Chereads / Pernikahanku Gagal Dua Kali, Sir! / Chapter 3 - Tuduhan Dari Istri Sah

Chapter 3 - Tuduhan Dari Istri Sah

"Pasti kamu yang bernama Amara itu, kan!" teriaknya. Teriakannya juga yang membuat para pelayan di rumah itu langsung keluar dan menghampiri keduanya.

Sementara itu Amara langsung mengerutkan kening karena bingung. Siapa wanita ini? Kenapa bisa dia mengetahui namanya padahal Amara sama sekali tidak mengenal orang ini.

"Ya, saya Amara. Mbak ini siapa ya? Kenapa datang-datang langsung marah-marah seperti ini?"

Wanita itu semakin terlihat kesal. "Argghh!" Amara berteriak saat wanita itu menjambak rambutnya. "Dasar wanita yang tidak mempunyai harga diri! Bisa-bisanya kamu merebut suamiku, hah!"

"Apa yang anda lakukan! Lepaskan Nyonya Amara!"

Para pelayan itu tak tinggal diam mereka langsung menarik wanita itu sehingga berhasil melepaskan Amara dari cengkramannya. Membuat Amara meringis menahan sakit dibagian perut, mungkin karena kaget bayinya ikut terkena imbas.

"Tunggu. Biarkan dia tetap disini." Dengan tangan yang masih menahan perut, Amara menghentikan aksi para pelayannya yang akan membawa wanita itu keluar.

"Tapi, Nyonya. Bagaimana jika dia--"

"Saya ingin bicara dengannya. Saya yakin dia tidak akan berani macam-macam lagi saat kalian ada disini," ucap Amara.

Pelayannya pun melepaskan cekalan mereka. Membiarkan Amara yang meminta wanita itu untuk masuk dan duduk diruang tamu.

Amara menghela napas. Lalu bertanya saat mereka sudah duduk diruang tamu. "Siapa kamu? Kenapa kamu mengatakan kalau saya sudah merebut suami kamu?"

Wanita itu menghela napas kasar sebelum kembali menatap Meera tidak suka. "Saya, Jessica. Istri sah dari Raza Argantara laki-laki yang saat ini berstatus sebagai suamimu."

Kening Amara mengerut heran. Istri? Apa maksud wanita itu sebenarnya? "Istri? Saya istri sah dari Raza Argantara. Siapa kamu, berani mengaku-mengaku seperti ini."

Wanita yang bernama Jessica itu mengambil sesuatu dari tasnya. Lalu menaruh dengan kasar dua buku berwarna hijau dan merah di meja tepat di depan Amara Buku nikah.

"Kamu hanyalah istri simpanan suami saya. Pernikahan kalian tidak tercatat dalam negara. Buku nikah yang kalian tanda tangani adalah palsu."

Dengan cepat. Amara mengambil buku nikah itu dan mengechek dengan was-was. Benar saja. Wajah Raza dan Jessica ada disana. Tertulis, bahwa pernikahan mereka dilakukan lima tahun lalu.

Apakah ini benar?

"Salah saya pada kamu apa, hah? Sehingga membuat kamu berani merebut suami saya? Kita ini sama-sama perempuan seharusnya kamu juga mengerti bagaimana perasaan seorang wanita jika di duakan," tutur Jessica lalu tersenyum miring. "Saya lupa. Bahwa seorang pelakor tidak memiliki hati. Mangkanya berani rebut suami orang," sindir Jessica.

"Saya tidak akan percaya begitu saja dengan perkataanmu dan perlu kamu tahu bahwa saya tidak pernah tahu kalau Raza sudah memiliki seorang istri." Amara kembali mengangkat wajah menatap Jessica yang saat ini juga tengah menatapnya sinis.

"Dan perlu kamu catat dalam pikiranmu. Bahwa saya bukan seorang pelakor atau wanita yang tidak memiliki harga diri," tegas Amara.

Tatapan Jessica semakin tajam terlihat kilatan tajam disana. "Das--"

"Kalian. Tunjukan pintu keluar pada wanita ini. Jangan biarkan dia ada disekitar rumah ini apalagi masuk kemari." Amara memberi perintah.

Tanpa basa basi. Para pelayannya langsung memegang tangan Jessica agar wanita itu segera keluar dari sana. Tak terima dengan perilaku yang di terimanya, Jessica berbalik meski tangannya terus ditarik paksa untuk keluar.

"Dasar wanita yang tidak tahu malu! Tidak punya harga diri! Kalau tidak bisa menggaet pria untuk di jadikan suami. Tidak perlu jadikan suami orang sebagai suami kamu juga! Lo emang kaya! Tapi jangan semena-mena kaya gini!"

