Dave Pov ;
Lisa lebih banyak diam sepanjang jalan, suasana semakin lengang.
Aku ingin mengajaknya mengobrol, tapi suasana hati Lisa terlihat tidak baik. Ada banyak hal yang sedang dipikirkannya, aku tahu itu. Dia akan memainkan jemarinya ketika dia memiliki banyak pikiran, aku menyadari hal itu setelah beberapa pertemuan kami. Lisa mungkin tidak menyadarinya, tapi aku memperhatikan setiap gerakan dan ekspresi tubuhnya yang lain tanpa pernah dia tahu.
Meskipun aku mengetahui makanan kesukaan atau beberapa keinginannya dari informasi yang dikumpulkan oleh Gerry, tapi aku menyukai mengamati setiap gerakan kecil Lisa dari dekat.
Seperti saat dia sedikit kesal, dia akan memanyunkan sedikit bibirnya, membuatnya terlihat lucu. Saat dia kaget akan sesuatu, matanya akan membulat, itu lebih lucu lagi.
Dia juga akan memutar rambutnya dengan jari telunjukkan ketika dia bingung. Dia sering mengembungkan pipinya ketika bosan. Aku bisa menyebutkan banyak hal lagi, lain kali.
Pintu gerbang dengan cat putih dibuka dari dalam, kami telah sampai di kediaman Wilson. Sesuai kesepakatan sebelumnya, tiga hari kemudian kami akan membahasan tentang rencana pernikahan. Keluarga Wilson otomatis menjadi wali Lisa.
Saat melihat reaksi Mom dan Dad yang menyambut Lisa dengan gembira, membuatku lebih ingin membuat Lisa terus berada disampingku.
Lisa terlihat sangat kaget saat aku berkata ingin menikahinya didepan Mom dan Dad beberapa waktu lalu. Aku juga tidak tahu bahwa aku sangat menyukai Lisa semakin dia berada disisiku, itu murni karena aku sangat menyukainya.
"Kita sudah sampai Lily." Aku memberitahu Lisa yang masih diam. Aku yakin dia juga tidak sadar aku telah memarkirkan mobilku sejak tadi.
Lisa menoleh keluar jendela, tersadar.
"O-oh, kalau begitu aku akan turun." Dia menjawab dengan terbata, juga tidak menatap wajahku.
Dia melepas sabuk pengaman dengan cepat, bersiap turun. Aku memegang satu tangannya yang sibuk merapikan penampilannya sebelum turun. Lisa berusaha menarik tangannya, dia mengalihkan wajahnya kesembarang arah.
"Lihat aku." Aku menarik tangannya sedikit lebih keras, sengaja agar tubuhnya lebih mendekat kepadaku.
Dia mulai menatapku canggung, aku balas menatapnya. Aku memajukan tubuhku, jarak wajah kami semakin dekat. Semakin aku mendekat, semakin Lisa bergerak mundur.
"Selamat malam." Aku berbisik pelan didepan telinganya sebelum melepaskan tangannya. Dia mematung beberapa detik, kemudian berlari canggung setelah menutup pintu mobil. Aku tertawa kecil.
Tepat saat Lisa berhenti didepan pintu, Jane membukakan pintu untuknya. Lisa melihatku sekilas sebelum akhirnya menghilang dibalik pintu.
Aku menyalakan mesin mobil, beranjak meninggal kediaman Wilson.
....
Aku sampai di rumah setengah jam kemudian. Mom dan Dad sudah beristirahat. Rumah kembali sepi setelah beberapa saat lalu sedikit ramai karena kedatangan Lisa.
Aku merebahkan tubuhku di atas kasurku, kemudian mengambil ponselku didalam saku celana. Saat mengantar Lisa tadi ada banyak notifikasi pesan masuk.
Aku membacanya satu persatu. Aku tertawa kecil ketika membaca grub obrolan bersama empat sahabatku.
Aku memang memberi tahu mereka sebelumnya bahwa aku akan segera menikah. Tentu saja Jack dan Tomy menjadi yang paling ribut, mereka seperti biasa akan berdebat. Brian yang mengatakan menyesal tidak mengejar Lisa lebih cepat, dan Harry yang berkomentar singkat.
Satu pesan masuk dari Emma, aku lansung menghapus dan memblokir akunnya begitu melihat isi pesannya, tidak penting.
Aku sedikit berpikir. Aku dan Lisa belum pernah saling berkirim pesan atau panggilan. Aku pernah mengiriminya pesan, tapi waktu itu aku memakai ponsel Gerry, takut-takut Lisa akan lansung memblokit nomor ponselku setelah mengetahui akulah sang pengirim pesan. Aku menggeser layar ponsel, mencari nomor ponsel Lisa.
