak tahu pas atau tidak."
Aku mengambil tas belanjaan di tangannya dengan ragu. Dave telah kembali melangkah ke arah dapur.
"Setelah berganti pakaian, kemarilah, kita akan makan malam," dia berkata santai.
Aku menatapnya. Tunggu. Mengapa gerakannya sangat alami? Dia melakukan semua pekerjaannya dengan tenang!
Dave menatapku, lalu berganti menatap tas belanjaan di tanganku, kemudian menatapku lagi.
Aku akhirnya melangkah ke dalam kamar, masih dengan banyak pertanyaan di kepalaku.
Aku merentangkan pakaian yang ada di dalam tas belanjaan, kemudian memakainya. Itu adalah gaun putih lembut, dengan lengan panjang dan setinggi lutut. Terasa nyaman saat dipakai. Aku tersenyum kecil.
Saat aku kembali ke ruang makan, Dave telah selesai menyiapkan makan malam. Itu menu makan malam yang disiapkan oleh hotel,sebenarnya, aku juga tidak tahu mengapa Dave terlihat sibuk di dapur sejak tadi. Kami mulai menikmati makan malam.
Dua puluh menit, kami selesai makan malam. Dave berkata akan mandi, aku mengangguk. Aku merentangkan tubuhku di atas sofa, mulai menyalakan televisi.
Drrtt....
Drrtt....
Drrtt....
Aku bangun dari posisi tidurku. Ponsel Dave yang di letakkan di atas meja bergetar. Aku mengambilnya, hendak menyerahkannya kepada Dave.
Saat membuka pintu kamar, tidak ada Dave disana, sebaliknya suara tetes air berasal dari kamar mandi. Panggilan berakhir.
Saat aku hendak meletakkan kembali, panggilan masuk kembali.
Aku melihat layar ponsel, Jack yang menelpon. Dan kali ini adalah panggilan video. Aku ragu, hendak menjawabnya atau tidak. Seharusnya tidak masalah, itu hanya Jack.
Aku mengangkat panggilan.
Wajah kecil Jack muncul pertama. Kemudian tiga wajah lain muncul menyusul. Suara terdengar gaduh di seberang telpon. Seperti biasa, Jack dan Tomy yang sangat suka ribut, saling berebut ponsel. Aku tertawa kecil.
"Gadis kecil, kau sekarang sudah menguasai ponsel milik Dave?" Jack berkata girang di seberang sana. Saat ini dia yang memegang ponsel, wajahnya paling dekat dengan kamera. Tommy di sampingnya berusaha merebut, sedang kan Brian dan Harry terlihat menikmati pertengkaran di depan mereka.
"Dia sedang mandi, getar ponselnya terlalu mengganggu." Aku menjawab pendek.
"Dia sedang mandi? Dan kau sudah mandi?" Kali ini, Brian yang bersemangat menjawab. Jack terlihat kesal ponsel di tangannya di rebut paksa.
Aku menanggung mantap sebagai jawaban. Mereka kemudian mulai berseru-seru di seberang sana. Aku menatap mereka tidak mengerti.
"Jika tidak ada hal penting yang ingin kalian sampaikan, aku akan menutup panggilan. Aku sibuk." Aku bersiap menekan tombol untuk mengakhiri panggilan.
"Et, et, gadis kecil, aku akui terkadang kata-katamu memang sedikit kejam. Tetapi baiklah, kami mengerti. Kami hanya sedikit bercanda, lanjutkan malam kalian. Kau harus bersabar sedikit menunggu Dave mandi, dia memiliki kebiasaan mandi yang tidak cepat. Dan semoga kalian bersenang-senang." Brian berkata gembira di seberang sana.
Dia mendesak untuk meminta Jack mematikan panggilan, sementara Jack tidak menerima dengan kesal, ingin mengobrol lagi denganku. Namun tentu saja, Brian menang. Panggilan terputus.
Aku menatap layar ponsel yang gelap, meletakkannya kembali ke atas meja.
Satu jam kemudian.
Brian benar, Dave memiliki waktu mandi yang tidak sebentar. Dia keluar dengan piyama handuk dan rambut basahnya. Aku tahu, kami hari ini, secara resmi telah menjadi pasangan suami istri. Aku juga tahu, ini adalah malam pertama kami setelah melakukan acara pernikahan panjang.