Jessica terus melontarkan hinaannya pada Amara meski pintu rumah sudah ditutup rapat-rapat. Amara juga tidak sedikitpun membalas. Matanya terus pokus pada dua buku nikah yang ada depannya.

"Ada sedikit kejanggalan disini dan aku akan mencari tahu kebenarannya," gumam Amara lalu mengambil buku nikah itu dan berlalu pergi ke kamarnya untuk membuktikan kebenaran dari ucapan Jessica.

Bukan karena Amara mempercayai wanita tadi. Tapi karena Amara bukan orang bodoh, yang akan mempercayai seseorang dengan sebegitunya. Entah itu Raza yang berstatus sebagai suaminya ataupun Jessica.

Amara tahu. Tidak akan ada wanita yang akan menghina wanita lain jika hatinya tidak sedang terluka perihal sesuatu hal. Tentu Amara akan memahami itu.

Dia juga penasaran. Apakah benar ucapan Jessica tadi. Karena dia juga tidak ingin ditipu oleh manusia manapun.

***

"Dokumen ini palsu, Bu."

Dunia wanita itu seakan runtuh saat mendengar ucapan dari orang yang sudah mengechek buku nikahnya dengan Raza yang ternyata benar. Dokumen palsu.

"Apakah Ibu ingin melaporkan hal ini pada pihak yang berwenang? Karena pemalsuan dokumen itu melanggar hukum, Bu," tanya orang itu.

Amara menggeleng kecil. Lalu mengangkat pandangannya. "Jika saya ingin melaporkan masalah ini. Maka saya tidak akan memanggil bapak." Amara mengambil handphonenya dan men-transfer sejumlah uang.

"Saya sudah men-transfer bayaran bapak via rekening."

"Baik, Bu, terimakasih."

Amara bangkit dari duduknya lalu segera menjabat tangan orang itu dengan senyuman tipis. Sebelum akhirnya pergi dari kafe tempat dimana dia membuktikan ucapan Jessica dan masuk ke dalam mobil pribadinya.

"Kita langsung pulang, Nyonya?" tanya Pak Supir.

"Tidak. Kita pergi ke perusahaan Sudirdja Enterprise. Saya ingin menemui Mas Riza terlebih dahulu." Amara memberi perintah dan dalam hitungan detik mobil itu langsung melaju pergi dari parkiran kafe.

Dalam perjalanan matanya terus menatap lekat buku-buku itu tanpa ekspresi. Kenapa Raza melakukan ini? Untuk apa? Dan apakah ada kebohongan lainnya setelah ini?

***

Amara segera menemui resepsionis saat dia sudah sampai di gedung yang paling tinggi di Jakarta selatan. Dia sengaja menemui resepsionis terlebih dahulu, karena dia tidak tahu dimana ruangan Raza.

"Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita yang ada disana ramah.

"Selamat pagi, Mbak. Saya ingin menemui Pak Raza Argantara bilang kalau istrinya datang. Apa pak Razanya sedang ada di kantor?" tanya Amara ingin tahu.

Wanita itu mengerutkan kening lalu kembali tersenyum. "Maaf sebelumnya, Bu. Di sini tidak ada yang bernama Raza Argantara."

"Maksud, Mbak? Bukankah, Pak Raza Argantara adalah CEO disini?" tanya Amara lagi. Apakah ini salah satu kebohongannya lagi?

"Tidak, Bu. Pemilik perusahaan kami bernama Pak Hendra Sudirdja. Dan tidak ada karyawan ataupun pemilik saham kami yang bernama Raza Argantara. Mungkin Ibu salah mendatangi perusahaan."

Salah. Raza bilang kalau perusahaan miliknya adalah perusahaan ini. Nama perusahaan ini sengaja diberi nama Sudirdja karena nama Kakek Raza adalah Lemos Sudirdja. Tapi kenapa sangat berbeda dengan ucapan resepsionis ini?

Amara memaksakan bibirnya untuk tersenyum agar tidak terlihat heran. "Oh iya. Seperti saya memang salah perusahaan, Mbak. Terimakasih ya."

Wanita itu hanya membalas dengan senyuman. Meera langsung berjalan keluar dengan langkah cepat. Benar. Dia sudah dibohongi habis-habisan saat ini.

Itupun oleh suaminya sendiri. Raza benar-benar kurang hajar! "Apa yang akan Papa dan Mama rasakan jika mengetahui perihal hal ini? Mereka pasti akan merasa sangat merasa bersalah padaku. Ya Tuhan ..."