To : My Little Lily
Lily.
Aku berhasil mengirimnya.
Sepuluh menit berlalu, aku menatap layar ponselku, masih belum ada jawaban dari Lisa. Apa dia sudah tidur?
Tiga hari kemudian.
Aku berdiri didepan cermin, memeriksa kembali penampilanku. Aku tahu ini belum hari pernikahan kami, tapi aku sudah merasa gugup. Pernikahanku dan Lisa sudah diputuskan, kami akan menikah, jadi apa yang membuatku gugup?
Dibawah Mom sudah girang menyiapkan segalanya sejak pagi tadi. Karena acara pertemuannya akan diadakan dirumahku, Mom menjadi sibuk dan senang pada saat yang bersamaan.
Dia terus membicarakannya di meja makan sejak dua hari yang lalu. Menu makanannya apa saja, acara selanjutnya bagaimana, perayaannya lebih baik di ruang keluarga atau di halaman belakang disamping kolam renang.
Gaun yang mana yang harus dikenakan, dan masih banyak hal lainnya.
Saat aku turun, meja makan telah dipenuhi berbagai makanan. Di ruang keluarga Dad menyalakan televisi seorang diri.
Mom masih belum terlihat, mungkin masih belum berhasil menentukan gaun yang harus dipakai. Aku mengambil tempat duduk disamping Dad, ikut melihat layar televisi.
"Pernikahan bukan sekedar hanya ingin bembuat seseorang kau cintai berada disisimu, kau harus bertangjawab penuh atas hidupnya kedepannya." Dad berkata pelan.
"Aku tahu." Aku mengangguk pelan.
Aku sudah bersiap membuat Lisa berada terus disisiku juga bertanggung jawab atasnya seumur hidupku.
Aku tersenyum, dadaku seperti terasa penuh. Aku baru pertama kali merasakan perasaan ini, hanya bahagia dan cinta? Dad tidak berkata lagi.
Mom turun ikut bergabung bersama kami lima menit kemudian. Gaun biru muda yang baru dibelinya kemarin pagi menjadi pilihannya. Aku tertawa kecil ketika Mom memutar tubuhnya didepan Dad, menunjukkan gaun barunya.
Dad tertawa , kemudian meminta Mom duduk di sampingnya.
Pukul Lima sore lebih sedikit, suara mobil memasuki halaman rumah. Keluarga Wilson telah tiba.
Mom menyambut keluarga Wilson dengan antusias. Jane dan Andrea tersenyum ramah ketika Dad membukakan pintu. Jessy dan Dalon tidak ikut, mereka menghadiri sebuah acara bersama-sama.
Aku berdiri di depan pintu, menunggu Lisa keluarga dari mobil. Mom membawa Jane dan Andrea masuk kedalam rumah terlebih dahulu.
Lisa turun dari mobil dengan canggung. Aku memperhatikannya, setiap gerakannya. Dia berjalan menunduk ke depan ku. Aku menatapnya tak berkedip. Lisa selalu cantik seperti apapun penampilannya. Entah dengan kaus kebesarannya atau dengan gaun putihnya.
Lisa yang berdiri didepannya saat ini dengan gaun pink muda yang bagian bawahnya mengembang, terlihat seperti seorang putri kecil. Sepatunya masih sama, sepatu sneakers kesayangannya. Rambutnya yang biasanya dibiarkan tergerai, kini diikat asar ke atas, memperlihatkan leher putihnya.
Aku sedikit menunduk, menjajarkan wajah kami berdua. Lisa mengangkat kepalanya pelan, memberanikan diri menatapku.
Aku memperhatikan wajahnya lebih teliti. Aku tersenyum kecil, Lisa menunduk sejak tadi karena wajahnya yang biasanya hanya memakai lipblam rasa cerry, kini memakai riasan tipis diwajahnya. Entah karena dia malu atau tidak terbiasa memakai riasan.
Dia seharusnya tahu, dengan wajah polosnya saja dia sudah cantik, jika ditambah dengan sedikit polesan tentu saja akan membuatnya sangat cantik.
Aku merogoh saku celanaku, mengeluarkan kotak kecil berwarna abu disana. Setelah membuka kotaknya, kupakaikan kepada Lisa.
Lisa sedikit kaget ketika kulit lehernya terasa dingin saat kalung itu melingkar disana. Aku tersenyum kecil, kalung dengan mata bulan kecil itu terlihat semakin cantik dengan kulit putih Lisa.
"Ayo." Aku memegang tangan Lisa, acara pertemuan akan segera dimulai.