Seharusnya dan selayaknya memang bagi banyak orang, malam ini menjadi malam spesial mereka. dan walaupun bagi kami, khususnya aku, yang telah memperingatkan Dave sejak kami memasuki kamar hotel, bahwa dia tidak boleh berbuat berbagai macam hal kepadaku tanpa persetujuanku.
Tetapi, saat ini, lihatlah. Dave dengan santainya hanya memakai piyama mandinya , yang memperlihatkan sebagian dada bidangnya dan perut berototnya yang mengintip dari handuknya yang terbuka. Ada sebuah tatto di satu sisi perutnya, aku yakin itu adalah sebuah kata, namun tidak terlihat jelas karena hanya seperempat dari seluruhnya yang nampak.
Dia mengacak rambutnya yang basah dengan jemari tangannya.
Aku yang awalnya tengah khusuk memperhatikan sebuah film di layar televisi, mengalihkan pandanganku terpusat kepada Dave.
Dia berjalan, mendekat ke arahku. Pandanganku tidak lepas walau sebentar darinya. Aku menahan nafasku, juga menahan diriku agar tidak berteriak melihatnya.
Dave menunduk, kemudian mengambil hair dryer di atas meja. Dia mulai mengeringkan rambutnya. Sungguh tampan sebenarnya. Jika dalam kondisi lain, aku sungguh ingin mengatakan itu kepadanya.
"Belum puas melihat?" Dave bertanya padaku. Dia masih sibuk mengeringkan rambutnya. Aku tersadar, kemudian dengan cepat mengalihkan pandanganku darinya.
Sampai beberapa menit kemudian, Dave telah selesai mengeringkan rambutnya.
Aku mendongak, melihatnya sekilas. Dia menatapku, aku bisa merasakannya.
Dave mengambil tempat duduk di sampingku, membuatku menatap ke arahnya. Dia mulai bergerak mendekat ke arahku pelan. Aku menahan napas.
Aroma coklat dari rambutnya tercium semakin jelas saat dia bergerak semakin dekat. Wajah kami hanya berjarak beberapa senti.
Dave menatapku dalam, aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku saat dia mulai bergerak kembali.
Lima detik.
Aku tidak merasakan apapun.
Dave tidak menciumku seperti yang aku duga. Dia tertawa kecil di samping telingaku, kemudian mengambil sesuatu di belakangku dengan satu tangannya. Aku membuka mataku perlahan.
Dave telah berdiri dengan sebuah tas belanjaan lain di tangannya. Aku menunduk, berusaha menyembunyikan wajahku yang mulai memerah. Dave tersenyum-aku yakin dia melakukannya, terdengar kecil.
Dave meletakkan tas di tangannya ke atas meja, kemudian menunduk. Wajah kami kini sejajar. Dave mengangkat daguku lembut, memaksaku menatapnya. Dia tersenyum nakal.
"Mengapa menutup mata, Lily? Apa kau menunggu sesuatu?" Dave berkata pelan, suaranya dalam. Dia mengecup bibirku dengan ibu jarinya, pelan.
Aku terdiam. Bola mata hitam Dave terlihat semakin indah jika diperhatikan dari jarak sedekat ini. Aku menatap bibir pinknya yang basah, untuk ukuran pria, bibirnya termasuk dalam kategori cantik. Aroma mint tercium samar saat Dave membuka mulutnya. Jarak kami semakin dekat, sepersekian detik sebelum bibir kami bersentuhan.
TING!
Sebuah pesan masuk mengembalikan kesadaranku. Aku terperanjat kaget, seketika berdiri dari posisiku sebelumnya. Aku mengambil ponselku dengan canggung. Dave menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Cara menaklukkan suami pada…." Aku melempar ponselku seketika. Oh sial, Jessy.
"A-ada apa?" Dave bertanya, sedikit terbata. Aku mengibaskan tanganku sebagai jawaban. Aku menatap Dave heran sekilas, mengapa dia juga canggung?
Aku melangkah ke dapur, mencari air minum. Dave mungkin telah melihat wajah memerahku karena malu. Saat aku melihat ke arah sofa, Dave telah berbalik, membawa tas di tangannya. Itu sepertinya baju gantinya.
Aku mengibaskan tanganku, menghembuskan napas kasar. Oh, menahan diri dihadapan pria tampan memang bukan hal yang mudah. Aku harus mengendalikan diriku lebih baik lain kali.